INTERNATIONAL Islamic Economics and Finance Conference for Sustainable Development (IFESDC 2025) resmi ditutup pada 22 Mei 2025 di Markas Besar Bank Dunia, Washington, DC. Konferensi dua hari ini menghimpun lebih dari 200 peserta dari 11 negara, termasuk Amerika Serikat, Indonesia, Malaysia, Brunei Darussalam, Thailand, Bosnia Herzegovina, Pakistan, Belgia, Lebanon, Suriah, dan Arab Saudi. Para peserta terdiri dari akademisi, praktisi, pembuat kebijakan, dan pemimpin komunitas yang berkomitmen terhadap pembangunan berkelanjutan berbasis nilai-nilai etika.
Diselenggarakan oleh Indonesian Muslim Association in America (IMAAM) bekerja sama dengan Universitas Tazkia dan Sakinah Finance, serta didukung oleh The Office of Executive Director for the South East Asia of the World Bank (EDS16), IFESDC 2025 menjadi forum strategis untuk memperkuat kontribusi ekonomi dan keuangan syariah dalam menjawab tantangan global seperti kemiskinan, ketimpangan, dan krisis lingkungan.
Dengan tema “Mengentaskan Kemiskinan dan Meningkatkan Kesejahteraan untuk Pembangunan Berkelanjutan,”konferensi ini menghadirkan sesi panel dan presentasi akademik yang membahas topik-topik seperti inovasi keuangan syariah, integrasi zakat dan wakaf, pengembangan industri halal, inovasi keuangan sosial syariah, dan pembiayaan inklusif bagi kelompok rentan.
Sambutan pembukaan disampaikan oleh Arif Mustofa, Presiden IMAAM dan Ketua IFESDC 2025, serta Wempi Saputra, Direktur Eksekutif EDS16 di Bank Dunia. Ucapan selamat datang disampaikan oleh Elisabeth Huybens, Director, Strategy & Operations, East Asia and Pacific, the World Bank. Pidato utama disampaikan oleh Sri Mulyani Indrawati, Menteri Keuangan Republik Indonesia, dan Nasaruddin Umar, Menteri Agama Republik Indonesia.
Dalam pidato video yang direkam sebelumnya, Sri Mulyani menekankan bahwa ekonomi dan keuangan syariah memiliki kapabilitas dan kewajiban dalam menjawab isu kemiskinan di banyak negara. Ia menyatakan: “Dalam konteks ketidakpastian dan volatilitas saat ini, kekhawatiran utama bagi negara berpendapatan rendah dan menengah adalah sulitnya mencapai tujuan pembangunan. Oleh karena itu, gerakan ekonomi dan keuangan syariah harus menjadi bagian dari solusinya.”
Sementara itu, Nasaruddin menegaskan pentingnya kepemimpinan inklusif dan etis dalam mengatasi tantangan global seperti kemiskinan, ketimpangan, dan harmoni antarumat beragama. Ia juga menyoroti komitmen Indonesia terhadap Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), melalui inisiatif pendidikan, kesetaraan gender, kerja sama lintas agama, dan pemberdayaan ekonomi, khususnya melalui instrumen keuangan syariah seperti zakat, wakaf, dan pembiayaan mikro syariah.
Menteri Agama juga menyatakan kesiapan Indonesia untuk berbagi praktik terbaik dalam moderasi beragama dan pembangunan inklusif, serta menjadikan IFESDC sebagai platform global untuk kolaborasi demi masa depan yang adil dan berkelanjutan.
Setelah sesi utama, para pembicara dari berbagai negara berbagi pengalaman mereka terkait inovasi ekonomi dan keuangan syariah untuk pembangunan berkelanjutan. Hiba Ahmed, mantan Direktur Jenderal Islamic Solidarity Fund for Development (ISFD), menyoroti inovasi dalam keuangan sosial syariah.
