TAHUN baru Islam 1447 Hijriah merupakan sebuah momentum yang memiliki makna penting agar senantiasa memperbaiki diri dan meningkatkan kualitas keimanan dan ketakwaan kepada Allah untuk kehidupan pribadi, kehidupan berbangsa dan bernegara, serta kehidupan dunia yang damai dan sejahtera.
Pesan itu disampaikan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Mu’ti dalam tausiyah refleksi peringatan tahun baru Islam 1447 Hijriah di Masjid Istiqlal, Jakarta, Kamis (26/6) di hadapan Imam Besar Masjid Istiqlal Nasaruddin Umar, sejumlah Menteri Kabinet Merah Putih, para Duta Besar negara sahabat, juga perwakilan Ormas Islam.
“Dikaitkan dengan peristiwa hijrahnya Rasulullah Muhammad saw. beserta para sahabat dari Makkah ke Madinah, sebuah peristiwa yang secara historis merupakan tonggak penting awal dari sejarah peradaban Islam yang menjadi tonggak kemenangan dakwah Rasulullah Muhammad saw.,” ucap Mu’ti.
Peristiwa hijrah menurut Mu’ti, memberikan pelajaran bagaimana Rasulullah membangun Yatsrib menjadi sebuah kota maju yang kemudian bernama Madinah. Sebuah kota yang juga bermakna kota peradaban yang diterangi oleh cahaya iman, diindahkan dengan cahaya akhlak, dan diperkuat dengan persaudaraan di antara sesama anggota masyarakat.
Abdul Mu’ti, yang juga Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah mengisahkan perjalanan panjang Rasulullah dan para sahabatnya saat memasuki Madinah yang disambut dengan suka cita oleh penduduk Madinah tanpa setetes darah pun yang tumpah. Hal itu menggambarkan suka cita dan harapan yang luar biasa dari masyarakat Yatsrib tentang datangnya seorang pemimpin yang akan membawa perubahan besar dalam kehidupan masyarakat di Madinah.
Hal pertama yang dilakukan Rasulullah di Madinah adalah membangun masjid, dimaknai sebagai membangun masyarakat baru, peradaban baru dengan fondasi iman, sebuah kekuatan spiritual yang merupakan bagian penting dan penentu untuk mempersatukan umat manusia.
“Rasulullah Muhammad memberikan contoh bagaimana iman menjadi kekuatan yang mempersatukan, dan bagaimana iman menjadi kekuatan yang membawa kemajuan,” tandasnya.
Hal kedua, setelah membangun masjid adalah membangun pasar, Mu’ti memaknai pentingnya membangun kekuatan ekonomi. Hal itu menunjukkan bagaimana kesejahteraan material tidak kalah pentingnya dengan kesejahteraan spiritual.
“Kesejahteraan material itu di dalam agama Islam bahkan dijamin sehingga beberapa ulama seperti Al-Ghazali menyebut di antara tujuan dari syariat itu adalah hifdzul mal, melindungi dan menjaga harta benda, yang harta benda itu beserta kepemilikannya tidak hanya menjadi bagian dari jaminan atas kesejahteraan manusia secara pribadi tapi juga menjadi bagian dari jaminan kehidupan yang damai dan kehidupan yang sejahtera di antara manusia,” urainya.
Lebih lanjut menurut Mu’ti, problem sosial terjadi karena kesenjangan ekonomi yang semakin menganga, dan keadilan ekonomi yang tidak tercipta dalam kehidupan suatu masyarakat, maka Rasulullah setelah membangun masjid berikutnya adalah membangun pasar.
Hal ketiga adalah membangun masyarakat dengan tata kelola kenegaraan yang bisa dipahami dari Piagam Madinah, konstitusi yang menjadi tonggak dan model sebuah sistem pemerintahan yang oleh Robert N. Bellah dalam bukunya Beyond Belief disebut sebagai satu sistem ketatanegaraan yang melampaui zamannya.
“Kalau kita mendalami 47 pasal dalam Piagam Madinah, paling tidak ada tiga pesan penting yang ada di dalamnya, bahwa kerukunan perdamaian akan tercipta apabila kita semua melakukan inklusi sosial, tidak ada diskriminasi, dan tidak ada kelompok yang dimarginalisasi,” tegas Mu’ti.
Piagam Madinah yang secara jelas menyebut semua umat beragama, semua suku, kabilah-kabilah yang berdiam di Madinah, menurut Mu’ti menjadi sebuah kunci inklusi sosial. Inklusi sosial menjadi modal dan model terbangunnya integrasi sosial di mana Rasulullah Muhammad juga secara sengaja melakukan integrasi sosial dengan mempersaudarakan sahabat-sahabat yang hijrah dari Makkah dengan penduduk asli Madinah yang disebut dengan kaum Anshar. Dua komunitas penting itu memiliki kedudukan yang sangat mulia berhijrah dan berjuang di jalan Allah.
Menutup tausiyahnya, Mu’ti mengajak untuk bersama-sama memperbaiki kualitas diri dan berusaha untuk memperbaiki kualitas kehidupan sosial, kehidupan kebangsaan, dan kehidupan dunia dengan spirit hijrah.
Menteri Agama yang juga Imam Besar Masjid Istiqlal Nasaruddin Umar dalam sambutannya menilai penting apa yang disampaikan Abdul Mu’ti, yaitu bagaimana menghayati hikmah di balik hijrah Rasulullah.
“Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Prof. Dr. KH. Abdul Mu’ti memberikan uraian hikmah 1 Muharam dengan begitu indah dan sangat komprehensif,” tutupnya.
KOMENTAR ANDA