Ilustrasi
Ilustrasi
KOMENTAR

PERLU ekstra berhati-hati setiap kali membahas tabarruj, sebab sudah tabiat perempuan yang suka memperindah dirinya dan memperhias penampilannya.

Tidak ada larangan terkait dengan kelebihan perempuan yang demikian itu, hanya saja ada tatanan tertentu yang menjadi pagar di antara karakter muslimah dengan tabarruj.

Terlihat cantik itu sah-sah saja, tampil menarik juga tak mengapa, tetapi pahamilah bahwa cukup tipis batasan berhias yang diperbolehkan dengan tabarruj yang malah berpotensi menjerumuskan kepada jurang dosa. Oleh sebab itu pula besar sekali urgensinya mengupas tabarruj dari dimensi fikih.

Haya binti Mubarak AI-Barik dalam buku Ensiklopedi Wanita Muslimah (2020: 153) menguraikan:

Tabarruj ialah tindakan seorang perempuan menampakkan hal-hal yang seharusnya tertutupi di hadapan kaum lelaki yang bukan muhrimnya. Menurut Syaikh Al-Maududi, kata tabarruj bila dikaitkan dengan seorang perempuan, ia memiliki tiga pengertian:

  1. Menampakkan keelokan wajah dan bagian-bagian tubuh yang membangkitkan birahi, di hadapan kaum lelaki yang bukan muhrimnya.
  2. Memamerkan pakaian dan perhiasan yang indah di hadapan kaum lelaki yang bukan muhrim.
  3. Memamerkan diri dan jalan berlenggak-lenggok di hadapan kaum lelaki yang bukan muhrim.

Menurut Al-Qur’an, sunnah Nabi dan kesepakatan para ulama muslim, hukum tabarruj adalah haram.

Demikianlah tiga aspek yang penting dicermati kaum hawa, yang potensial menggelincirkan mereka kepada dosa tabarruj. Rupanya bukan hanya pamer perhiasan saja yang tergolong tabarruj, karena keindahan itu malah lebih banyak didapati pada diri perempuan itu sendiri.

Bahkan, tanpa mengenakan perhiasan apa pun niscaya perempuan itu sudah terlihat indah di mata lelaki. Kaum hawa itu memang sejatinya sudah sangat menarik, dan jika tidak ditata secara bijaksana berpeluang meruntuhkan keimanan lawan jenisnya.

Tidak tiba-tiba saja para ulama mengharamkan tabarruj, Al-Qur’an sudah menegaskan larangan tabarruj pada Surat al-Ahzab ayat 33, yang artinya, “Janganlah tabarruj (berhias) (dan bertingkah laku) seperti orang-orang jahiliah dahulu.

Tabarruj atau berhias berlebihan hanyalah tradisi kaum jahiliah yang dilarang seiring terbitnya cahaya Islam. Karena tabarruj itu lebih banyak mudaratnya, dan menjerumuskan umat manusia dalam kebinasaan.

Di antara dalil yang menjadi alasannya adalah berbagai ketegasan yang ditunjukkan oleh Rasulullah. Larangan tabarruj itu diungkapkan oleh Nabi Muhammad secara detail pada berbagai momen.

Sayyid Sabiq dalam buku Fiqih Sunnah 3 (2017: 495) menjelaskan:

Pada masa kenabian, Rasulullah saw. telah melihat sebagian dari bentuk-bentuk tabarruj. Beliau pun memperingatkan para perempuan bahwa hal ini adalah penyelewengan dari perintah Allah. Beliau mengembalikan mereka ke jalan yang lurus, membebankan tanggung jawab atas penyelewengan ini kepada para wali dan para suami, dan mengancam mereka dengan azab Allah.

Musa bin Yasar meriwayatkan bahwa seorang perempuan melewati Abu Hurairah dengan bau yang menyengat. Abu Hurairah pun bertanya kepadanya, “Ke mana kamu hendak pergi?”

Perempuan itu menjawab, “Ke masjid.”

Abu Hurairah bertanya lagi, “Dan kamu memakai minyak wangi?”

Perempuan itu menjawab, “Ya.”

Abu Hurairah berkata, “Pulang dan mandilah. Sesungguhnya aku telah mendengar Rasulullah saw. bersabda, ‘Allah tidak menerima salat seorang perempuan yang keluar ke masjid, sementara baunya sampai dia pulang dan mandi.’ Beliau memerintahkannya untuk mandi agar baunya hilang.”

Bahkan Nabi Muhammad saw. itu sendiri gemar mengenakan minyak wangi dan pada berbagai kesempatan menganjurkan pemakaiannya. Jadi, yang tergolong tabarruj itu adalah aroma minyak wangi yang menyengat, yang saking dahsyatnya dapat menjadikan fantasi laki-laki semakin liar, dan parahnya kosentrasi shalat malah rusak disebabkan wewangian yang demikian menggetarkan. Selain di luar kegiatan di masjid, maka penggunaan minyak wangi pun perlu ditakar dalam level sewajarnya.

Sayyid Sabiq (2017: 496) menceritakan:

Aisyah meriwayatkan bahwa ketika Rasulullah saw. sedang duduk di masjid, seorang perempuan dari Muzainah masuk ke dalam masjid sambil berlagak dengan perhiasan yang dimilikinya.

Nabi saw. pun bersabda, “Wahai manusia, laranglah istri-istri kalian untuk memakai perhiasan dan berjalan dengan sombong di dalam masjid. Sesungguhnya Bani Israil tidak dilaknat sampai istri-istri mereka memakai perhiasan dan berjalan dengan sombong di dalam masjid. “

Ada sejumlah poin menarik yang tersirat dari hadis ini, bahwa memamerkan perhiasan lalu berlagak dengan sombong tergolong tabarruj yang diharamkan. Boleh saja perempuan memiliki perhiasan sebagai investasi, atau mengenakan perhiasan untuk memperindah penampilan, tetapi yang diharamkan adalah memamerkannya dalam pekatnya aroma kesombongan.

Keindahan yang dimiliki bukanlah menjadikan perempuan itu bersalah apalagi berdosa. Perbuatan yang diharamkan itu hanyalah tabarruj yang potensial menjerumuskan kepada kelemahan yang membahayakan. Berhias pun telah menjadi kecenderungan kaum hawa, tetapi takaran yang berlebihan serta aroma kesombongan yang diharamkan.




Inilah Puasa yang Pahalanya Setara Berpuasa Setahun

Sebelumnya

Saat Itikaf Dilarang Bercampur Suami Istri, Maksudnya Apa?

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Fikih