Aksi unjuk rasa di Stockholm yang dilakukan para umat muslim Swedia, Minggu (9/7) kemarin/Net
Aksi unjuk rasa di Stockholm yang dilakukan para umat muslim Swedia, Minggu (9/7) kemarin/Net
KOMENTAR

LANTUNAN ayat suci Al-Qur’an bergema di Stockholm, Swedia. Ribuan pengunjuk rasa berkumpul untuk memprotes insiden pembakaran Al-Qur’an beberapa waktu lalu. Mereka memulai aksi dari masjid pusat yang terletak di Medborgarplatsen, Stockholm, sambil meneriakkan, “Cukup dengan kebencian! Cukup dengan kengeriannya! Cukup dengan diskriminasi!”.

Lalu, mereka bersama-sama membacakan ayat-ayat Al-Qur’an untuk menunjukkan bahwa kitab suci umat Islam itu selalu berada di dalam hati, meskipun secara fisik terbakar.

“Perlu mereka tahu, membakar Al-Qur’an memang membuat kami marah. Tapi Al-Qur’an tidak hanya berbentuk sebuah kertas, Al-Qur’an selalu ada di hati setiap muslim. Banyak muslim yang hafal ayat-ayat Al-Qur’an tanpa harus membukanya,” kata seorang pengunjuk rasa, yang disambut dengan teriakan ‘Allahu Akbar’ dan acungan Salinan Al-Qur’an, Minggu (9/7).

Dijelaskan oleh imam dan direktur masjid pusat Stockholm Mahmoud Khalfi, ada sekitar 4000 orang berkumpul untuk menunjukkan solidaritas mereka dan mengajarkan bagaimana seseorang dapat bereaksi secara damai dan demokratis usai melihat hal-hal yang menggetarkan hati.

Aksi unjuk rasa ini sudah disetujui dan mendapat izin tertulis dari kepolisian setempat.

Untuk mengingatkan, pada 2020 lalu, seorang politikus sayap kanan Denmark-Swedia bernama Rasmus Paludan, menggelar demonstrasi pembakaran Al-Qur’an. Kala itu, polisi Swedia mengatakan bahwa, “Swedia percaya pada kebebasan berbicara”.

Dari sinilah muncul banyak perdebatan, mengapa tindakan seperti itu dianggap sebagai kebebasan berbicara. Padahal jelas, apa yang dilakukan Paludah merupakan ujaran kebencian yang mengancam atau tidak menghormati orang atau kelompok tertentu berdasarkan suku, ras, warna kulit, keyakinan, atau orientasi seksual mereka.

Tiga tahun berlalu semenjak aksi Paludan, pada 28 Juni kemarin seorang warga Irak-Swedia berusia 37, bernama Salwan Momika, melakukan hal yang sama. Polisi setempat pun memberikan izin, juga dengan alasan serupa yaitu kebebasan berbicara.

Meskipun Momika telah didakwa atas tuduhan ujaran kebencian, namun insiden tersebut telah memutus hubungan antara Swedia dengan negara-negara muslim seperti Turki, Iran, Irak, Pakistan, Arab Saudi, UEA, Mesir dan Yaman. Seluruh negara ini menganggap Pemerintahan Swedia sudah tidak bisa diberikan toleransi karena membiarkan aksi serupa terulang.




Rakerkesnas 2024, Presiden: Indonesia Harus Bisa Manfaatkan Bonus Demografi

Sebelumnya

Tak Lagi Berstatus Ibu Kota, Jakarta Siap Melesat Jadi Pusat Perdagangan Dunia

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel News