Ilustrasi/ Net
Ilustrasi/ Net
KOMENTAR

SEKALIPUN bukanlah yang menjadi sasaran dari aksi demonstrasi, bagusnya pihak Majlis Ulama Indonesia (MUI) sudah mulai menggodok fatwa terkait ganja medis. Dan patutlah diancungi dua jempol gerak cepat MUI kali ini, agar viralnya ganja medis tidak berujung polemik nan kisruh.

Perkara ganja semua kita sudah tahu, barang yang satu ini merupakan salah satu bahan baku kelas berat bagi narkotika. Nah, bagaimana bisa muncul aksi terang-terangan tuntutan melegalkan narkotika yang telah terbukti menghancurkan anak bangsa itu?

Karena, kali ini ganja bukanlah untuk senang-senang, bukan pula demi berfantasi tetapi malah menghancurkan tubuh. Ganja medis bertujuan demi menyelamatkan selembar nyawa manusia, yang dipergunakan bagi mereka yang lagi sakit.

Kok bisa?

Bisa atau tidak, itulah yang masih menjadi perdebatan.

Namun, pihak yang menuntut pun telah memberikan gambaran betapa ganja sudah pernah dimanfaatkan untuk tujuan positif, yang di antaranya untuk pengobatan.

Satya Joewana dalam buku Gangguan Mental dan Perilaku Akibat Penggunaan Zat Psikoaktif (2004: 7) menerangkan, ganja (marijuana, marihuana, hashish) adalah tanaman yang sudah dikenal manusia sekitar 8000 tahun yang lalu sebagai tanaman yang dapat menghasilkan serat untuk membuat benang, tali dan tekstil. Ganja mulai digunakan dalam dunia pengobatan di Tiongkok pada tahun 2737 SM.

Pada periode 1930-an dan 1940-an, dunia kedokteran menolak penggunaan ganja sebagai obat dan masyarakat umum juga menolak penggunaan ganja sebagai bahan untuk bersenang-senang. Keadaan ini berubah pada tahun 1950-1960-an pada saat ganja mulai digunakan banyak orang muda sebagai pernyataan antikemapanan.

Kalau yang dipakai cara pikir sederhana, apapun penyakit bisa hilang deritanya gara-gara memakai ganja. Ya, karena pemakainya akan fly, terbang dalam dimensi kesenangan yang memabukkan, hingga hilanglah segala macam rasa sakit yang tadinya mendera.    

Akan tetapi, harapan terhadap ganja medis tentu lebih besar dari sekadar fly. Kepada ganja medis dipikulkan harapan mulia agar dapat menyembuhkan penyakit-penyakit berat, hingga tidak lagi menimbulkan derita berkepanjangan bagi pengidapnya.     

Fathurrohman, dkk. dalam buku Mengenali Narkoba Menjauhi Bahayanya (2022: 41) menguraikan, pada beberapa negara, ganja dilegalkan sebagai tanaman medis. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa ganja dapat menyembuhkan beberapa penyakit, seperti glaukoma, alzheimer, fibromyalgia, kanker, HIV/ AIDS, dan beberapa penyakit lainnya.

Di Belanda, ganja tersedia sebagai obat resmi di apotek. Obat ini biasanya diresepkan untuk pasien sindrom tourette, nyeri kronis, sklerosis ganda, kerusakan sumsum tulang belakang, orang yang menjalani perawatan kanker, dan HIV/AIDS.

Kita tidak perlu cemas karena agama Islam tidaklah kaku, bahkan membuka gerbang yang luas demi kemaslahatan penganutnya. Namun, memutuskan ganja medis halal atau tidak jelas butuh kehati-hatian.

Sebetulnya ada celah untuk menjadikan ganja medis ini halal, ada peluang lho! Hal ini dapat terjadi apabila dibandingkan dengan fatwa MUI terdahulu tentang bolehnya nikotin bagi pengobatan.

Sebagaimana dilansir https://mui.or.id diterangkan, nikotin adalah suatu senyawa alkaloid yang terdapat dalam tanaman tembakau, berbentuk cairan tidak berwarna, dan merupakan basa yang mudah menguap.

Keputusan Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia IV Tahun 2012:
1. Pada dasarnya, hukum mengkonsumsi nikotin adalah haram, karena membahayakan kesehatan.
2. Penggunaan nikotin sebagai bahan obat dan terapi penyembuhan berbagai penyakit, termasuk parkinson dan kecanduan rokok, dibolehkan sepanjang belum ditemukan terapi farmakologis yang lain, bersifat sementara, dan terbukti mendatangkan maslahat.

Dengan demikian, hukum nikotin tetaplah haram karena membahayakan kesehatan. Namun, lain ceritanya jika dipakai untuk pengobatan, maka hal ini pun diperbolehkan. Apakah dengan begitu ganja medis menjadi diperbolehkan juga? Inilah yang masih seru perdebatannya yang membutuhkan titik terang dari fatwa MUI.

Pro kontra tentang ganja medis itu biasa saja, tetapi sebelum MUI mengeluarkan fatwa, perlu didengarkan terlebih dulu suara berbagai pihak, seperti suara pihak pasien dan keluarganya yang amat membutuhkan demi mengakhiri derita, suara dari pakar-pakar kesehatan yang ahli di bidangnya, dan juga suara ulama yang akan menggambarkan dari nilai-nilai agama.

Tentunya bangsa Indonesia tidak boleh hanya ikut-ikutan memperbolehkan, apalagi untuk perkara yang sebesar ganja. Ada beberapa poin yang penting sekali dipikirkan:
•    Diselidiki dulu, apakah hanya ganja satu-satunya pilihan dalam pengobatan berbagai penyakit tersebut dan tidak ada lagi opsi lainnya.
•    Pakar-pakar kesehatan sangat dibutuhkan masukannya dalam menimbang seberapa besar manfaat atau mudarat dari ganja medis ini.
•    Sekiranya diperbolehkan untuk kepentingan medis, perlu diingat kalau ganja mengandung zat adiktif yang berujung kecanduan. Seandainya pasien sembuh penyakitnya tetapi malah kecanduan ganja, maka dampaknya malah buruk.
•    Jangan sampai gara-gara legalnya ganja demi medis atau pengobatan, malah menjadi tameng baru bagi para pengedar narkoba dalam mengeruk keuntungan besar dan merusak anak bangsa.

Ganja bukan hanya merajam fisik dengan berbagai penyakit berbahaya yang dapat ditimbulkan, tapi juga menghancurkan kesehatan mental, yang mana dampak ini lebih mengerikan sekali kehancurannya.

Majlis Ulama Indonesia (MU) perlu cermat dalam mengeluarkan fatwa, bukan sekadar menyebutnya halal atau haram, tetapi melalui kajian ilmiah dan agamis yang mendalam, dan mampu memberikan keterangan yang dapat menenangkan serta melindungi masa depan umat.

Untuk saat ini, halal atau tidaknya ganja medis masih dalam proses, umat diharapkan bersabar dulu.




Ternyata Siomay Bisa Saja Haram

Sebelumnya

Parsel: Halal atau Haram?

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Halal Haram