Ilustrasi/Net
Ilustrasi/Net
KOMENTAR

DARI sekian banyak perbuatan baik yang berbuah pahala dari Allah Swt., ada tujuh amal jariyah yang akan menjadi sahabat terbaik setelah kita meninggalkan dunia yang fana ini.

Amal jariyah merupakan amalan yang pahalanya akan terus mengalir bagi orang yang melakukannya sekalipun ia telah meninggal dunia.

Dari Abu Hurairah ra., Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya yang didapat orang beriman dari amalan dan kebaikan yang ia lakukan setelah ia mati adalah:

• Ilmu yang ia ajarkan dan sebarkan.

• Anak saleh yang ia tinggalkan.

• Mushaf Al-Qur’an yang ia wariskan.

• Masjid yang ia bangun.

• Rumah bagi ibnu sabil (musafir yang terputus perjalanan) yang ia bangun.

• Sungai yang ia alirkan.

• Sedekah yang ia keluarkan dari harta ketika ia sehat dan hidup.

Semua itu akan dikaitkan dengannya setelah ia mati.” (HR. Ibnu Majah)

Dari perkataan Rasulullah di atas, ketujuhnya punya kesamaan: amalan yang manfaatnya tidak terputus dan dapat dirasakan sepanjang waktu.

Sesuai dengan pepatah bijak "berikan kail, jangan ikannya", maka apa yang kita wariskan untuk keturunan dan lingkungan kita adalah sumber manfaat, bukan benda yang akan berkurang kebermanfaatan maupun habis dzatnya.

Mayoritas amal jariyah di atas bisa diwujudkan dengan materi. Ini artinya, Islam tidak melarang umatnya untuk memperbanyak harta, selama harta itu didapat dengan jalan halal dan thayyib, 'dibersihkan' dengan zakat, juga dimanfaatkan untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt.

Yang dilarang adalah manakala seorang Muslim diperbudak harta. Berlomba untuk memperkaya diri hanya untuk memuaskan nafsu duniawi dan menimbun kekayaan hanya untuk keluarganya. Bekerja sepanjang waktu hingga melalaikan ibadah dan ketaatan lainnya bahkan menghamba kepada harta benda dan tahta di dunia.

Untuk bisa dihisab sebagai amal jariyah, harta yang kita miliki di dunia hendaknya dipakai tak hanya untuk membuat keluarga kita sejahtera tapi juga menyejahterakan orang banyak, terutama kaum dhuafa.

Salah satu contoh, menyekolahkan anak setinggi-tingginya adalah salah satu tanggung jawab orangtua, namun jangan lupa menyeimbangkan ilmu duniawi dengan ilmu ukhrawi agar anak tumbuh menjadi pribadi saleh, yang memahami bahwa kecerdasannya mesti menjadi jalan untuk memperkuat tauhid, bukan malah menjauhkannya dari Sang Khalik.

Berjuang untuk mendapatkan rezeki adalah tugas manusia. Rasulullah saw. telah mencontohkan pada kita bahwa beliau adalah pedagang yang usahanya terus berkembang. Namun beliau pun mencontohkan pada kita untuk berniaga dengan akhlak. Bukan menghalalkan segala cara untuk mendapat keuntungan berlimpah.

Dengan kecukupan materi, marilah kita mencukupkan diri.

Cukup ilmu hingga bisa menyebarkan informasi yang benar dan kaya dalil untuk menangkis berita menyesatkan.

Cukup pengetahuan dan keterampilan dalam pengasuhan anak agar senantiasa mencontoh pendidikan anak ala Rasulullah saw.

Kecukupan materi tersebut juga seharusnya memuluskan langkah kita untuk selalu bersedekah membantu mereka yang membutuhkan, melaksanakan wakaf Al-Qur'an, membangun masjid, membangun rumah singgah bagi para musafir, juga membangun sarana air bersih untuk hajat hidup masyarakat luas. Intinya, kita melakukan amal dengan kebermanfaatan yang berkelanjutan.




Ana Khairun Minhu

Sebelumnya

Hubbu Syahwat

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Tadabbur