PEMERINTAH Amerika Serikat kembali mengalami government shutdown pada Rabu (1/10) pukul 00.01 waktu setempat. Shutdown ini terjadi setelah Presiden Donald Trump dan Kongres gagal mencapai kesepakatan soal anggaran. Peristiwa ini menjadi penghentian operasional federal pertama sejak 2018, ketika AS mengalami shutdown terpanjang dalam sejarah selama 35 hari.
Akar masalah kali ini adalah perselisihan mengenai pendanaan subsidi layanan kesehatan dalam program Affordable Care Act (ACA) atau lebih dikenal sebagai Obamacare.
Partai Demokrat menuntut agar subsidi tetap diperpanjang demi melindungi keluarga berpenghasilan rendah. Sebaliknya, Partai Republik yang menguasai 53 kursi Senat menolak mencantumkan klausul tersebut dalam rancangan undang-undang (RUU) anggaran. Meski upaya kompromi, termasuk pertemuan di Gedung Putih pada Senin (29/9), telah dilakukan, jalan keluar tak kunjung ditemukan.
Presiden Trump menyalahkan Demokrat atas kebuntuan ini. Ia bahkan mengancam akan menggunakan momentum shutdown untuk memangkas sejumlah program progresif. “Kita akan memberhentikan banyak orang, dan mereka adalah orang-orang Demokrat,” tegas Trump di Gedung Putih.
Dampaknya, menurut Kantor Anggaran Kongres (CBO), sekitar 750.000 pegawai federal berisiko dirumahkan tanpa gaji setiap hari selama shutdown berlangsung. Walau layanan vital seperti militer, pos, dan program kesejahteraan tetap berjalan, banyak kantor pelayanan publik, departemen, hingga sektor wisata harus terhenti.
Kondisi ini makin menambah kekhawatiran, terlebih setelah adanya pemutusan hubungan kerja besar-besaran oleh Departemen Efisiensi Pemerintahan (DOGE) yang dipimpin Elon Musk awal tahun. Pegawai non-esensial kini berada pada posisi paling rentan.
Fenomena government shutdown sebenarnya bukan hal baru bagi Amerika. Hasil penelusuran Farah.id menunjukkan bahwa sejak 1976, negara adidaya tersebut telah 21 kali menghentikan sebagian operasional pemerintah akibat kebuntuan anggaran.
Contoh besar terjadi pada 2018 ketika Trump dan Demokrat berselisih soal dana pembangunan tembok perbatasan senilai 5,7 miliar dolar AS. Shutdown juga pernah terjadi di era Barack Obama pada 2013 terkait Obamacare, serta di masa Bill Clinton tahun 1995 akibat perselisihan anggaran sosial.
Dengan Senat baru dijadwalkan bersidang kembali Jumat (3/10) usai libur Yom Kippur, kecil kemungkinan kompromi akan tercapai dalam waktu dekat. Situasi ini memperlihatkan betapa dalamnya polarisasi politik di AS menjelang pemilu mendatang—sebuah pelajaran penting tentang rapuhnya konsensus dalam demokrasi modern.
KOMENTAR ANDA