Razaq Manan Ahmad dari PT PNM Indonesia membahas pentingnya mikrofinans syariah dalam meningkatkan kesejahteraan. Thaweelap Rittapirom dari Islamic Bank of Thailand, Monem Salam dari Saturna Capital, dan Kaled Elsayed dari Guidance Residential membahas peran lembaga keuangan syariah dan pasar pembiayaan perumahan dalam pembangunan inklusif. Sesi panel tersebut dipandu oleh Murniati Mukhlisin, Founder, Sakinah Finance/Former Rector of Tazkia University.
Sesi kedua dilanjutkan dengan diskusi mengenai tantangan dan peluang dalam menghubungkan kurikulum ekonomi dan keuangan syariah dengan kerangka regulasi. Main Alqudah dari Guidance College membuka sesi dengan konteks Amerika Serikat.
Khoirudin, Ketua DPRD DKI Jakarta, menyampaikan perspektif regulasi serta komitmen untuk pengembangan industri halal, dengan menyatakan: “Kami di Jakarta membuka peluang seluas-luasnya bagi kolaborasi antara pemerintah dan pelaku industri halal. Keikutsertaan kami di IFESDC mencerminkan komitmen tersebut.”
Julius Sutjiadi dari Food Station Tjipinang Jaya menyoroti isu standardisasi, dan Sutan Emir Hidayat dari KNEKS membahas peran kebijakan sebagai penggerak utama. Sesi panel tersebut dipandu oleh Ermin Sinanović, dari Shenandoah University.
Setelah sesi panel, beberapa nota kesepahaman (MoU) ditandatangani yaitu antara Universitas Lampung, Universitas Nahdlatul Ulama NTB, Universitas Muhammadiyah Purwokerto, Universitas Syiah Kuala, dan Universitas Tazkia dengan IMAAM dan Guidance College (Houston, AS). Komitmen kerja sama juga dilakukan dengan George Washington University, AS.
Hari pertama ditutup dengan presentasi makalah akademik terkait keuangan syariah, zakat, dan pemberdayaan ekonomi. Makalah tersebut merupakan hasil seleksi dari call for papers IFESDC dan direncanakan akan diterbitkan akhir tahun ini. Sesi tersebut dipandu oleh Asna Husin dari UIN Ar-Raniry Banda Aceh/Catholic University of America.
Jamuan Makan Malam di KBRI Washington D.C.
Sebagai bagian dari rangkaian konferensi, jamuan makan malam resmi diadakan pada 21 Mei 2025 di Kedutaan Besar Republik Indonesia di Washington D.C. Acara dibuka dengan sambutan oleh Ida Bagus Made Bimantara, Chargé d’Affaires RI untuk Amerika Serikat, yang menyatakan: “Kami menyambut hangat seluruh peserta IFESDC 2025 di KBRI. Forum ini mencerminkan upaya kolektif diaspora, akademisi, dan lembaga keuangan syariah dalam mengusung keadilan sosial di tingkat global.”
Hari Kedua
Hari kedua dimulai dengan sambutan dari Qamar Saleem, Kepala Global SME Finance Forum dari International Finance Corporation (IFC), yang menyoroti peran sektor swasta dalam pembangunan.
Dilanjutkan oleh Ahmad Haikal Hasan, Kepala BPJPH, yang menekankan pentingnya sistem jaminan halal yang kredibel. Ia menyatakan: “Kami yakin integritas sistem halal Indonesia akan menjadi fondasi kepercayaan dalam perdagangan global. Kami siap memperkuat kolaborasi lintas batas agar halal menjadi bagian dari ekosistem pembangunan berkelanjutan.”
Dalam sesi Studi Kasus Proyek Industri Halal Berkelanjutan, Dayangku Rodzi Binti Pengiran Haji Abdul Rahmandari Bank Islam Brunei Darussalam menekankan pentingnya pemberdayaan komunitas dan masa depan yang sejahtera. Cahyo Satrio Prakoso (PT Pembangunan Jaya Ancol), Parama WA Danoesubroto (BankNano), dan Mirza Rahim (PT Transjakarta) juga menunjukkan pentingnya maqashid syariah untuk mencapai tujuan SDGs di berbagai sektor sosial dan swasta. Sesi panel tersebut dipandu oleh Shakir Ullah, dari Fayetteville State University.
KOMENTAR ANDA