SETIAP tanggal 23 Juli, Indonesia memperingati Hari Anak Nasional (HAN). Di tahun 2025 ini, peringatan HAN mengusung tagline “Anak Hebat, Indonesia Kuat menuju Indonesia Emas 2045” —sebuah seruan yang tidak hanya sekadar seremonial, tapi harus jadi pengingat bagi seluruh elemen bangsa bahwa masa depan Indonesia ditentukan oleh bagaimana kita menjaga, mendidik, dan membentuk anak-anak hari ini.
Namun, di balik perayaan tahunan ini, kegelisahan besar masih menyelimuti: Apakah anak-anak Indonesia benar-benar terlindungi?
Dalam keseharian, kita menyaksikan semakin banyak orang tua yang terjebak dalam rutinitas dan dunia digital, hingga lupa hadir secara emosional bagi anak-anak mereka.
Banyak anak tumbuh dengan perhatian yang minim, di antara layar-layar gawai dan media sosial, tanpa pendampingan yang cukup. Screen time berlebihan menjadi “pengasuh utama” di rumah, menggantikan interaksi hangat dan percakapan bermakna.
Tak hanya itu, kecanduan game online kian menjangkiti anak-anak usia dini, membuat mereka kehilangan kemampuan fokus, mengatur emosi, bahkan menjauh dari kehidupan sosial nyata.
Di sisi lain, dunia internet yang kejam dan tak berfilter membuat mereka rentan mengalami cyberbullying, terpapar konten tidak layak, hingga menyerap kata-kata kasar yang kini justru dianggap keren—bahkan jadi bagian dari identitas “anak zaman now”.
Sistem pendidikan formal pun masih kerap terjebak pada pencapaian akademik, tanpa cukup ruang bagi pembentukan karakter, empati, dan moral. Bullying masih menjadi momok, bahkan hingga ke pelosok desa—menunjukkan bahwa lingkungan belajar kita belum sepenuhnya aman bagi tumbuh kembang anak.
Orang tua harus menyadari bahwa yang dibutuhkan adalah mendidik anak untuk menjadi tangguh. Anak yang kelak mampu bangkit ketika mengalami kegagalan demi kegagalan. Anak yang kelak memiliki rasa percaya diri dan keberanian untuk menantang masa depan. Anak yang berpegang teguh pada iman, taat beribadah, menghormati orang tua, dan menyayangi sesama manusia.
Ingatlah, rasa sayang bukan hanya bisa diwujudkan dalam bentuk materi. Justru ketegasan orang tua untuk membentuk pribadi anak yang disiplin adalah wujud kasih sayang yang terbesar. Karena kedisiplinan adalah kunci kesuksesan di masa depan anak.
Hari Anak Nasional bukan sekadar perayaan. Ini adalah alarm bagi kita semua—orang tua, pendidik, pemerintah, dan masyarakat—untuk benar-benar peduli dan bertindak. Mari wujudkan Indonesia yang benar-benar ramah anak, karena masa depan bangsa ini tergantung pada siapa mereka hari ini.
Selamat Hari Anak Nasional 2025, Mari Lindungi Generasi Penerus Bangsa.
KOMENTAR ANDA