DALAM mimpi yang paling buruk pun, Samira (nama samaran) tidak menduga dirinya akan dijebloskan di balik terali besi. Dia tidak bersalah, tetapi pengkhianatan teman-teman membuat dirinya terpojok. Semua bukti yang diungkap semakin menyudutkan dirinya, yang memang punya kelemahan terlalu mudah percaya kepada orang lain. Dia tidak menyadari bahwa siapa pun dapat saja menikam dari belakang atau menggunting dalam lipatan. Atas kasus penggelapan keuangan, Samira pun mendekam di dalam penjara dan terpisah dari anak-anaknya yang masih kecil. Situasi makin runyam karena dirinya single parent.
Namun dengan gagah perwira, di tangga pengadilan Samira masih tersenyum tabah di hadapan para jurnalis dan berkata, “Saya tetap sabar menghadapi ujian ini.”
Vonis lima tahun penjara tidak dijalaninya sampai tuntas. Bukan disebabkan Samira bebas karena ditemukannya bukti baru, melainkan dirinya tidak sanggup menghadapi perasaannya sendiri. Dia sudah berusaha sabar, tetapi rasa sakit itu terlalu perih. Batinnya tersiksa, jiwanya merana. Tidak pernah dia menyangka rekan-rekan akan tega menzalimi dirinya. Detik demi detik dilaluinya dengan batin yang terasa ditikam jutaan jarum tajam. Hanya dalam waktu beberapa bulan, Samira ditemukan meninggal dunia akibat tekanan jiwa.
Menemukan Makna
Sabar itu tidak semudah mengucapkannya. Sabar itu tentang kekuatan jiwa. Sabar juga menggambarkan sejauh mana ikatan batin kita dengan Tuhan. Dunia ini bukanlah suatu tempat yang sempurna. Kita sedang di dunia, bukan di surga. Maka untuk menghadapi berbagai jebakan duniawi, lengkap dengan intrik-intrik serta tipu dayanya, maka Allah sudah menyediakan senjata pamungkas, yakni sabar.
Kita akan terbantu meresapi makna sabar melalui Surat Al-An’am ayat 32, yang artinya, “Dan tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda gurau belaka.”
Pernahkah kita bermain-main dengan penuh senda gurau? Pernah tentunya. Tetapi itu sudah lama sekali, yaitu di masa kanak-kanak. Padahal dalam ayat di atas ditegaskan kehidupan di dunia ini hanyalah permainan dan senda gurau saja. Jadi, jangan serius-serius amat dengan kehidupan di dunia.
Kenapa ada suporter sepak bola bunuh diri ketika tim kesayangannya kalah? Itu karena dia memandang serius terhadap sepak bola yang sejatinya cuma permainan. Bagi yang melihat sepakbola hanya permainan, akan mudah baginya bersabar melihat kekalahan tim kesayangan. Toh, sepak bola itu cuma permainan duniawi belaka.
Pernahkah kita tersinggung ketika bersenda gurau bersama rekan-rekan? Mungkin pernah. Namun kalau pun pernah tersinggung, kita dapat meredam diri dengan mengatakan, “Ah, inikan cuma senda gurau belaka.”
Apabila Surat Al-An’am ayat 32 ini dapat dipahami dengan baik, maka kita akan sangat terbantu dalam memasang kesabaran. Harga cabe naik, tidak akan mengguncang jiwa. “Ah, inikan cuma permainan dunia.” Tanpa cabe pun kita masih bisa menikmati hidup kok. Tiba-tiba di PHK dari tempat kerja. “Ah, ini juga permainan duniawi belaka.” Anggap saja kejadian ini sebagai senda gurau yang lucu. Pasang sabar saja, toh masih banyak tempat mencari nafkah yang lain. Kekurangan dana menyelenggarakan pesta nikah bagi puteri tercinta. “Ah, dalam pernikahan sederhana toh juga banyak kebahagiaan.” Perbanyak sabar saja! Kita akan sulit memasang kesabaran, jika terlalu serius memandang dunia ini.
Lagi pula, kehidupan dunia hanyalah sementara, tidak akan abadi. Segala yang kita miliki entah itu emas, permata, rumah, mobil, perusahaan dan lain-lainnya tidak akan di bawa mati, semua kaan ditinggalkan di dunia ini. Kita tidak pernah kehilangan apapun, karena dunia ini memang bukan milik kita.
Kemenangan Sejati
Kembali pada kisah Samira di awal pembahasan, penjara itu bukan hanya tempat orang-orang yang bersalah saja. Hampir semua pahlawan nasional Indonesia adalah alumni penjara. Namun penjara tidak menghancurkan jiwa mereka. Para pahlawan itu tetap memasang sabar sehingga pada akhirnya dapat mewujudkan cita-cita kemerdekaan. Ulama-ulama saleh juga banyak yang dijebloskan ke penjara, tetapi mereka tidak kehilangan keyakinannya.
Manusia Utama
Surat As-Sajdah ayat 24, yang artinya, “Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka sabar.”
Dapat disimpulkan bahwa sabar merupakan sifat dari manusia-manusia utama, tidak ada manusia utama yang tidak memiliki kesabaran. Bahkan nabi-nabi utusan Allah pun membekali dirinya dengan kesabaran. Darimanakah mereka diketahui sabar, ya dari mana lagi kalau bukan dari ujian yang bertubi-tubi.
Surat Al-Ankabut ayat 2, yang artinya, “Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan, ‘Kami telah beriman’, sedang mereka tidak diuji lagi?”
Ketika kita mengaku beriman, seketika itu juga Tuhan menyiapkan berbagai macam ujian kehidupan. Jadi jangan berpikir keimanan merupakan jaminan terbebas dari ujian hidup. Namun seorang mukmin tidak perlu khawatir, dengan adanya kesabaran insyallah segalanya akan ringan. Sa’id Hawwa pada bukunya Mensucikan Jiwa menyebutkan sabar adalah separuh iman, sebab tidak satu pun maqam iman kecuali pasti disertai kesabaran.
Manusia-manusia utama berkat kesabarannya, di antaranya disebutkan juga nabi-nabi Ulul Azmi yaitu Nuh, Ibrahim, Musa, Isa dan Muhammad Saw. Mereka mendapatkan gelar istimewa Ulul Azmi karena kesabarannya yang luar biasa. Mereka menjadi utama karena sabar atas ujian yang teramat berat. Semua nabi itu memang penyabar, tetapi Ulul Azmi menjadi utama disebabkan kesabarannya yang luar biasa.
Allah tidak akan pernah sia-sia dalam mendatangkan cobaan kehidupan. Karena terlebih dahulu kita dibekali-Nya kesabaran. Inilah jalan bagi kita menjadi manusia utama. Inilah upaya agar keimanan kita terus terjaga kualitasnya.
KOMENTAR ANDA