Baliho capres-cawapres/Grafis: Farah.id
Baliho capres-cawapres/Grafis: Farah.id
KOMENTAR

JELANG Pemilu 2024, banyak baliho dari parpol yang bertebaran di ruang publik. Terutama di pinggir jalan raya, ruang hijau kota, bahkan sampai tempat wisata. Padahal, tak hanya bisa membahayakan pengendara dan mengganggu estetika, baliho yang semrawut juga dapat menjadi polusi visual.

Dilansir dari buku Toksikologi Lingkungan, karya Dantje T.Sembel, pemasangan baliho dan poster merupakan polusi visual di pinggir jalan yang biasa muncul jelang pemilu. Polusi visual dapat menggangu penglihatan dan lingkungan. Bahkan, dampak yang akan terjadi bisa berdampak besar bahkan sampai kecelakaan.

Di antaranya, sebuah baliho PSI terjatuh dan menimpa seorang pengendara motor bernama Agus Riyanto di Jalan Auto Ringroad Nomer 18, RT 04/RW 01, Kembangan Utara, Jakarta Barat (26/12/2023). Akibatnya Agus terluka dan nyaris tertabrak pengendara lain.

Baliho capres-cawapres juga menjadi polusi visual di tempat wisata. Di Monumen Welcome to Batam misalnya, terdapat baliho Prabowo-Gibran. Namun baliho tersebut dicopot setelah menimbulkan kontroversi.

Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno meminta parpol tidak memasang baliho yang mengganggu keindahan tempat wisata karena bisa mengurangi minat masyarakat untuk berwisata.

“Pemasangan baliho di pinggir jalan melanggar aturan dan rentan menimbulkan kecelakaan,” jelas Dosen Komunikasi Politik, Universitas Negeri Yogyakarta, Fikri Disyacitta seperti dilaporkan Tempo.

Fikri juga menjelaskan pasal 70 peraturan KPU No.15 Tahun 2023 tentang kampanye pemilu. Di sana disebutkan mengenai tempat yang dilarang untuk ditempeli Alat Peraga Kampanye, seperti tempat ibadah, rumah sakit, lembaga pendidikan, jalan protokol, jalan tol, sarana publik, dan pohon serta tanaman.

Fikri menyebutkan bahwa dibutuhkan pendekatan yang lebih canggih dan konkret. Misalnya, berkampanye dengan cara door to door yang bertujuan untuk berkenalan langsung dengan para konstituen dan menyapa mereka, hal itu lebih berdampak pada signifikan daripada pemasangan baliho.

Ia mencontohkan bukti nyata pada tahun 2021, sosok seperti Puan Maharani, Airlangga Hartanto, dan Muhaimin Iskandar berlomba-lomba memasang baliho untuk menaikkan elektabilitas. Namun ketiganya masih kalah dengan sosok Prabowo Subianto, Ganjar Pranowo, dan Anies Baswedan yang pada saat itu masih jarang memasang baliho.

Lantas, kampanye apa yang lebih efektif dari sekadar memasang wajah capres-cawapres dan caleg di baliho?

Saat ini masyarakat lebih menyukai berinteraksi secara langsung dengan tokoh politik, sehingga kampanye door to door, atau menyapa masyarakat secara langsung.

Pertemuan tatap muka itu diyakini lebih memiliki dampak signifikan terhadap peningkatan elektabilitas kandidat. Selain itu terdapat platform yang dapat dimanfaatkan kandidat untuk meningkatkan elektabilitas, yaitu melalui media sosial.

Salah satunya, langkah Anies Baswedan dan Mahfud MD yang menyapa calon pemilih melalui TikTok Live merupakan strategi yang tepat dalam meningkatkan elektabilitas.




Bali Tawarkan Pariwisata Baru Kolaborasi Seni, Budaya, dan Inovasi

Sebelumnya

Festival Balon Udara 2024 di Wonosobo, Suguhkan Langit Cappadocia Khas Indonesia

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Horizon