DI tengah riuhnya demonstrasi yang terjadi di sejumlah daerah, suara perempuan kembali mengalun sebagai penyejuk. Gerakan Wanita Sejahtera (GWS) mengajak semua pihak untuk menahan diri, menjaga ketenangan, dan tidak terjebak dalam arus emosi yang bisa merugikan banyak orang.
Ketua Umum GWS, Dr. Ir. Giwo Rubianto, M.Pd., meyakini bahwa perempuan Indonesia memegang peran penting dalam menciptakan suasana damai. Dari ruang keluarga, perempuan dapat menebar energi ketenangan kepada suami dan anak-anak. Kehadiran mereka sebagai penguat hati sering kali menjadi benteng pertama agar emosi tidak berubah menjadi tindakan anarkis.
Giwo menegaskan, menyampaikan aspirasi memang hak setiap warga negara. Namun kebebasan itu harus dilakukan secara damai, tertib, dan terukur. Bagi perempuan, pesan ini bukan hanya soal mengingatkan keluarga, tetapi juga menjadi teladan tentang bagaimana cara menyampaikan suara dengan penuh kebijaksanaan.
”Pemerintah bersama seluruh elemen masyarakat perlu saling bergandengan tangan agar aspirasi yang disampaikan dapat direspons dengan baik," ucapnya dalam keterangan resmi dikutip dari Kantor Berita ANTARA.
"Jangan sampai masyarakat memiliki pemahaman dan perspektif yang keliru karena pernyataan pemerintah yang kurang hati-hati maupun penyelesaian yang kurang bijak,” imbuhnya.
Giwo juga menyampaikan duka mendalam atas meninggalnya seorang pengemudi ojek online (ojol) yang memicu gelombang protes. Ia mendorong aparat penegak hukum untuk transparan dan profesional agar kasus ini dapat diusut tuntas. Bagi para ibu, kabar duka ini begitu terasa—karena setiap korban adalah bagian dari keluarga yang kehilangan tulang punggungnya.
Sementara itu, Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mengecam keras tindakan represif aparat kepolisian dalam aksi demonstrasi 25 dan 28 Agustus 2025.
Aksi unjuk rasa, menurut konstitusi, adalah hak warga negara yang harus dihormati. Namun, fakta di lapangan menunjukkan adanya pemukulan, pengeroyokan, hingga penggunaan gas air mata yang menimbulkan korban luka dan bahkan kematian seorang pengemudi ojek online, Affan Kurniawan. Komnas Perempuan menyampaikan duka cita kepada keluarga korban dan menuntut akuntabilitas penuh atas kejadian ini.
Tindakan aparat tersebut, ditegaskan Komnas Perempuan, melanggar jaminan hak konstitusional bebas dari kekerasan serta bertentangan dengan standar HAM dalam tugas kepolisian. Koordinasi pun dilakukan bersama Komnas HAM, KPAI, LPSK, Ombudsman RI, dan KND.
Dari catatan Komnas HAM, ratusan orang ditangkap selama aksi, termasuk anak-anak. Bahkan ada laporan warga sekitar yang turut terdampak, salah satunya seorang perempuan yang mengalami cedera akibat gas air mata.
Kekerasan aparat dinilai tidak hanya melukai warga, tetapi juga mengikis demokrasi dan memperdalam krisis kepercayaan publik terhadap negara. Di tengah tekanan ekonomi dan sosial yang kian berat, demonstrasi seharusnya menjadi ruang sah bagi masyarakat menyalurkan aspirasi. Karena itu, aparat diingatkan kembali pada mandat utamanya: melindungi rakyat, bukan menebar rasa takut dengan penggunaan kekuatan berlebihan.
Komnas Perempuan menegaskan perlunya penegakan akuntabilitas tanpa impunitas, pembebasan peserta aksi yang ditahan secara sewenang-wenang, serta pemulihan bagi korban.
Presiden, DPR, dan Kapolri juga didesak merespons persoalan secara bijak, membuka ruang dialog, serta mengedepankan keadilan agar situasi tidak semakin memperburuk krisis kepercayaan di masyarakat. Aspirasi warga, jika dikelola dengan tepat, dapat menjadi kekuatan bersama untuk mewujudkan bangsa yang lebih adil dan harmonis.
Seruan lain disampaikan sejumlah perempuan yang tergabung dalam Perempuan Jaga Indonesia. Mereka menyampaikan keprihatinan atas maraknya kekerasan dalam penyampaian pendapat di berbagai daerah.
Dalam seruan yang dibacakan aktivis senior Zumrotin K. Susilo di Jakarta, mereka meminta Presiden Prabowo Subianto menghentikan penggunaan kekerasan dalam pengamanan aksi serta memulihkan rasa aman masyarakat bersama Ketua DPR RI.
“Perempuan Indonesia tidak bisa berdiam diri melihat sesama perempuan, anak kecil, keluarga, dan rakyat terus menjadi korban,” ujar Zumrotin dalam konferensi pers daring bertajuk ”Demokrasi Tanpa Kekerasan untuk Keadilan Sosial di Indonesia”pada Minggu (31/8).
Mereka juga menyampaikan duka mendalam atas jatuhnya korban jiwa dan luka-luka sejak 25 Agustus 2025, termasuk meninggalnya Affan Kurniawan, mitra Gojek, serta Syahrinawati, staf DPRD Makassar yang tewas saat bertugas.
Kelompok ini menyoroti pula keterlibatan anak-anak di bawah umur dalam demonstrasi tanpa izin orang tua. Situasi tersebut dinilai menimbulkan trauma mendalam bagi anak dan keluarga. Karena itu, Perempuan Jaga Indonesia mendesak Presiden serta pimpinan legislatif mengambil langkah konkret menghentikan kekerasan, menjamin hak asasi warga, serta memastikan ruang berekspresi dan menyampaikan pendapat tetap dihormati.
Mereka juga menekankan pentingnya perlindungan bagi kelompok rentan, termasuk perempuan, anak, buruh, migran, dan penyandang disabilitas. Di akhir seruannya, Zumrotin mengajak masyarakat untuk saling menjaga: keluarga, tetangga, hingga tanah air.
“Mari kita saling jaga, jaga Ibu Pertiwi yang tercinta,” tutupnya.
KOMENTAR ANDA