KOMENTAR

BERAWAL dari tetangga yang terkena tuberkulosis (TB) hingga akhirnya meninggal, Ike Ni'mah Tatimu bertekad untuk menjadi kader TB. Ia penasaran tentang TB karena tetangganya tersebut tak mau berobat dengan alasan TB adalah penyakit keturunan. Tak sedikit pula yang menganggap TB sebagai penyakit akibat guna-guna (mistis).

Setelah mendapat pelatihan dari Puskesmas, Ibu Ike kemudian menyadari bahwa TB bisa disembuhkan asalkan penderitanya memiliki kedisiplinan untuk minum obat, memakai masker, dan menjalankan etika batuk—yang juga untuk mengurangi penularan. Ia juga memberi semangat pada pasien yang merasakan berbagai efek samping dari penggunaan obat.

Di tengah kiprahnya sebagai kader kesehatan, Ibu Ike mengalami kecelakaan yang menyebabkan patah di bagian tangan hingga harus dipasang pen platina. Satu tahun setelah kecelakaan, ia juga harus menjalani operasi pengangkatan satu ginjal.

Meski kondisinya kini terbatas, semangat Ibu Ike tak pernah berkurang sedikit pun. Selama ia masih bisa mengambil peran mengedukasi masyarakat, ia kan selalu menjalankannya dengan ikhlas.

"Jangan patah semangat karena kecelakaan, karena menurut saya, lebih penting pasien dibanding diri saya," ujar Ibu Ike yang tetap bersemangat mengunjungi rumah demi rumah untuk memastikan pasien TB meminum obat dan memantau perkembangan kondisi mereka.

Semangat juang Ibu Ike mengedukasi warga di wilayahnya untuk peduli TB membuatnya terpilih menjadi salah satu dari 21 perempuan Penggerak Literasi Ibu Ibukota Awards 2021. Mereka merupakan sosok perempuan yang berjuang di bidang kesehatan, bidang lingkungan, bidang kewirausahaan, bidang pendidikan, dan bidang pemberdayaan.

IBU Ibukota Awards adalah sebuah wadah apresiasi yang mengangkat kisah para perempuan penggerak #AksiHidupBaik yang ada di seluruh penjuru kota Jakarta. Digagas oleh Fery Farhati, istri Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Ibu Ibukota Awards menjadi ajang penghargaan tahunan yang digelar sejak tahun 2019.

Tidak mudah untuk mengedukasi warga tentang TB apalagi untuk mengonsumsi obat secara rutin. “Kami selalu berusaha menguatkan pasien dan kami beri informasi. Kami menyemangati pasien untuk minum obat, jangan sampai mereka putus asa,” kata Ibu Ike.

Ia menyadari risikonya bertugas di tengah orang-orang yang sakit yang bisa berdampak pada keluarga. Namun menurut Ibu Ike, keluargalah yang justru mendukungnya. “Suami mendorong saya, dia berkata tidak apa-apa. Membantu orang sama saja dengan mendapat pahala. Saya sendiri merasa ini adalah panggilan.”

Menjalani tugas sebagai kader TB, Ibu Ike terlibat dalam Investigasi Kontak (IKAT). IKAT adalah cara melacak dan mencegah penularan dengan target mengeliminasi TB pada tahun 2030.

Untuk menghindari penolakan dari warga, Ibu Ike memahami perlunya pendekatan persuasif. Terlebih masih banyak warga meyakini TB dengan mitosnya sebagai penyakit turunan dan hubungannya dengan hal mistis.

Ia juga aktif mengedukasi warga tentang perilaku hidup sehat. Tidak hanya dari gaya hidup tapi juga kebersihan dan kesehatan lingkungan rumah. “Paling penting adalah PHBS (Perilaku Hidup Bersih Sehat), mulai dari makan makanan bergizi, istirahat cukup, ventilasi rumah terbuka, dan bagi pasien TB salah satunya tidak membuang ludah sembarangan,” tegas Ibu Ike.




Tetap Aktif di Usia 83 Tahun, Ros Yusuf Sekolahkan Anak Yatim Piatu dan Dhuafa Demi Pendidikan yang Adil Merata

Sebelumnya

Henny Christiningsih, Membawa UMKM Batik Go Global

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Paras Jakarta