WACANA tentang gerbong khusus merokok di kereta api sempat menghebohkan publik setelah diusulkan anggota DPR Fraksi PKB, Nasim Khan pada 20 Agustus lalu. Menurutnya, banyak penumpang kereta adalah perokok aktif sehingga sebaiknya disediakan ruang tersendiri. Namun ide tersebut langsung menuai pro-kontra dan akhirnya resmi ditolak PT Kereta Api Indonesia (KAI).
Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka menjadi salah satu yang menolak tegas. Ia menilai wacana itu tidak sejalan dengan prioritas pemerintah di bidang kesehatan, mulai dari pemberantasan stunting hingga pembangunan rumah sakit baru. Transportasi umum, kata Gibran, jelas diatur sebagai kawasan bebas rokok melalui Undang-Undang Kesehatan dan berbagai peraturan turunannya. Alih-alih gerbong merokok, ia menyarankan agar fasilitas lebih ramah bagi kelompok rentan, seperti ruang laktasi, toilet yang lebih luas, dan kenyamanan tambahan bagi ibu hamil, balita, lansia, serta penyandang disabilitas.
PT KAI pun menegaskan seluruh rangkaian kereta adalah zona bebas asap rokok. Area merokok hanya tersedia di stasiun, sementara awak kereta dilarang merokok selama bertugas. Kebijakan ini disebut sebagai bagian dari komitmen menciptakan transportasi sehat dan nyaman bagi semua penumpang, termasuk melindungi perokok pasif.
Lantas, di titik inilah publik bertanya: Kok bisa-bisanya wakil rakyat justru mengusulkan gerbong khusus merokok? Seberapa urgen kebutuhan merokok dalam perjalanan kereta hingga harus difasilitasi secara khusus? Bukankah merokok bertentangan dengan gaya hidup sehat yang tengah digalakkan pemerintah? Alih-alih memberi kenyamanan, bukankah hal itu justru memperluas ruang normalisasi perilaku merokok? Ada apa di balik usulan itu?
Jangan salahkan jika usulan ini dianggap sebagai ide yang “asal usul” dan tidak relevan dengan regulasi transportasi publik. Pada akhirnya, dengan penegasan PT KAI, jelas bahwa kereta api jarak jauh tetap menjadi zona bebas rokok—sebuah keputusan yang jauh lebih berpihak pada kesehatan publik ketimbang pada kepentingan segelintir perokok.
KOMENTAR ANDA