KOMENTAR

Nabi Muhammad saw. berkata, “Apabila di tengah-tengah kalian ada orang yang meninggal, beri tahulah aku!”

Kemudian, Nabi Muhammad saw. menyalatinya. Nabi Muhammad saw. bersabda, “Aku melihat dia di dalam surga sebab kotoran dari masjid yang ia bersihkan.”

Sulit menemukan hal keren dari apa yang dikerjakan Ummu Mahjan, yang sehari-harinya menyapu di masjid. Tidak mungkin pula dirinya berharap gaji yang mentereng. Namun, profesinya itu mendapatkan perhatian yang istimewa dari Rasulullah.

Dan segala cinta yang dipersembahkan Ummu Mahjan selama menjalani profesi penyapu masjid berbalas kemuliaan di surga.

Dari penghargaan yang diperlihatkan oleh Nabi Muhammad dapatlah diketahui perlunya menghargai apapun profesi orang lain. Karena penyapu masjid pun sangat dihormati oleh Rasulullah, sebagaimana Ummu Mahjan memperoleh penghargaan teramat mulia.

Apabila ditemukan orang yang mencintai profesinya, maka hargailah! Sebab dirinya tergolong manusia yang sukses berdamai dengan dirinya sendiri. Dia telah menemukan hikmah-hikmah kebenaran pada takdir yang telah dianugerahkan Ilahi Rabbi.

Oleh sebab itu, jangan dilihat prestisenya, gajinya, seragamnya dan atribut yang melekat padanya, melainkan hargailah sedalam apa dirinya mencintai apa yang tengah dikerjakannya.

Cintailah apa yang tengah dikerjakan dan selanjutnya serahkan kepada Allah Swt. bagaimana yang terbaik di masa mendatang.

Kembali yuk ke lanjutan kisah pembuka!

Roda nasib terus bergulir, kehidupan umat manusia pun naik turun sesuai garis perjuangannya. Era reformasi pun melanda Indonesia, dan merubah tatanan kehidupan berbangsa bernegara. Demokrasi begitu dipuja yang sekaligus membuka kesempatan bagi siapapun terjun ke gelanggang politik.

Maka terbukalah kesempatan bagi sang ustazah terjun ke dunia politik. Dirinya tidak perlu pening seperti pihak-pihak lain yang perlu menggelontorkan biaya milyaran rupiah. Sebab sekian lama menjadi ustazah tarkam dirinya punya pendukung amat banyak, cukup membuat dirinya berhasil menduduki suatu jabatan penting.

Orang-orang pun terpana, profesi ustazah justru mengantarkan dirinya ke puncak kegemilangan, karena dirinya memiliki modal jaringan sosial yang mumpuni.

Kendati telah duduk di jabatan metereng, tetapi bukan prestise yang membuat dirinya mencintai pekerjaan tersebut. Alasannya, sebab jabatan itu membuatnya makin mudah mendekat ke rakyat, bersosialisasi dengan masyarakat.

Jabatan mentereng tidak membuatnya berubah, dia tetap menjadi ustazah tarkam, yang bergerak dari kampung ke kampung menyimak keluh-kesah rakyat jelata. Apapun profesi selama dekat dengan rakyat biasa, itulah yang dicintainya.

Tidak setiap orang beruntung menjalani profesi yang sesuai dengan kecintaannya, sehingga dia dapat menikmati beratnya pekerjaan. Lantas, bagaimana dengan orang yang menjalani profesi yang tidak dicintai?

Maka bersabarlah! Barangkali ini bagian dari ujian hidup yang meningkatkan kualitas diri. Bisa juga kita berupaya membuka peluang dan berjuang merebut pekerjaan yang memang layak dicintai.

Sekiranya tidak ada opsi berpindah ke profesi lain, maka cobalah belajar untuk mencintai pekerjaan yang ada saat ini. Sayang sekali kalau hidup yang sekali ini memikul beban berat pekerjaan dan malangnya tidak pula dicintai.  




Memahami Faedah Bertawakal untuk Membebaskan Diri dari Penderitaan Batin

Sebelumnya

Menjadi Korban Cinta yang Salah

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Tadabbur