Dahlan Iskan dan pemilik grup Wardah, Dr Nurhayati/Disway
Dahlan Iskan dan pemilik grup Wardah, Dr Nurhayati/Disway
KOMENTAR

WOW! Ternyata beliau bisa memakai lipstik! Modis pula. Pun kelihatan jauh lebih cantik dan muda. Di umur yang seperti saya. Itulah kesan pertama saya Sabtu pagi kemarin (8/8). Saya memang sudah dua tahun tidak bertemu Dr Nurhayati, pemilik grup Wardah.

Saya pun teringat pertemuan dua tahun lalu. Di Surabaya. Saat sama-sama menjadi pembicara seminar. Juga saat saya mengantar beliau ke stasiun kereta api.

Waktu itu tidak terlihat ada make-up sama sekali di wajahnya. Dan ketika saya menyapukan pandangan ke kakinya, ya ampun, sandalnya sangat sederhana. Sama sekali tidak terlihat sebagai bos besar –dari perusahaan kosmetik pula.

Ternyata kini banyak yang sudah berubah. Tampilan beliau menjadi begitu anggun. Tapi di pertemuan kali ini –meskipun hampir dua jam– saya tidak bisa melihat ke bawah: alas kaki apa yang kini beliau kenakan. Ini kan pertemuan di Zoom. Kameranya tidak bisa nakal. Zoominar ini diselenggarakan Jagaters untuk membahas buku baru tentang pendiri Wardah itu.

Sengaja kali ini saya tampilkan fotonya. Lihatlah lipstik yang dikenakan. Perhatikan warna dan ketepatan ketebalannya. Begitu cantiknya. Lihatlah pula bajunya. Betapa sasminya –maksud saya, anggunnya.

"Itu lipstik Wardah?" tanya saya di Zoominar itu –yang diikuti begitu banyak peserta.

"Ya iyalah, Pak Dahlan," jawabnyi sambil tersipu. Saya tahu jawaban itu. Tapi, naluri wartawan membuat saya harus menanyakannya.

"Kalau baju itu merek apa?" tanya saya lagi.

Beliau pun terlihat mengarahkan wajah dan mata ke baju itu. Mematut-matutkannya sebentar.

"Kok ini tidak ada mereknya ya," gumamnya. "Ini baju biasa saja kok, Pak. Tidak bermerek," tambahnya.

Kesimpulan saya: ternyata belum ada baju wanita merek Wardah.

Mungkin juga tidak akan ada. Atau akan ada. Saya merasa belum waktunya menanyakan itu. Mungkin itu pertanyaan 20 tahun yang akan datang. Sekarang Wardah masih harus berjuang lebih keras di bidangnya.

Masih harus berjuang?

Bukankah sudah nomor satu di Indonesia? Bahkan sudah empat tahun terakhir berturut-turut? Dengan pangsa pasar yang sudah di atas 30 persen? Kurang apa lagi? "Sampo Wardah belum berhasil. Masih kalah jauh dari sampo merek-merk asing," ujar Dr Nurhayati.

Saya tidak perlu menulis lagi siapa Nurhayati dan bagaimana merintis Wardah. Anda tentu sudah membaca DI's Way.

Produk sampo itu memang anak bungsu di grup Wardah. Produk sampo itu masuk ke pasar ketika mata pesaing global sudah mulai melotot.

Di bidang kosmetik, Wardah memang mengejutkan produk global. Pasar mereka merosot di Indonesia. Bagaimana bisa Wardah mengalahkan mereka. Itulah topik bahasan di dunia marketing. Termasuk sampai menjadi bahasan di Harvard University.

Lalu produk global itu pun beraksi. Menyerang balik. Dengan kekuatan global mereka. Secara penuh. Termasuk memberikan diskon sampai 30 persen. Pun produk global itu sampai membuat produk baru yang masuk ke pasar emosional: muslimah.

Sudah tiga tahun Wardah dapat serangan balik seperti itu. Ternyata Wardah tetap kokoh. Posisi nomor 1 itu tidak bisa digeser. Sampai hari ini.

Salah satu kekuatan Wardah adalah: bisa membuat item lebih banyak dari produk global. Wardah kini punya lebih dari 800 items! Itu karena Wardah punya tim riset yang kuat. Ruang risetnya saja 2000 meter persegi. Latar belakang akademis pemiliknya membuat perhatian di bidang riset diutamakan.

Tentu juga karena struktur kepemilikan di Wardah begitu simple. Demikian juga struktur di manajemennya. Itu bisa membuat Wardah bergerak cepat ibarat sebuah startup tapi dengan manajemen perusahaan yang mapan.

Hanya saja Wardah masih harus bertempur di item shampo. Yang belum sukses. Shampo Wardah masuk ke medan perang ketika arena pertempuran sedang seru-serunya seperti itu.

"Kami harus mengubah strategi. Kami tidak bisa mengimbangi dengan cara yang sama," ujar Dr Nurhayati.

Maksudnya: tidak akan membalas dengan memghamburkan uang promosi dan potongan harga yang tidak masuk akal. "Kami pindah ke taktik gerilya," katanya. Sayangnya taktik baru itu terhambat oleh pandemi. Taktik gerilya itu memerlukan banyak bertemu langsung dengan konsumen. "Kami harus menjaga keselamatan karyawan kami. Itu nomor satu," ujar Nurhayati.

Kemenangan shampo Wardah masih harus tertunda. Entah sampai kapan. Tapi Wardah tetap teguh. Tidak akan go public ke pasar modal. Saya mendukung itu. Budaya perusahaan di Wardah bukanlah jenis 'budaya binatang ekonomi'.




Cerita Pengalaman Vloger asal China Menginap di Hotel Super Murah Hemat Bajet

Sebelumnya

Muara Yusuf

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Disway