WORLD Health Organization (WHO) pada akhir Juli 2022 menetapkan penyakit cacar air (monkeypox) sebagai Public Health Emergency of International Concern (PHEIC) alias darurat kesehatan global. Saat ini tercatat lebih dari 39.000 kasus cacar monyet tersebar di seluruh dunia, termasuk di Indonesia.
Sebelumnya, masyarakat lebih mengenal cacar air (chickenpox) dibandingkan cacar monyet.
Bagaimana membedakan kedua penyakit cacar tersebut?
Cacar Monyet
Dalam webinar "Indonesia Waspada Wabah Monkeypox" yang dilaksanakan Continuing Medical Education (CME) Fakultas Kesehatan Universitas Indonesia, dr. Robert Sinto, SpPD, K-PTI, Spesialis Penyakit Dalam Konsultan Penyakit Infeksi RSCM menjelaskan bahwa penyakit cacar monyet merupakan penyakit zoonosis yang ditularkan dari hewan kepada manusia yang mempunyai gejala klasik sebagai berikut.
-Demam lebih dari 38 derajat Celsius
-Muncul ruam setelah 1-3 hari
-Perkembangan ruam karena cacar monyet relatif lambat selama 3 hingga 4 minggu.
-Penampakan ruam berupa makula, papula, vesikel, sera pustula. Dengan jenis ruam sama pada setiap fasenya. Dimulai dari kepala, lebih banyak di wajah dan anggota tubuh—dari telapak tangan hingga telapak kaki.
-Penampakan khas cacar monyet adalah adanya limfadenopati alias pembengkakan kelenjar getah bening.
-Pasien bisa sembuh sendiri 3 sampai 4 minggu setelah terinfeksi.
-Angka kematian cacar monyet 3-6 persen (catatan WHO).
Meski demikian, jurnal NEJM pada Juni 2022 melaporkan sejumlah pasien yang tidak merasakan nyeri, tidak mengalami demam, dan lokasi lesi hanya di sekitar kemaluan yang disertai pembesaran kelenjar getah bening.
Cacar Air
Untuk cacar air, gejalanya sebagai berikut.
-Demam hingga 39 derajat Celsius
-Muncul ruam 0-2 hari
-Penampakan ruam berupa makula, papula, versikel, dan ada di berbagai fase. Perkembangan ruam cepat, terlihat crops selama beberapa hari, dengan ruam dimulai dari kepala.
-Ruam lebih padat di tubuh, tidak ada di telapak tangan dan telapak kaki. Limfadenopati tidak khas dan kematian jarang ditemui.
KOMENTAR ANDA