Ilustrasi/ Net
Ilustrasi/ Net
KOMENTAR

RUKHSHAH atau keringanan memang sudah menjadi paket istimewa dalam ajaran Islam, karena agama suci ini tidaklah kaku, melainkan begitu luwes dengan situasi dan kondisi, sekaligus juga amat manusiawi.

Adakalanya seseorang akan kesulitan melepas alas kakinya, semisal polisi atau tentara yang bertugas menjaga keamanan, betapa sulit melepas dan memasang kembali sepatunya, sedangkan aparat itu terus bersiaga agar situasi terkendali. Ada masanya kita pun dalam perjalanan jauh, yang mana waktu shalat sudah demikian mepet, dan membuka sepatu menjadi sukar.

Nah, itu baru contoh dari berbagai keadaan yang membuat kita yang hendak berwudu kesulitan melepaskan sepatu. Padahal, agama Islam jauh-jauh hari telah memberikan keringanan (rukhshah), berupa mengusap khuf.

Dari segi kepraktisan dan juga menghadapi kondisi darurat, maka keringanan dalam urusan berwudu yang dibuka oleh fikih Islam pun boleh dimanfaatkan. Dari itulah pembahasan mengusap khuf tetap relevan hingga dewasa ini.

Muhammad Fu’ad Abdul Baqi dalam buku Hadis Shahih Bukhari Muslim Jilid 1 (2021: 106) menguraikan sebuah hadis:

Al-Mughirah bin Syu’bah berkata, Rasulullah keluar untuk buang hajat, dia mengikutinya sambil membawakan ember berisi air. Sesudah selesai buang hajat, Mughirah menuangkan air untuk Nabi yang beliau pakai untuk berwudu dan mengusap dua sepatu but (khuf).” (HR. Bukhari)

Demikianlah amalan yang dilakukan oleh Rasulullah, di mana beliau berwudu sebagaimana biasa, terkecuali tidak membasuh kedua kakinya, lalu menggantinya dengan cukup membasuh khuf (sepatunya) saja.

Nah, khuf itu sendiri apa sih?

Ahmad Sarwat pada bukunya Mengusap Sepatu Bukan Kaus Kaki (2018: 10) menerangkan, khuf adalah sebutan untuk khuf yang sifatnya khusus, yaitu khuf atau segala jenis alas kaki yang bisa menutupi tapak kaki hingga kedua mata kaki baik terbuat dari kulit maupun benda-benda lainnya. Di mana alas kaki bisa digunakan untuk berjalan kaki.

Bagi yang mengqiyaskan sepatu tergolong sebagai khuf, maka pahami dulu kriterianya, yakni menutupi keseluruhan telapak hingga mata kaki, ya!

Mengusap khuf merupakan suatu rukhshah atau keringanan dalam urusan berwudu, dan sifatnya adalah pilihan, boleh dilakukan dan boleh juga tidak.   

Lebih lanjut Ahmad Sarwat (2018: 11-12) mengungkapkan, mengusap khuf merupakan bentuk keringanan yang diberikan oleh Allah kepada umat Islam. Biasanya terkait dengan masalah udara yang sangat dingin padahal ada kewajiban untuk berwudu dengan air dan hal itu menyulitkan sebagian orang sehingga dibolehkan dalam kondisi tertentu untuk berwudu tanpa membuka khuf atau mencuci kaki.

Untuk kehidupan modern, yang mana umat manusia terikat dengan tugas-tugas yang genting, atau terlibat dalam perjalanan atau urusan yang mendesak, maka ada alasan mengusap khuf yang lebih moderat.

Wahbah az-Zuhaili pada kitab Fiqih Islam wa Adilatuhu Jilid 1 (2021: 394) menerangkan, mengusap khuf disyariatkan sebagai satu rukhshah (keringanan). Menurut pandangan keempat mazhab fikih, ia dibolehkan baik pada waktu musafir ataupun tidak, bagi lelaki ataupun perempuan.

Keringanan ini adalah satu kemudahan untuk kaum muslimin, terutama pada musim dingin, dalam perjalanan, dan bagi mereka yang senantiasa dalam tugas seperti tentara, polisi, penuntut ilmu dan sebagainya.

Begitulah indahnya ajaran Islam, keringanan itu diberikan dalam makna yang luas. Tidak mesti dalam perjalanan saja, bolehnya mengusap khuf juga boleh di saat mukim sekalipun. Ya, disesuaikanlah dengan kebutuhan dari situasi dan kondisi yang kita hadapi.

Dan bagi yang menjatuhkan pilihan mengusap khuf, maka penting baginya memperhatikan yang berikut ini. Sebagaimana Syaikh Sulaiman Ahmad Yahya Al-Faifi dalam bukunya Ringkasan Fikih Sunnah Sayyid Sabiq (2013: 38) menerangkan:    

Syariat mengusap khuf berlaku bagi seseorang yang dalam keadaan suci, lalu memakai khuf. Bagi seseorang yang dalam keadaan suci lalu memakai khuf, jika nanti batal wudunya, dia tak perlu melepas khuf saat berwudu. Cukup membasuh bagian permukaan sepatu, tanpa melepas khufnya.

Berdasarkan hadis Mughirah bin Syu’bah, dia berkata, suatu malam dalam perjalanan bersama Rasulullah aku memancurkan air untuk beliau. Maka beliau membasuh wajahnya dan kedua tangannya, dan mengusap kepalanya.

Kemudian aku menunduk untuk melepas sepasang khuf beliau, namun beliau berkata, “Biarkan keduanya karena saya memakainya dalam keadaan suci.” Kemudian beliau mengusap keduanya. (HR. Bukhari dan Muslim)

Agar lebih terarah dalam mengamalkannya, maka menjadi perlu memahami tata caranya. Berhubung mengusap khuf bukanlah sesuatu yang sering dilakukan, demi menghindari kekeliruan, hendaknya dicerna lebih dulu penjelasannya.

Wahbah az-Zuhaili dalam buku Fiqih Islam wa Adilatuhu Jilid 1(2021: 394) menerangkan, mengusap khuf merupakan pengganti untuk membasuh kedua kaki dalam berwudu. Dari segi bahasa, khuf berarti ‘menggerakkan tangan di atas sesuatu.’ Sedangkan dari segi syara’, khuf berarti menyentuh khuf yang tertentu dan di tempat tertentu, dengan tangan yang dibaasahi dengan air dan dilakukan pada waktu tertentu.

Bagian tertentu yang perlu diusap adalah bagian luar kedua khuf saja, bukan bagian dalamnya. Lama waktunya adalah sehari semalam bagi yang bermukim dan tiga hari tiga malam bagi mereka yang musafir.

Tetapi yang perlu diperhatikan, mengusap khuf hanyalah keringanan, sehingga tidak akan berlaku selamanya. Akan tiba masanya di mana mengusap khuf menjadi batal, dan tidak berlaku lagi.
Syaikh Sulaiman Ahmad Yahya Al-Faifi (2013: 38) mengungkapkan, hukum mengusap khuf menjadi gugur dalam kondisi sebagai berikut:
(a). Jangka waktunya habis.
(b). Mengalami janabat (keluar sperma atau selesai melakukan hubungan suami istri).
(c). Jika ia melepas khufnya.




Betapa Berat Kafarat Jima’ Saat Berpuasa

Sebelumnya

Sahur Itu Sunnah

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Fikih