Qur'an menyebut orang mukmin tidak diperbudak dunia/Freepik
Qur'an menyebut orang mukmin tidak diperbudak dunia/Freepik
KOMENTAR

SURAH Al-Baqarah ayat 96, yang artinya, “Engkau (Nabi Muhammad) sungguh-sungguh akan mendapati mereka (orang-orang Yahudi) sebagai manusia yang paling tamak akan kehidupan (dunia), bahkan (lebih tamak) daripada orang-orang musyrik. Tiap-tiap orang (dari) mereka ingin diberi umur seribu tahun, padahal umur panjang itu tidak akan menjauhkan mereka dari azab. Allah Maha Melihat apa yang mereka kerjakan.

Ayat di atas menggambarkan betapa besarnya ambisi orang-orang Yahudi terhadap kehidupan duniawi, bahkan kalau bisa mereka pun ingin berumur hingga seribu tahun.

Apalagi tujuannya punya usia sebanyak itu kalau bukan demi mementaskan ketamakan terhadap kemegahan dunia.

Dengan memahami tafsir ayat ini, dan menghubungkan dengan kondisi kekinian, maka dapatlah dipahami mengapa demikian berambisinya Israel menguasai bumi Palestina. Ayat ini telah turun belasan abad yang lampau, ternyata masih sangat relevan untuk menggambarkan karakter Yahudi yang tak kunjung berubah.  

Ahzami Samiun Jazuli dalam bukunya Kehidupan Dalam Pandangan Al-Qur’an (2006: 383) menjelaskan:

Allah telah menerangkan kepada kita dalam ayat ini bahwa orang Yahudi merupakan orang yang paling ambisius dengan kehidupan dunia dan mereka paling takut akan kematian. Hal tersebut dikarenakan mereka sebenarnya telah mengetahui akhir kehidupan mereka yang buruk dan kerugian mereka di sisi Allah.

Sesungguhnya dunia merupakan penjara bagi orang mukmin dan ia merupakan surga bagi orang kafir. Orang Yahudi lebih senang berada pada unit terakhir pada hari akhirat kelak. Mereka adalah orang yang paling ambisius dalam kehidupan dunia daripada orang musyrik yang tidak mempunyai kitab.

Dalam hal ini ada teguran yang keras bagi orang Yahudi. Orang musyrik yang tidak memercayai adanya hari kebangkitan dan tidak mengenal kehidupan lain selain kehidupan dunia saja tidak begitu seambisius orang Yahudi. Dengan demikian, hendaknya orang yang memercayai kitab suci dan meyakini konsep ganjaran-Nya tidak terlalu ambisius mengejar kehidupan dunia ini.

Jadi, Al-Qur'an memaparkan pandangan tentang orang Yahudi, orang musyrik, dan orang mukmin terkait kehidupan dunia dan kehidupan akhirat sebagaimana berikut:

Pandangan tentang orang Yahudi:

Orang Yahudi dianggap paling ambisius terkait dengan kehidupan dunia dan sangat takut akan kematian.

Penyebabnya adalah pengetahuan mereka tentang nasib buruk yang menanti mereka di akhirat karena dosa-dosa mereka. Oleh karena itu, mereka berusaha sangat keras untuk mencapai kesuksesan di dunia, karena dunia dianggap sebagai tempat yang paling baik bagi kaum Yahudi. Namun, penekanan disini adalah bahwa kehidupan dunia tidak boleh menjadi fokus utama bagi orang yang percaya pada prinsip-prinsip agama.

Pandangan tentang orang musyrik:

Dalam konteks ini, orang musyrik yang tidak memiliki kitab suci, dan oleh karena itu tidak memiliki pemahaman yang benar tentang kehidupan akhirat. Namun demikian, mereka dianggap kurang ambisius dalam mengejar kehidupan dunia dibandingkan dengan orang Yahudi. Hal ini tentu sangat memalukan, sebab Yahudi yang sudah mengetahui adanya kehidupan akhirat dari agamanya, hendaknya tidak ambisius dengan kehidupan dunia.

Pandangan tentang orang mukmin:

Di sisi lain, orang mukmin dianggap memahami bahwa dunia ini adalah seperti penjara baginya. Kehidupan dunia bukanlah tujuan utama mereka; sebaliknya, mereka percaya pada kehidupan akhirat yang lebih penting dan kekal.

Oleh karena itu, mereka diingatkan untuk tidak terlalu terpaku apalagi sangat berambisi pada kehidupan dunia. Bagi orang mukmin, dunia hanyalah tempat mengumpulkan bekal akhirat.

Ahzami Samiun Jazuli (2006: 383) menerangkan:

Kata al-hayat yang bermakna kehidupan dalam Al-Qur’an, tidak didefinisikan seperti kehidupan yang dijadikan ambisi bagi orang Yahudi atau kehidupan yang penuh kebodohan, yang hidup di dalamnya ibarat hewan tanpa akal dan tanpa hati.

Itulah hakikat kehidupan bagi mereka, sekadar hidup -seperti yang dikatakan salah seorang dari mereka, “Cukuplah sekadar hidup; jasad yang bergerak tanpa adanya perasaan dan eksistensi diri. Lalu bagaimana manusia mampu menanggapi kehidupan yang dinamis ini dan bagaimana mereka bisa menjadi manusia yang manusiawi?”

Jika hidup orang-orang Yahudi demi ambisinya tega merampas hak-hak manusia lain, maka yang dijalaninya adalah kehidupan yang dimurkai. Padahal manusia itu hidup untuk mementaskan perikemanusiaan yang hakiki, yang dicintai Tuhan.

Dalam konteks ini, tafsiran tersebut memberikan pesan moral agar kita tidak terlalu terikat pada kehidupan dunia atau mengabaikan persiapan untuk kehidupan akhirat. Kehidupan dunia hanya dianggap sebagai ujian sementara menuju kehidupan abadi di akhirat.




Assalamualaikum dan Semangat Mulia yang Menaunginya

Sebelumnya

Tafsir Keadilan Gender di Antara Mukmin Perempuan dan Mukmin Laki-laki

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Tafsir