Retna Ginarti S. Noer. (Instagram/@ginasnoer)
Retna Ginarti S. Noer. (Instagram/@ginasnoer)
KOMENTAR

RETNA Ginarti S. Noer, atau yang lebih dikenal dengan Gina S. Noer, adalah salah satu nama yang diperhitungkan dalam dunia perfilman Indonesia. Lahir di Balikpapan pada 24 Agustus 1985, Gina telah menorehkan jejak panjang sebagai penulis skenario, sutradara, dan penggerak cerita-cerita perempuan di layar lebar.

Kariernya bermula dari dunia penulisan skenario. Di tahun 2004, ia mencuri perhatian lewat karyanya Ladies Room, sebuah film pendek yang berhasil memenangkan Close Up Movie Competition. Sejak saat itu, Gina tidak berhenti menulis dan mengasah kemampuan bercerita melalui berbagai medium film.

Lulusan SMAN 61 Jakarta ini kemudian melanjutkan pendidikan di Universitas Indonesia, mengambil jurusan Broadcasting dalam program D3. Dunia kampus dan lingkungan kreatif menjadi pijakan awal baginya untuk menyelami industri perfilman secara profesional.

Langkah profesional pertamanya di dunia film dimulai pada tahun 2006, saat ia dipercaya menulis skenario untuk film independen Foto, Kotak dan Jendela, disutradarai oleh Angga Dwimas Sasongko. Pengalaman tersebut menjadi fondasi awal Gina dalam memahami ritme dan tantangan dunia film layar lebar.

Namanya mulai dikenal luas saat ia bersama sang suami, Salman Aristo, menulis skenario film box office Ayat-Ayat Cinta pada tahun 2008. Film yang meraih lebih dari 3,5 juta penonton itu membawa Gina masuk ke dalam arus utama perfilman nasional.

Tak berhenti di sana, ia kembali menunjukkan kemampuannya dalam film Perempuan Berkalung Sorban (2009), yang masuk dalam nominasi Adaptasi Terbaik di Festival Film Indonesia (FFI), meski menuai kontroversi karena mengangkat isu perempuan dalam lingkungan pesantren.

Karya-karya Gina dikenal tidak hanya kuat dalam narasi, tetapi juga berani menyuarakan isu-isu sosial. Di tahun 2010, ia kembali bersinar lewat film Hari Untuk Amanda, yang membawanya kembali masuk nominasi Skenario Terbaik bersama suaminya. Puncaknya, pada FFI 2013, ia menyabet penghargaan Penulis Skenario Terbaik bersama Ifan Adriansyah Ismail lewat film Habibie & Ainun — film biopik yang sukses besar dengan lebih dari 4 juta penonton.

Gina juga dikenal sebagai penggerak industri kreatif melalui Wahana Penulis dan PlotPoint Kreatif yang kemudian melebur menjadi Wahana Kreator di tahun 2017. Ia dipercaya sebagai Head of IP Initiative, peran penting yang memperlihatkan dedikasinya dalam pengembangan konten orisinal di Indonesia.

Pada 2019, Gina melangkah lebih jauh dengan debut sebagai sutradara dalam film Dua Garis Biru, sebuah drama remaja yang membahas seksualitas dan kehamilan di usia muda. Film ini mendapatkan banyak pujian dan memborong penghargaan, termasuk Penulis Skenario Asli Terpuji di Festival Film Bandung serta Best Screenplay, Best Director, dan Best Movie di beberapa ajang penghargaan lainnya.

Konsistensinya dalam menciptakan narasi yang kuat dan penuh makna terus berlanjut. Di tahun 2022, ia kembali menjadi nominator di Piala Maya untuk kategori Penulisan Skenario Asli Terpilih lewat film Cinta Pertama, Kedua & Ketiga.

Tak hanya fokus pada film layar lebar, Gina juga aktif menulis untuk sinetron, FTV, film pendek, hingga dokumenter. Ia tidak hanya dikenal sebagai pembuat film, tetapi juga sebagai perempuan yang membuka ruang bagi suara-suara perempuan lainnya di industri yang kerap didominasi oleh laki-laki.

Di balik kesuksesannya, Gina juga menjalani peran sebagai ibu dari dua anak, Biru Langit Fatiha dan Akar Randu Furqan, hasil pernikahannya dengan Salman Aristo sejak 2005. Kehidupan pribadinya yang harmonis turut menjadi sumber kekuatan dan inspirasi dalam karya-karyanya.




'Selangkah di Belakang', Namun Selalu di Garis Depan

Sebelumnya

Dari Batik hingga Bisnis Kecantikan Global: Dua Perempuan Legenda Merajut Warisan dan Cinta untuk Negeri

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Women