MESKIPUN gencatan senjata telah diumumkan, kekerasan masih terus membara di Provinsi Suwayda, Suriah selatan. Bentrokan sporadis, serangan drone, dan pertempuran darat kembali mengguncang wilayah tersebut dan sekitarnya, mendorong lebih dari 145.000 orang meninggalkan rumah mereka.
Menurut laporan Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA) pada Rabu (23/7), eskalasi kekerasan yang terjadi antara 20 hingga 22 Juli meliputi serangan mortir serta aktivitas pengintaian udara yang mengakibatkan korban luka di kalangan warga sipil. Ribuan orang dipaksa mengungsi, banyak di antaranya tetap tinggal di Suwayda, sementara lainnya melarikan diri ke wilayah tetangga seperti Daraa dan Damaskus Pinggiran.
Situasi kemanusiaan di Suwayda kini sangat memprihatinkan. Gangguan besar terjadi pada pasokan listrik, air bersih, bahan bakar, dan layanan komunikasi. Bahkan kebutuhan dasar seperti pangan makin sulit dipenuhi akibat rusaknya jaringan pasar dan penutupan toko roti. Ketahanan pangan masyarakat lokal terus merosot.
Sejumlah organisasi kemanusiaan telah mengerahkan bantuan, termasuk layanan kesehatan, perlindungan, makanan, air, dan barang nonmakanan. Namun, akses yang terbatas dan kondisi keamanan yang labil menjadi tantangan utama dalam penyaluran bantuan.
Dua kali pengiriman bantuan dari Bulan Sabit Merah Arab Suriah (SARC) telah mencapai sebagian wilayah Suwayda dan Salkhad, membawa makanan, bahan bakar, serta pasokan medis.
PBB menyoroti bahaya yang terus mengintai para pengungsi, termasuk tempat penampungan yang terlalu padat, sanitasi yang buruk, dan ancaman bahan peledak di wilayah konflik.
Risiko perlindungan bagi populasi yang sudah rentan kini semakin tinggi, menandakan bahwa krisis kemanusiaan di Suriah masih jauh dari kata usai. Dunia pun diingatkan untuk tidak menutup mata terhadap penderitaan yang terus berlangsung.
KOMENTAR ANDA