Mengkritisi seni musik/Freepik
Mengkritisi seni musik/Freepik
KOMENTAR

BEBERAPA kalangan menyebut musik sebagai sesuatu yang haram, sementara yang lain berpendapat bahwa musik adalah media netral yang dapat digunakan untuk ekspresi kekayaan rohani.

Mengapa ada yang menyebut lagu dan musik itu haram? Kira-kira begini asal-muasalnya:

Tim Tanwirul Afkar pada Fiqh Rakyat Pertarungan Fiqh dengan Kekuasaan (2000: 163) menerangkan:

Melalui pendekatan sosio-historis, Ibnu Khaldun, melihat bahwa munculnya tanggapan negatif terhadap musik, muncul sebagai akibat dari sentimen terhadap produk budaya non-Arab di satu pihak dan keinginan besar untuk menjauhkan umat Islam generasi awal dari perbuatan yang -secara keagamaan- tidak terlalu berguna di pihak lain.

Sejarah mencatat, musik sesungguhnya adalah produk budaya Persia dan Romawi. Musik memasuki dunia Islam melalui pemusik yang menjadi budak sebagai konsekuensi dari perluasan daerah Islam. Itulah sebabnya, musik Arab relatif tidak berkembang. Karena memang akar tradisinya tidak dari situ.

Dari sini bisa dijelaskan mengapa Islam (dalam konteks ini, fikih) tidak terlalu apresiatif terhadap musik. Padahal sesungguhnya musik adalah media netral yang bisa digunakan untuk ekspresi kekayaan ruhani. Musik bisa menjadi negatif, tetapi juga bisa amat positif.

Di dunia sufi, kita bahkan mengenal kelompok sufi (maulawiyah) yang menggunakan medium musik untuk mendekati Tuhan. Maka yang terpenting kemudian, bagaimana mengawal musik untuk tetap berada dalam koridor ajaran Islam. Bukan dengan memberangusnya sama sekali.

Dari perspektif fikih, kita dapat memahami bahwa kalangan ulama mungkin tidak sepenuhnya mengapresiasi musik karena latar belakangnya yang terkait dengan budaya non-Arab. Meskipun demikian, penting untuk diingat bahwa pandangan terhadap musik tidak bersifat mutlak; ada berbagai interpretasi dan pemahaman di kalangan umat Islam.

Terlepas dari pro kontra yang terjadi, sebaiknya kita membuka mata bahwa azan menggunakan irama nan syahdu, bahkan membaca Al-Qur’an juga memakai irama yang indah. Pada masa Rasulullah pun, para sahabatnya telah menyanyikan lagu-lagu dan menggunakan peralatan musik yang masih sederhana.

Dari itulah, perlu bagi kaum muslimin mengetahui bagaimana lagu dan musik menjadi halal atau haram.

Tim Komisi Pembinaan Seni dan Budaya Majelis Ulama Indonesia dalam bukunya Prinsip dan Panduan Umum Seni Islami (2021: 80-81) menguraikan:

Ada beberapa syarat diperbolehkannya seni musik dan lagu, seperti berikut ini:

Pertama, selaras dan sejalan dengan adab-adab Islam serta ajarannya, terutama terkait akidah dan moral. Maka konten lagu yang menampilkan kesyirikan, meragukan dasar-dasar keimanan diharamkan, seperti prinsip ketuhanan, hari kiamat dan kenabian dan rukun iman lainnya.

Kedua, hal yang terkait dengan pelaksanaannya. Misalnya, tema yang disajikan bisa jadi berisi hal baik, tapi jika dinyanyikan oleh seorang perempuan yang membuka auratnya tentu mengakibatkan seni musik dan lagu tersebut menjadi haram, atau dengan suara yang dibuat-buat mendayu-dayu atau memancing nafsu syahwat pendengarnya. Maka kondisi ini bisa mengakibatkan hukum dibolehkan berubah menjadi haram.

Ketiga, kondisi atau keadaan di sekitarnya, jika konten lagu sudah baik, penyanyinya juga melakukannya dengan baik, tapi lagu tersebut diperdengarkan di sebuah pesta yang disajikan minuman khamar atau percampuran tanpa batas antara laki-laki dan perempuan maka hukum karya seni musik seperti ini menjadi haram.

Keempat, produksi karya seni musik ini juga dari sumber yang halal. Sumber pendanaan dari yang halal, dan sumber materi atau kontennya bukan plagiasi atau mencuri karya orang lain. 

Kelima, tidak berlebihan. Hal yang sama dengan konten mubah (yang dibolehkan) yang lainnya seperti makanan dan minuman halal, yaitu porsi yang wajar dan tidak berlebihan. Seni musik dan lagu yang berlebihan sehingga melalaikan shalat atau memalingkan dari membaca Al-Qur’an maka dilarang. Bisa dihukumi makruh, jika tingkat berlebihan terlalu banyak bisa berakibat jatuh pada hukum diharamkan.

Dalam pandangan fikih, seni musik dan lagu dapat dianggap halal jika memenuhi sejumlah syarat tertentu. Keselarasan dengan ajaran Islam, pelaksanaan yang tepat, konteks kondisi sekitar, sumber produksi yang halal, dan ketidakberlebihan menjadi kriteria utama yang harus diperhatikan.

Dengan memahami dan menerapkan syarat-syarat ini, seni musik dan lagu dapat menjadi sarana ekspresi yang mendukung nilai-nilai keagamaan dan moral dalam masyarakat Islam.




Inilah Puasa yang Pahalanya Setara Berpuasa Setahun

Sebelumnya

Saat Itikaf Dilarang Bercampur Suami Istri, Maksudnya Apa?

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Fikih