Ilustrasi/ Net
Ilustrasi/ Net
KOMENTAR

Reformasi & Kebebasan Pers

Pada 15 Oktober 1998, hasil diskusi para wartawan dan akademisi di Jakarta menghasilkan pernyataan tentang kebebasan pers. Kebebasan pers dirumuskan sebagai kebebasan dari ancaman, paksaan, tekanan, dalam bentuk apa pun dan dari pihak mana pun, untuk menyampaikan informasi.

Pada 13 November 1998, MPR mengeluarkan Ketetapan MPR No. XVII/MPR/1998 tentang Hak Azasi Manusia, yang mencantumkan pasal-pasal tentang hak kemerdekaan menyatakan pikiran; kemerdekaan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat; serta hak atas kebebasan informasi, termasuk hak “mencari, memperolah, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.”

Kemudian pada 23 November, sejumlah wartawan dan pendukung kebebasan pers termasuk Rosihan Anwar, hakim Benjamin Mangkudilaga, dan para aktivis LSM membentuk Komite Kebebasan Pers. Misi mereka adalah memperjuangkan jaminan dan perlindungan atas kebebasan pers.

Satu hal yang juga layak diapresiasi adalah dukungan menteri penerangan Mohamad Yunus. Ia mendapat pujian Committee To Protect Journalist yang berpusat di AS karena mengundang pengurus UNESCO dan Article 19 membantu menyempurnakan UU Pers. Article 19 adalah lembaga anti-sensor nonpemerintah di Inggris.

Pada kepemimpinan Yunus, pemerintah mengeluarkan UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. UU baru tersebut menghapus izin penerbitan pers dan Dewan Pers sepenuhnya bebas dari dominasi dan intervensi pemerintah. Kemudian pada tahun 2000, Presiden Abdurrahman Wahid mengesahkan Dewan Pers beranggotakan sembilan orang yang diketuai Atmakusumah Astraatmadja.

Euforia demokrasi dan kebebasan pers pada awal reformasi membawa dampak positif sekaligus negatif.

Ratusan penerbitan pers bermunculan. Banyak yang tidak profesional, cenderung sensasional, terbit tidak konsisten, dan mengabaikan standar jurnalistik universal. Banyak orang memprotes pemberitaan yang melanggar kode etik jurnalistik. Pun rekrutmen personel tanpa strategi tak jarang menyebabkan banyak perusahaan pers gulung tikar. Walhasil, banyak wartawan kehilangan pekerjaan.

Tantangan Terkini

Presiden Joko Widodo dalam sambutannya pada Kongres VI Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia, Oktober 2021, menegaskan komitmen pemerintah untuk menjaga kemerdekaan pers dan memberi ruang bagi insan pers dalam menyuarakan kepentingan publik, bersikap kritis, dan memberi solusi bagi pemerintah.

Semakin berkembangnya teknologi informasi dan dunia digital, tantangan bagi insan pers juga semakin besar dalam menjaga kredibilitas. Platform media online yang jumlahnya puluhan ribu harus berjalan kompak dalam menjaga dinamika ipoleksosbudhankam di tengah masyarakat.

Di sinilah diperlukan tanggung jawab moral insan pers untuk menaati kode etik jurnalistik dan memegang teguh perannya sebagai agent of change dalam membela kepentingan masyarakat.

Dihimpun dari berbagai sumber.




Tokoh Pers dan Perfilman Nasional Salim Said Meninggal Dunia

Sebelumnya

Din Syamsuddin Jadi Pembicara dalam Sidang Grup Strategis Federasi Rusia-Dunia Islam di Kazan

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel News