Kehidupan perempuan dan anak perempuan di Afghanistan masih dikebiri oleh Taliban/Net
Kehidupan perempuan dan anak perempuan di Afghanistan masih dikebiri oleh Taliban/Net
KOMENTAR

SETELAH Dewan Keamanan PBB mengeluarkan resolusi mengutuk keras tindakan Taliban yang membatasi ruang gerak perempuan-perempuan Afghanistan, kini mereka menegaskan tidak akan mengakui Taliban selama hak perempuan-perempuan Afghanistan tidak dikembalikan.

Hal ini disampaikan utusan khusus PBB untuk Afghanistan Roza Otunbayeva di hadapan Dewan Keamanan PBB, Rabu (21/6).

Kepada Taliban, Otunbayeva mengatakan bahwa pembatasan yang mereka lakukan terhadap perempuan dan anak perempuan telah menghambat pengakuan internasional atas peran mereka di Afghanistan.

“Kami telah menyampaikan kepada mereka bahwa selama keputusan ini ada, hampir tidak mungkin pemerintah mereka akan diakui oleh anggota komunitas internasional,” tegas Otunbayeva.

Diketahui, Taliban melarang perempuan Afghanistan untuk bekerja dengan organisasi internasional, termasuk PBB, sejak April 2023. Pada saat ini, PBB tidak mendapat penjelasan apapun oleh otoritas de facto terkait larangan itu dan tidak ada jaminan larangan tersebut dicabut.

Otunbayeva justru menegaskan, staf perempuan Afghanistan tidak akan digantikan oleh laki-laki, serta menuntut Taliban agar mencabut larangan tersebut, sehingga PBB dapat melanjutkan pekerjaannya untuk mendukung rakyat Afghanistan.

“Rezim Taliban tetap picik dan otokratis. Komposisi pemerintahan de facto seluruhnya laki-laki dan hampir seluruhnya berasal dari Pashtun Taliban dan basis politik pedesaan.

Perwakilan PBB akhirnya menyimpulkan perlakuan Taliban terhadap perempuan dan anak perempuan Afghanistan sebagai politik pemisahan penduduk berdasarkan gender (apartheid gender), karena hak-hak perempuan terus dilanggar oleh otoritas de facto negara itu.

“Diskriminasi yang akut, sistematis, dan terlembagakan terhadap perempuan dan anak perempuan adalah inti ideologi dan kekuasaan Taliban, yang juga menimbulkan kekhawatiran bahwa mereka mungkin bertanggung jawab atas apartheid gender,” ujar reporter special PBB untuk HAM di Afghanistan Richard Bennet, kepada Dewan Hak Asasi Manusia di Jenewa.

PBB mendefinisikan apartheid gender adalah diskriminasi seksual ekonomi dan sosial terhadap individu karena jenis kelaminnya.

“Kami menggarisbawahi perlunya eksplorasi lebih dalam masalah apartheid gender ini, yang saat ini bukan termasuk kejahatan internasional, tetapi pada masa mendatang bisa berubah menjadi demikian,” tutur Bennet.

“Jika orang menerapkan definisi apartheid, yang saat ini untuk ras, pada situasi di Afghanistan dan menggunakan gender daripada ras, maka tampaknya ada indikasi kuat tengah mengarah kepada itu (apartheid gender),” tutup dia.




Rakerkesnas 2024, Presiden: Indonesia Harus Bisa Manfaatkan Bonus Demografi

Sebelumnya

Tak Lagi Berstatus Ibu Kota, Jakarta Siap Melesat Jadi Pusat Perdagangan Dunia

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel News