Di antara airmata itu, juga mengalir dari suami-suami yang amat menyayangi dan menghormati istrinya/ Net
Di antara airmata itu, juga mengalir dari suami-suami yang amat menyayangi dan menghormati istrinya/ Net
KOMENTAR

Suami #1:
“Seumur hidup, belum pernah saya dibuat menangis oleh perempuan, kecuali karena istri,” ujarnya tersedu.

Lelaki muda itu mengutarakan perangai istrinya yang pantang kalah, bukan dalam perkara kebaikan melainkan urusan pamer harta. Ketika tetangga punya barang-barang baru, sekejap mata benda yang lebih baik dari itu harus hadir di rumah. Persaingan tidak sehat tersebut memercikkan bara ketegangan dengan tetangga.

Dan yang mengerikan, silih berganti pria berdatangan ke rumah. Istrinya bukan berselingkuh, melainkan mereka adalah debt collector bertampang sangar yang mengamuk serta menorehkan aib di muka.

Sebagai suami, dia telah berusaha menasehati baik-baik. Hasilnya nihil. Bahkan dalam doa-doa panjangnya ia menghaturkan pinta pada Tuhan, tetapi istrinya masih gelap mata. Hingga airmatanya mengalir, sementara istri tiada peduli.

Suami #2:
“Selama menikah, hidupnya belum pernah enak,” ujarnya sambil menyeka lelehan airmata.

Aslinya, sang istri adalah putri pengusaha kaya raya. Demi mendampingi perjuangan bisnis suami tercinta, dia rela tinggal mengontrak di paviliun rumah orang lain. Dua tangannya yang dulu lembut berubah menjadi kasar karena beratnya pekerjaan. Rambutnya yang dulu panjang mulai rontok dan terpaksa dipotong pendek, gara-gara kurang asupan gizi.

Begitu ekonomi keluarga mulai membaik, sebuah tragedi terjadi. Ketika memasak, istrinya pingsan dan mukanya jatuh tepat di penggorengan panas. Wajahnya yang cantik pun meleleh, begitu juga sebagian tangannya.

Suami #3:
“Sepanjang hayat, baru kali ini nasibku begini buruk,” ucapnya pilu. Lelaki itu pun gelalapan menyeka airmata.

Teman curhatnya itu senyum-senyum saja mendengarkan. Hingga larut malam curahan hatinya baru usai, temannya berkenan mengantar pulang lelaki yang menangis itu. Temannya amat paham, tiap dapat masalah lelaki tersebut akan selalu datang berurai airmata.

Kemana istrinya? Perempuan tangguh itu terus berjuang menyelamatkan bisnis keluarga dari kebangkrutan. Dia memang tipe orang yang pantang menyerah dan tidak doyan menangis.

Dari tiga episode di atas dapat diketahui kalau airmata itu macam-macam jenisnya; ada airmata kekuatan, airmata kelemahan, airmata ketulusan, airmata kegalauan dan lain-lain. Namun yang belum jelas itu, bagaimana sih hakikat lelaki yang menangis? Apakah itu aib?

Orang-orang Arab yang begitu memuja kejantanan, tentunya belum memiliki persepsi positif terhadap lelaki yang menangis. Namun, Nabi Muhammad malah sebaliknya.lelaki suci itu termasuk yang rajin meneteskan airmata, bahkan di depan publik. Kok bisa?

Majdi Fathi Sayyid pada buku Tuhan Izinkan Aku Menangis Padamu menceritakan, ketika turun surat Al-Maidah ayat 118, Nabi berkata, “Ya Allah, Umatku! Umatku!” Kemudian Nabi menangis. Allah mengutus Jibril menanyakan, Nabi menjawab dirinya sangat mengkhawatirkan umatnya kelak di akhirat. Allah memerintahkan Jibril menyampaikan pesan, “Sungguh, aku (Allah) akan memberikan syafaat kepada umatmu dan Aku tidak akan menelantarkanmu.”

Airmata suci beliau mengucur karena memikirkan nasib umatnya yang bisa saja mendapatkan azab di akhirat, sekiranya Allah tidak memberikan ampunan. Airmata beliau adalah refleksi tulusnya cinta pada umatnya.

Raghib As-Sirjani menceritakan pada buku Nabi Sang Penyayang, bahwa Sa'ad bin Ubadah pernah menderita sakit. Rasulullah datang mengunjunginya bersama Abdurrahman bin Auf, Sa'ad bin Abi Waqqash dan Abdullah bin Mas'ud.

Ketika masuk, beliau mendapatinya berada di bawah pelayanan keluarganya. Beliau bertanya, “Sudah sembuh?”
Keluarganya menjawab, “Belum wahai Rasulullah.”
Nabi pun menangis. Ketika orang-orang melihat Nabi menangis, mereka pun turut menangis. Beliau bersabda, “Dengarlah, sesungguhnya Allah tidak akan mengazab karena airmata dan kesedihan hati, namun menurunkan azab atau memberi rahmat karena ini,” sambil menunjuk ke arah lidahnya.  

Syahid Tsani pada buku Biarkan Tuhan Menghiburmu menerangkan, orang yang menangis pertama kali ialah Nabi Adam, beliau menangisi putranya, Habil. Demikian halnya dengan Nabi Ya'qub, beliau menangis hingga kedua matanya putih (buta) lantaran berduka atas hilangnya Nabi Yusuf.

Syahid Tsani mengingatkan, ketahuilah, menangis tidak bertentangan dengan kesabaran dan keridaan terhadap ketetapan. Menangis merupakan watak, perangai, dan kasih sayang manusia. Menangis bukanlah menjadi sebuah larangan ketika melakukannya, tentunya dengan syarat tidak dilakukan dengan cara-cara yang tidak baik, seperti menangis sambil mencabik baju serta memukul wajah dan paha.

Sekiranya lelaki menangis itu sesuatu yang buruk, tidak mungkin dong Nabi Muhammad meneteskan airmatanya dalam berbagai episode kehidupan. Karena, sejatinya airmata tersebut juga gambaran dari kelembutan perasaan dan kesucian hati serta kemurnian cinta.       

Bukan berarti semua airmata lelaki itu suci lho! Di antaranya, ada juga airmata kepalsuan, yang kerap kita dengar dengan istilah airmata buaya. Dulu saat melamar pakai acara berlutut tangis-tangisan, tetapi begitu menikah, eh istrinya malah ditelantarkan. Ini salah satu model dari airmata buaya itu!

Airmata buaya itu sebetulnya lelucon yang dibuat sejak masa lalu menggambarkan kepalsuan. Di mana buaya pura-pura menangis sedih guna menarik perhatian calon mangsanya. Begitu mangsanya itu telah luluh hatinya lalu mendekat, maka buaya pun menerkamnya. Buaya-buaya macam ini modalnya airmata semata! Berhati-hatilah!

Dan jangan salah, airmata lelaki juga dapat melukiskan kerapuhan jiwa. Gambaran dirinya yang keropos dan begitu mudah remuk oleh persoalan kehidupan. Suami-suami yang melarikan diri kepada tangisan, lalu berlindung di balik kekokohan tulang punggung istrinya. Adakah yang demikian?

Tentunya ada.

Kelemahan itu tidak boleh dibiarkan, karena hidup ini milik para pemberani. Airmata jangan dilarang, asalkan berhulu dari mata air kesucian hati, ketegaran dan juga pengakuan atas kebenaran.




Hubbu Syahwat

Sebelumnya

Bukankah Aku Ini Tuhanmu?

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Tadabbur