Sejumlah perempuan di Afghanistan berunjuk rasa untuk mendapatkan hak pendidikan/CNN
Sejumlah perempuan di Afghanistan berunjuk rasa untuk mendapatkan hak pendidikan/CNN
KOMENTAR

DISKRIMINASI terhadap perempuan menjadi hambatan utama pengakuan resmi dunia internasional terhadap pemerintah Taliban di bumi Afghanistan.

Anak perempuan dilarang untuk melanjutkan pendidikan di sekolah menengah. Demikian pula pintu perguruan tinggi tertutup bagi remaja perempuan. Lebih jauh lagi, peran perempuan dalam pekerjaan di ranah publik juga dihapus. Perempuan dilarang pergi ke taman. Bahkan salon-salon kecantikan pun ditutup.

Setelah pasukan Amerika Serikat hengkang dari Afghanistan dan Taliban berkuasa kembali, perempuan Afghanistan perlahan-lahan ‘disingkirkan’ dari kehidupan bermasyarakat. Keberadaan fisik, pemikiran, serta sumbangsih perempuan untuk kesejahteraan dan kemajuan bangsa diberangus.

Seolah tak ada yang tersisa untuk perempuan.

Padahal, sebelum musim panas 2021, anak perempuan bersekolah dengan penuh semangat. Mereka memiliki banyak teman. Mereka beraktivitas tanpa ada halangan. Langit adalah batasnya. Perempuan bebas memilih profesi di masa depan mereka. Menjadi ilmuwan, atlet, hingga polisi bukanlah sekadar angan.

Dari berbagai media internasional, kita menyaksikan bagaimana Taliban bergeming, tak peduli berapa kali PBB menegur dan para sukarelawan HAM melaporkan diskriminasi yang kian menjadi-jadi. Padahal ada di antara pejabat Taliban yang memahami bahwa Islam memberikan hak bagi perempuan untuk mendapat pendidikan. Demikian pula negara-negara berpenduduk mayoritas muslim pun menolak tegas peraturan yang diterapkan Taliban.

Penelusuran data yang dilakukan Farah.id, menunjukkan bahwa Taliban mengharapkan kemajuan di negara mereka akan berujung pada pengakuan dunia internasional dan pencabutan sanksi ekonomi. Itu artinya Afghanistan bisa menikmati 7 miliar dolar AS aset bank sentral yang saat ini dibekukan Bank Federal Reserve Amerika Serikat.

Namun keinginan itu tidak sejalan dengan tindakan yang Taliban lakukan. Sistem “negara Islam” yang dijalankan tak jauh berbeda dengan kaum jahiliyah di zaman Nabi Muhammad; merendahkan martabat perempuan.

Padahal sejarah Islam memperlihatkan dua sosok perempuan muslim yang hebat. Siti Khadijah dan Siti Aisyah adalah dua bukti tak terbantahkan bagaimana Islam memberikan ruang kepada perempuan untuk menjadi pengusaha dan intelektual. Menguasai banyak ilmu dan memahami seluk beluk dunia usaha. Keduanya berkontribusi nyata untuk umat.

Menjaga kehormatan perempuan bukan lantas menyuruh perempuan hanya berkutat dengan sumur, dapur, dan kasur. Karena agar perempuan bisa menjadi madrasatul ula (sekolah pertama) bagi anak-anaknya adalah dia harus berwawasan luas dan mempunyai pengetahuan yang luas.

Karena sejatinya menjalankan agama adalah dengan ilmu. Tanpa ilmu, cara kita akan salah kaprah. Hakikatnya tak terjamah. Syariat pun disalahgunakan demi mencapai tujuan pribadi.

15 Agustus 2023, Taliban merayakan dua tahun penaklukan Kabul. Taliban menyerukan rasa bangganya. Ini menjadi perayaan nasional, semua orang diliburkan dari pekerjaan mereka. Mereka yang pro-Taliban menyuarakan dukungan sembari mengutuk masyarakat Barat.

Otoritas Taliban tampaknya memilih ‘menutup mata’ terhadap sebagian besar rakyat Afghanistan yang berjuang menghadapi kekeringan, kelaparan, dan wabah penyakit yang melanda.

Pun bagi perempuan yang terus berusaha mengembalikan hak asasi mereka untuk bisa hidup tenang di negeri sendiri, di hari ini tak ada yang perlu dirayakan.




Rakerkesnas 2024, Presiden: Indonesia Harus Bisa Manfaatkan Bonus Demografi

Sebelumnya

Tak Lagi Berstatus Ibu Kota, Jakarta Siap Melesat Jadi Pusat Perdagangan Dunia

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel News