Ilustrasi/ Net
Ilustrasi/ Net
KOMENTAR

SIAPA yang membutuhkan digital detox alias detoksifikasi digital? Kita yang sudah teracuni sedemikian dalam hingga tidak bisa lepas dari ponsel pintar.

Oke. Semua memang ada di ponsel. Kita bisa melakukan apa pun dengan ponsel. Kita juga terhubung dengan semua orang melalui ponsel. Sangat praktis.

Dunia benar-benar berada dalam genggaman kita. Itulah yang membuat kita terlena bahkan terhipnotis. Takjub dengan apa yang bisa kita lihat dan dengar dari kotak 6 atau 5 inci dengan deretan keyboard abjad dan emojinya tersebut tanpa menyadari kita sudah tenggelam di dalamnya.

5 Gejala Patut Diwaspadai

Setidaknya ada 5 (lima) hal yang harus kita awasi seperti ditulis Darling Magazine. Jika salah satu atau lebih dari satu gejala berikut ini sudah kita rasakan, jangan tunda untuk detoksifikasi digital.
#Kita terlalu sibuk melihat apa yang tersaji di depan mata.
#Kita terlalu sibuk mencari angle terbaik untuk selfie.
#Kita lebih memilih to text daripada to meet.
#Kita mulai sulit mengingat.
#Kita semakin tidak fokus dalam mengerjakan tugas.

Apa yang terjadi jika kita terlalu sibuk melihat apa yang tersaji di depan mata? Kita terlalu terhipnotis untuk membuka ‘lembar’ demi ‘lembar’ informasi dan gambar yang tersaji di ponsel. Semua membuat kita ternganga, tertawa, bergidik ngeri, juga penasaran.

Akibatnya, kita tidak bisa hadir untuk orang-orang di dekat kita. Ketika koneksi mata teralihkan dari layar ponsel, energi kita seperti sudah terkuras. Kita tidak bisa hadir utuh untuk pasangan, anak, keluarga, maupun sahabat.

Lalu kita mungkin bertanya, apa salahnya selfie? Secara psikologis, terlalu sering selfie hingga terus-menerus mencari angle terbaik dan mengharapkan banyak like, membuat kita sangat terpusat pada citra diri di hadapan orang lain. Semakin jarang selfie, semakin dekat kita pada selflessness. Kita bisa memikirkan keadaan orang lain daripada memerhatikan diri sendiri sepanjang waktu.

Kemudian jika kita lebih memilih mengetik apa yang ingin kita bicarakan daripada membahasnya face to face dengan orang yang dituju, kita pun wajib waspada telah teracuni ponsel. Ketika kita mempraktikkan komunikasi langsung, akan ada empati yang tercipta, akan ada rasa bahagia yang membuncah dengan saling tatap dan saling tersenyum, akan terasah pula kemampuan komunikasi kita saat terjadi perbedaan pendapat. Ada kehangatan yang tidak bisa digantikan oleh emoji dan stiker apa pun.

Dan pernahkah kita bertanya pada diri sendiri mengapa kita semakin sering lupa? Entah itu kombinasi angka dan huruf, nama, hingga informasi lainnya. Kita terbiasa untuk mencarinya di mesin pencari hingga merasa aman untuk tidak mengingatnya. Makin lama, sel-sel saraf memori kita bisa melemah lebih cepat meski usia kita belum terbilang tua.

Dan yang terakhir, yang paling terlihat dampaknya adalah semakin kacaunya hidup kita.
Ibu rumah tangga merasa sangat terkuras energinya karena selain mengurus rumah dan si buah hati, ia sibuk bolak-balik membuka ponselnya. Karyawan yang sedang dikejar deadline tak bisa menahan diri melirik media sosial demi mengetahui update terkini sang seleb idola.

Akibatnya kita bukan hanya multitasking karena mengerjakan beberapa pekerjaan dalam satu waktu tapi juga membebani pikiran kita dengan hyperconnected world yang ada di ponsel. Dan itu semua membuat kita lebih cepat kelelahan.

“Melihat layar ponsel mungkin menjadi sebuah kesenangan, tapi kebiasaan menyenangkan itu menimbulkan kecanduan. Ada harga yang harus dibayar,” ujar psikiater David Greenfield, PhD dari University of Connecticut School of Medicine sekaligus founder Center for Internet and Technology Addiction kepada Health.

American Psychological Association mendapati satu dari lima orang mengatakan bahwa teknologi merupakan salah satu penyebab stres. Ya, otak manusia tentulah kewalahan menerima dan mencerna jutaan informasi yang tersaji di internet. Dan tidak hanya otak yang merasakan akibatnya, anggota tubuh lain pun bisa merasakan akibat ‘always on’ seperti mata lelah, sakit leher, kram pada jari tangan, hingga tekanan darah yang meningkat.

Mulai Digital Detox

Tidak mungkin kita menolak menggunakan ponsel dan menolak untuk online. Para ahli sepakat bahwa yang harus kita lakukan hanyalah melonggarkan ‘cengkeraman mematikan’ ponsel dari diri kita.

Berikut ini 10 langkah yang bisa kita jalani untuk detoksifikasi digital dirangkum dari Health. Yuk, kita coba lakukan sebelum makin sulit terbebas dari racun digital.
1. Matikan notifikasi.
2. Jadikan layar hitam-putih untuk mengurangi ketertarikan kita pada ‘keindahan’ warna yang tersaji di layar gawai.
3. Matikan ponsel saat makan di rumah maupun di restoran. Saatnya berinteraksi sosial.
4. Rancanglah tech-free hours setiap hari.
5. Ciptakan kamar tidur sebagai no-tech zone.
6. Mulailah membaca buku. Kita bisa mendapat informasi lebih mendalam dengan lebih efektif.
7. Batasi satu layar pada satu waktu. Saat bekerja dengan excel sheet, fokuslah.
8. ‘Bersihkan’ media sosial kita. Agar waktu berselancar di media sosial menjadi penambah semangat, pilihlah orang-orang yang memiliki energi positif untuk menjadi teman.
9. Unduhlah apps yang benar dan baik untuk wellness kita.
10. Proteksi anggota tubuh dengan baik. Lindungi mata dan perhatikan posisi tubuh.

 

 




Makanan Pemicu Naiknya Kadar Kortisol, Yuk Hindari!

Sebelumnya

Terjatuh di Kamar Mandi, Ini Pertolongan Pertama yang Perlu Diketahui agar Tidak Membahayakan

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Health