KOMENTAR

Nafisah datang kepada Khadijah untuk melaporkan hasil kerjanya. Khadijah juga mengutus orang untuk datang kepada pamannya, Amru bin Asad, agar menikahkan dia dengan Rasulullah. Paman Khadijah pun hadir dan Rasulullah juga datang sebagai pengantin laki-laki. Rasulullah akhirnya menikah dengan Khadijah pada usia 25 tahun, sedangkan Khadijah sendiri pada waktu itu berusia 40 tahun.

Tidak secepat sebagaimana dialog di atas, karena terlebih dahulu ada proses saling mengenal yang ditempuh oleh Khadijah dan Nabi Muhammad. Keduanya telah saling memahami karakter masing-masing dan sudah menemukan kecocokan. Dan peran Nafisah sebagai perantara tetap saja penting, mengingat kehadiran pihak ketiga bagaikan jembatan antara dua hati.

Tidak berlama-lama kemudian pernikahan Nabi Muhammad dan Khadijah pun digelar meriah. Kedua insan merupakan sosok penting di kota Mekah, yang membuat pernikahan mereka merupakan kegembiraan bagi khalayak ramai.

Ibnu Qayyim Al-Jauziyah dalam buku Kelengkapan Tarikh Rasulullah (2012: 61) menguraikan, di tempat dan waktu yang ditetapkan, Rasulullah saw. yang ditemani oleh paman-pamannya, seperti Hamzah dan Abbas. Dari pihak Khadijah, turut hadir juga anak pamannya, Waraqah bin Naufal, dan anak saudara lelakinya, Hakim bin Hizam bin Khuwailid. Tak lama kemudian Abu Thalib berdiri dan menyampaikan khutbah nikah di hadapan hadirin.

Akhirnya Amru bin Asad berkata, “Wahai sekalian kaum Quraisy, saksikanlah bahwa aku telah menikahkan Muhammad bin Abdullah dengan Khadijah binti Khuwailid.”

Pesta pernikahan pun diselenggarakan oleh Rasulullah saw. dengan meriah. Tak ayal, cita-citanya yang telah terwujud membuat Khadijah begitu gembira sekali dapat menikah dengan Muhammad saw.

Kegembiraan bukan hanya milik mereka berdua saja, juga menjadi bagian dari hidup Abu Thalib yang paling indah.

Tidak dapat diabaikan kegembiraan Abu Thalib dan Fatimah binti Asad yang telah mengasuh semenjak kecil hingga Nabi Muhammad berumahtangga. Pernikahan meriah itu juga merupakan suatu persembahan cinta dari paman dan istrinya yang benar-benar menggugah hati.

Sayangnya, imajinasi berlebihan terkait pernikahan suci ini dapat menggiring terciptanya opini keliru. Ada yang menganggap pernikahan Nabi Muhammad berhubungan dengan motif harta, mengingat Khadijah janda kaya raya sedangkan Rasulullah digambarkan tak berharta.

Tentunya pandangan ini keliru disebabkan data-data sejarah yang tidak akurat. Karena faktanya Nabi Muhammad adalah pebisnis yang handal, sehingga memiliki kemampanan ekonomi dari keahliannya berdagang. Buktinya, beliau mampu mempersembahkan mahar 20 ekor unta yang tentu harganya teramat mahal, yang tidak sembarang orang mampu melakukan hal serupa.

Ibnu Hisyam dalam buku Sirah Nabawiyah (2019: 83-84) mengungkapkan, Muhammad menyerahkan mahar berupa 20 ekor unta betina muda. Khadijah adalah perempuan pertama yang dinikahinya. Selama menikah dengannya, Muhammad tidak pernah menikah dengan perempuan lain sampai Khadijah wafat.

Mahar yang diberikan Nabi Muhammad adalah 20 ekor unta muda, sumber lain menyebutkan beliau menyerahkan mahar 12,5 uqiyah emas. Mahar itu cukuplah menggambarkan Nabi Muhammad adalah pria yang mempunyai kekuatan finansial yang bagus.

Ibnu Qayyim Al-Jauziyah (2012: 62-63) menguraikan, usai menggelar pesta pernikahan, Rasulullah saw. pindah ke rumah Khadijah untuk mengawali awal kehidupan rumah tangga bersamanya. Dari rahim Khadijah, Rasulullah saw. dianugerahkan anak laki-laki dan anak perempuan. Khadijah dianggap sebagai wanita pertama yang dinikahi Rasulullah saw.

Seluruh anak Rasulullah saw. dilahirkan olehnya kecuali Ibrahim saja yang beribu-kan Mariyah Al-Qibtiyah. Anak pertama yang dilahirkan Khadijah adalah Al-Qasim, hingga akhirnya Rasulullah saw. memiliki nama panggilan Abu Al-Qasim.

Selanjutnya adalah Zainab, Ruqayyah, Ummu Kaltsum, dan Abdullah yang diberi gelar dengan At-Thayyib (yang baik) dan At-Thahir (yang suci). Seluruh anak lelaki Rasulullah saw. meninggal dunia saat masih kecil.

Sepanjang hayat Khadijah, Nabi Muhammad tetap menjadi seorang monogami tulen. Berikutnya sejarah mencatat betapa dahsyatnya persembahan cinta dari Khadijah, dan dari rahimnya pula Rasulullah mendapatkan keturunan, serta bersama dirinya pula beliau berjuang menegakkan syiar Islam.

Demikianlah pernikahan Khadijah dengan Nabi Muhammad yang membuktikan, rumah tangga idaman itu perlu diperjuangkan, jangan pernah menyerah demi meraih singgasana cinta. Setiap perempuan meneladani Khadijah, agar tidak sungkan berjuang demi suami idaman.
 




Belum Ada Perang Seunik Perang Ahzab

Sebelumnya

Mukjizat Nabi pada Periuk Istri Jabir

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Sirah Nabawiyah