KOMENTAR

SEKALI memperkenalkan seorang pemuda, langsung saja sang putri membuat geger segenap anggota keluarganya. Bukan hanya disebabkan dirinya yang tiba-tiba mengutarakan niat hendak menikah, tetapi kejutan terbesar itu ialah calon suami yang digadang-gadangnya ternyata seorang nonmuslim.

Meskipun kesopanan pemuda tersebut memikat hati, hanya saja kondisi beda agama mengguncang jiwa segenap anggota keluarga. Bukannya melarang pernikahan, tapi mereka tidak kuasa melawan hukum yang tegas dalam fikih Islam. Persoalan inilah yang memantik ketegangan yang merubah suasana yang semula adem ayem menjadi bagaikan membara.      

Sang ayah langsung berterus-terang melarang pernikahan itu, karena diharamkan oleh agama. Meskipun gadis tersebut meyakinkan dirinya tetap menjaga status seorang muslimah dan anak-anaknya juga menganut Islam kelak, pendirian ayahnya tidak goyah dalam melarang.

Lelaki itu berseru, “Agama melarang, titik!”

Terpujilah pilihan sang ibu yang lebih mengutamakan pendekatan, yang berupaya memberikan pengertian secara bertahap. Wanita yang mulai bertabur uban itu paham sekali betapa orang yang lagi jatuh cinta tidak bisa dikerasi. Orang yang lagi mabuk cinta hendaknya dirangkul dengan cinta pula.

Dan yang paling mengharukan tentang obrolan dari hati ke hati sang ibunda dengan pemuda tersebut. Betapa sebagai ibu dirinya amat bangga terhadap pemuda yang begitu jantan ingin menikahi putrinya.

Dia menghargai cinta yang membuatnya gagah berani memanggul amanah demikian besar. Hanya saja sang ibu ingin menyadarkan bagi seorang muslimah cinta Allah Swt. di atas segalanya.

Islam memberi opsi bagi lelaki nonmuslim yang hendak menikahi muslimah dengan terlebih dulu menjadi muslim yang baik. Akan tetapi sang ibu tidak dapat pula memaksakan pemuda tersebut berpindah keyakinan. Dari itu pula dirinya menerangkan agama Islam tidak mengizinkan nikah beda agama bagi muslimah, dan semoga lelaki itu dapat pula menghargainya.

Dialog demi dialog yang penuh pengertian itu menghasilkan secarcah harapan yang terang. Dua anak muda itu dapat memahami dan menghargai perbedaan agama masing-masing dan tidak ingin merusak apa yang sudah digariskan agama Islam.

Dasar hukum yang terang benderang

Dalam kajian fikih jelas sekali tertera hukum nikah beda agama bagi muslimah adalah haram. Tidak ada lagi negosiasi lainnya, kecuali larangan tegas tersebut karena dasar hukumnya juga terang benderang dalam kitab suci.

Surat al-Mumtahanah ayat 10, yang artinya, “Wahai orang-orang yang beriman, apabila perempuan-perempuan mukmin datang berhijrah kepadamu, hendaklah kamu uji (keimanan) mereka. Allah lebih tahu tentang keimanan mereka. Jika kamu telah mengetahui (keadaan) mereka bahwa mereka (benar-benar sebagai) perempuan-perempuan mukmin, janganlah kamu kembalikan mereka kepada orang-orang kafir (suami mereka). Mereka tidak halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tidak halal pula bagi mereka. Berikanlah kepada (suami) mereka mahar yang telah mereka berikan. Tidak ada dosa bagimu menikahi mereka apabila kamu membayar mahar kepada mereka. Janganlah kamu tetap berpegang pada tali (pernikahan) dengan perempuan-perempuan kafir. Hendaklah kamu meminta kembali (dari orang-orang kafir) mahar yang telah kamu berikan (kepada istri yang kembali kafir). Hendaklah mereka (orang-orang kafir) meminta kembali mahar yang telah mereka bayar (kepada mantan istrinya yang telah beriman). Demikianlah hukum Allah yang ditetapkan-Nya di antara kamu. Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana.

Atas dasar keimanan para muslimah berhijrah ke Madinah mengikuti perjuangan Rasulullah saw. dan dengan tekad bulat meninggalka suami yang kafir.

Dengan keislaman mereka itulah terputus pernikahan dengan lelaki nonmuslim, bahkan mahar pun diserahkan kembali. Inilah yang menjadi salah satu alasan pengharaman muslimah menikah dengan pria selain penganut Islam.

Muhammad Amin Suma dalam buku Kawin Beda Agama di Indonesia Telaah Syariah dan Qanuniah (2015: 109) menjelaskan:  

Secara tekstual dan kontekstual, surat al-Mumtahanah ayat 10 melarang (mengharamkan) pernikahan antara wanita muslimah dengan laki-laki kafir (musyrik maupun ahli kitab), dan secara kontekstual juga mengharamkan pernikahan antara laki-laki muslim dengan wanita kafir (musyrik maupun ahli kitab) sudah terlanjur menikahi perempuan-perempuan muslimah, maka seyogyanya diputuskan saja tali pernikahannya, atau malah otomatis menjadi putus dengan sendirinya (fasakh) untuk kemudian segera dinikahkan dengan/dinikahi oleh laki-laki mukmin.  

Berkata Wahbah al-Zuhayli, pernikahan antara muslimah dengan laki-laki kafir (musyrik maupun ahli kitab) haram hukumnya menurut kesepakatan ulama.

Dengan dalil hukum yang demikian terang benderang dan tidak para ulama fikih sepakat pula mengharamkannya sesuai dengan petunjuk Al-Qur’an, maka tidak ada alasan bagi muslimah untuk tidak menaati larangan pernikahan dengan pria nonmuslim.           

Cinta seringkali dijadikan tameng bagi mereka yang hendak menikah beda agama. Terlebih cinta kadung begitu disanjung puja dan tidak jarang cinta malah dipandang sebagai sesuatu yang suci.

Tentunya dalam hal ini tidak ada salahnya cinta, toh cinta merupakan perasaan yang diciptakan Tuhan. Namun, jenis cinta kan bukan satu saja, bukan cinta antar lawan jenis belaka. Masih banyak deretan cinta lainnya; semisal cinta pada ayah bunda, cinta pada alam, cinta tanah air, cinta pada ilmu pengetahuan dan lain-lain. Di atas segala macam cinta yang membuncah di dada, tidak ada yang boleh melampaui cinta pada Ilahi.

Lagi pula cinta tidak mesti memiliki, cinta tidak selalu berujung ke pelaminan. Puncak cinta kepada seseorang adalah memberikannya kesempatan untuk menikmati kebahagiaan hidup. Jangan sampai batin seorang muslimah merana dan tersiksa disebabkan terlanjur nikah beda agama yang jelas-jelas diharamkan Allah Swt.

Bagaimana bisa seorang muslimah akan berbahagia tatkala menjalani pernikahan yang dimurkai Tuhan?

Hikmah mulia di balik larangan

Dari itu, marilah pahami mutiara hikmah di balik larangan nikah beda agama, yaitu:




Inilah Puasa yang Pahalanya Setara Berpuasa Setahun

Sebelumnya

Saat Itikaf Dilarang Bercampur Suami Istri, Maksudnya Apa?

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Fikih