Kekacauan landa sejumlah wilayah di Prancis/NPR
Kekacauan landa sejumlah wilayah di Prancis/NPR
KOMENTAR

Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menyalahkan masa lalu kolonial Prancis yang pada akhirnya menyuburkan Islamofobia di negara tersebut.

Kerusuhan nasional yang terjadi akibat kematian remaja Nahel, pemuda Prancis keturunan Maroko-Aljazair pada 27 Juni di pinggiran Paris telah memasuki hari keenam. Presiden Turki yang terpilih untuk ketiga kalinya itu menuduh Prancis membangun rasisme ‘institusional’ yang berakar sejak kolonialisme masa lampau.

Erdogan telah menggambarkan dirinya sebagai pembela umat Islam dunia sejak memimpin partainya yang berakar Islam untuk berkuasa di Turki dua dekade lalu.

“Di negara-negara yang terkenal dengan masa kolonialnya, rasisme budaya telah berubah menjadi rasisme institusional,” katanya di televisi setelah memimpin rapat kabinet mingguan, Senin (3/7/2023) waktu setempat.

“Akar dari peristiwa yang dimulai di Prancis adalah arsitektur sosial yang dibangun oleh mentalitas ini. Sebagian besar imigran yang tinggal di wilayah kumuh, yang ditindas secara sistematis, adalah Muslim.”

Erdogan juga mengkritik meluasnya penjarahan yang menyertai kerusuhan tersebut. Para pengunjuk rasa, sebagian besar anak di bawah umur, membakar mobil, merusak infrastruktur, dan bentrok dengan polisi dalam kemarahan yang meluap-luap.

Enam hari kerusuhan telah menyebabkan sekitar 20 juta euro ($21,8 juta) kerusakan transportasi umum di wilayah Paris.

“Jalanan memang tidak bisa digunakan untuk mencari keadilan. Namun, pihak berwenang juga harus belajar dari ledakan sosial tersebut,” tegas Presiden Erdogan, seperti dilansir Al Jazeera.




Miliki Lebih dari 68 Dapur Umum, World Central Kitchen Kembali Beroperasi di Gaza PascaSerangan Israel yang Membunuh 7 Pekerja

Sebelumnya

Rakerkesnas 2024, Presiden: Indonesia Harus Bisa Manfaatkan Bonus Demografi

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel News