In Memoriam Intansari Fitri, Pendiri Majalah Farah
In Memoriam Intansari Fitri, Pendiri Majalah Farah
KOMENTAR

Dari lima bersaudara, ternyata hanya Intan yang meneruskan profesi sang ayah menjadi wartawan.

Selepas kuliah di Unisba, Bandung, Intansari Fitri mengawali karier dengan menjadi jurnalis di koran Rakyat Merdeka (Jawa Pos Group) pada 2000.

Di kantor koran ini ia bertemu jodoh, seorang pemuda yang sama-sama berprofesi wartawan, sama-sama pula lulusan universitas di kota Bandung, Teguh Santosa, yang pada 2000 merupakan wartawan politik di koran itu.

Intan yang berpembawaan tenang dan terkesan tak suka banyak berbicara tidak hanya memiliki passion yang kuat terhadap jurnalisme, ia juga mengenyam pengalaman sebagai wartawan lapangan. Pernah terjun meliput aksi-aksi demonstrasi yang marak antara 2000-2001 dan melakukan liputan berita-berita politik.

Saat Rakyat Merdeka menerbitkan koran keluarga Hallo Sayang, ia diminta ikut bergabung, karena intuisi jurnalistik yang kuat dan skill-nya dalam bidang tulis-menulis dapat diandalkan.

Dua sejoli jurnalis Rakyat Merdeka, Intan dan Teguh ini, akhirnya memutuskan untuk menikah pada Mei 2003 dalam sebuah resepsi yang banyak dihadiri oleh orang-orang pers, bertempat di Wisma Antara, Jakarta.

Setelah menikah, kecintaan mereka terhadap jurnalisme terus dilanjutkan. Sementara sang suami, Teguh Santosa, terus berkiprah dengan memimpin Rakyat Merdeka Online, melakukan lawatan jurnalistik ke berbagai belahan dunia, menjadi pengurus PWI Pusat, sambil berkecimpung di dunia akademisi sebagai dosen, yang kemudian mendirikan Republik Merdeka Online dan memimpin Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI), serta berbagai aktivitas lainnya, Intansari Fitri mendirikan Majalah Farah.

Jalan hidup keduanya ternyata diikat oleh minat yang sama, yaitu jurnalistik. Sebuah profesi enlighten (mencerahkan), educate (mendidik), and inspire (menginspirasi) yang dilandasi oleh idealisme yang berorientasi kepada kemanusiaan.

Dari segi ini jalan hidup Intan dan Teguh mengingatkan penulis kepada beberapa pasangan suami-istri yang bergelut di lapangan pers nasional, yang selain mengayuh bahtera rumah tangga secara bersama, mereka juga menjalani profesi serupa.

Seperti halnya BM Diah dan Herawati Diah dengan koran Merdeka-Indonesia Observer, Abdul Aziz dan Tuty Azis dengan Surabaya Pos, Rosihan Anwar dan Siti Zuraida Thamrin dengan Asia Raya-Pedoman, serta beberapa tokoh pers lainnya.

Di tengah kekosongan media yang sangat sedikit memberikan porsi kepada persoalan perempuan, rumah tangga,  pendidikan, dan juga masalah kesehatan, almarhum Intansari Fitri memilih untuk mengibarkan Majalah Farah sebagai media yang menyuarakan persoalan-persoalan tersebut.

Tentang pentingnya arti kesehatan bagi kaum perempuan masih sempat ia tunjukkan beberapa hari sebelum dipanggil Sang Khaliq.

Sambil berbaring dengan tangan terbalut selang infus di ruang perawatan Paviliun Kencana di RSCM, ia sempat mem-briefing sejumlah staf redaksi Farah.id mengenai persiapan acara “Breast Cancer Charity Day: One Day With Breast Cancer Survivor, Let’s Make Them Happy”, yang diselenggarakan Farah.id, Sabtu (29/10) yang lalu.

Kegiatan ini telah direncanakan dan dipersiapkan oleh almarhumah sejak Agustus lalu.

Acara dihadiri oleh para penyintas kanker payudara. Yang menjadi pembicara adalah Dr dr Diani Kartini, SpB(K)Onk dan Dr dr Diana Sunardi, M. Gizi, SpGK. Juga wartawati senior dan penyintas kanker payudara Dian Islamiati Fatwa.

Acara berjalan sukses dan mendapatkan dukungan luas dari berbagai kalangan. Antara lain dari Ketua Umum Cancer Information Support Centre (CISC) Aryanthi Baramuli Putri dan Ketua Umum Ikatan Keluarga Wartawan Indonesia (IKWI) Indah Kirana Atal Depari. Juga Pembina JMSI Djan Faridz.

Intansari Fitri yang merupakan belahan jiwa bagi suami dan ketiga anaknya, serta merupakan sahabat yang baik bagi para kolega, dalam usia yang masih relatif muda dan produktif pergi menaburkan legacy, cinta, inspirasi, serta kenangan yang baik.

Mungkin bukan sebuah kebetulan Majalah Farah yang dipimpinnya  menggunakan semboyan Educating and Inspiring, yang menggambarkan tekad dan semangatnya untuk mewujudkan cita-cita hidupnya sebagai jurnalis.

Semogalah tulisan sederhana ini menjadi pengiring doa untuk almarhumah dalam menuju jalan terang ke pangkuan Ilahi Yang Maha Penyayang.

Allahummaghfirlahu warhamhu wa'afihi wa'fuanhu...

Catatan Arief Gunawan, wartawan senior/anggota Dewan Pakar JMSI




Memaknai Hakikat Perempuan Hebat dari Sosok Mooryati Soedibyo: Empu Jamu Indonesia hingga Menjadi Wakil Rakyat

Sebelumnya

Mooryati Soedibyo Tutup Usia

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Women