Perempuan Afghanistan/ Foto: Pixabay/ ArmyAmber
Perempuan Afghanistan/ Foto: Pixabay/ ArmyAmber
KOMENTAR

REPORTER Mellissa Fung sudah lebih dari satu dasawarsa menyelami kehidupan perempuan Afghanistan. Dan saat ini, ia begitu takut memikirkan nasib para perempuan yang berada di garis depan Afghanistan yang baru, di bawah cengkeraman Taliban.

Mellissa dan kedua rekannya telah menyelidiki kasus pembunuhan perempuan-perempuan di Afghanistan sejak Amerika Serikat menandatangani perjanjian damai dengan Taliban pada Februari 2020.

Angka pembunuhan meningkat. Seperti yang didokumentasikan PBB: 219 perempuan dibunuh dalam waktu enam bulan sepanjang tahun ini, sementara pada periode yang sama tahun lalu 'hanya' 138 perempuan terbunuh.

Namun, hanya ada segelintir orang yang dimintai pertanggungjawaban atas sejumlah pembunuhan tersebut.

Pada bulan Juli, Mellissa menghabiskan dua minggu di ibu kota Kabul, mempelajari kehidupan mereka yang telah terbunuh, berbicara dengan para perempuan yang hidup dalam ketakutan, dan berusaha mendapatkan jawaban dari pihak berwenang.

Namun ketika mereka sedang menyusun cerita, negeri itu luluh lantak, presidennya lari, dan Taliban menguasai istana kepresidenan.

Para sahabat Melissa mulai mengirim pesan sejak 15 Agustus.

"Taliban menguasai wilayah kami.'
"Mereka berada di dalam mesjid, menyuruh kami mengenakan hijab jika ingin keluar."
"Saya berada di dalam rumah. Saya bisa mendengar suara tembakan. Kami hanya bisa berdoa."

Keputusasaan mereka tampak jelas. Sementara itu para pemimpin Taliban meyakinkan dunia bahwa transisi kekuasaan akan berjalan damai.

Perempuan dan Takdir Mereka

Mellissa pertama kali datang ke Afghanistan tahun 2006, mengikuti pasukan Kanada di Kandahar—lima tahun setelah penempatan pasukan NATO di sana. Mellissa selalu penasaran seperti apa kehidupan perempuan Afghanistan di sana semenjak mereka dijanjikan untuk terbebas dari aturan-aturan Taliban.

"Selama bertahun-tahun, saya menyaksikan bagaimana para gadis remaja tumbuh menjadi perempuan muda yang tegas, kemudian menjadi para profesional yang percaya diri. Perempuan yang tahu bahwa mereka mampu memperjuangkan takdir mereka," ujar Mellissa.

Mellissa mengunjungi sekolah-sekolah. Ia mendapat laporan tentang berbagai hambatan yang merintangi anak perempuan untuk mendapat pendidikan dan bagaimana mereka menghadapinya.

Gedung sekolah hanya untuk siswa laki-laki. Anak perempuan belajar di lapangan berpasir, tak peduli hujan atau saat matahari bersinar terik.

Stadion tempat para atlet perempuan bermain sepak bola menjadi tempat Taliban mengeksekusi perempuan atas tuduhan "kejahatan moral". Perempuan dipukuli di tengah stadion di hadapan publik.

Mellissa mengaku ia bertemu perempuan-perempuan hebat yang dengan bangga ia sebut sebagai teman. Perempuan yang berjuang di garis depan membela hak asasi dan cita-cita mereka.

Mereka adalah para politikus yang mendorong hukum yang lebih memayungi perempuan, juga polisi yang juga berperan sebagai pemimpin komunitas sekaligus jurnalis yang tak pernah berhenti meminta pemerintah memperhatikan hak perempuan.

Di antara mereka ada yang mengeluhkan bahwa waktu 20 tahun dan uang miliaran dolar adalah sia-sia begitu Taliban kembali berkuasa minggu lalu. Bagaimana pun, ada satu generasi perempuan yang terdidik dan percaya bahwa mereka bebas untuk mengejar mimpi.

Namun yang kemudian terjadi adalah perempuan-perempuan itu terbunuh.

Lebih dari 70 gadis remaja dibom saat dalam perjalanan pulang dari sekolah di Kabul, pada Mei 2021. Bom juga meledak saat 19 mahasiswi sedang belajar. Dua hakim ditembak di Kabul pada Januari 2021.

Seorang jurnalis yang juga aktivis perempuan dan hak sipil, Malalai Maiwand, ditembak di Jalalabad saat berangkat menuju kantor pada Desember 2020. Demikian pula Aktivis HAM Fatima 'Natasha' Khalil tak pernah sampai ke kantor karena ia dan sopirnya diledakkan saat berada di mobil.

Daftar korban terus bertambah, namun hanya sedikit investigasi yang digelar dan sedikit orang yang dimintai pertanggungjawaban. Tak ada kepastian penahanan. Hingga kini, tak ada kejelasan siapa pembunuh perempuan-perempuan berani itu.

Tak lama setelah Mellissa dan timnya merampungkan pengambilan gambar dan meninggalkan Kabul bulan lalu, Taliban menyerang.

Provinsi demi provinsi jatuh tanpa banyak perlawanan. Taliban mengambil alih kota-kota penting, Herat yang memiliki mesjid biru, Kandahar sebagai tempat kelahiran kelompok tersebut, juga Mazar-i-Sharif yang pernah menjadi basis militer sekutu anti-Taliban. Dan tiba-tiba saja, Taliban sudah masuk ke Kabul.




Rakerkesnas 2024, Presiden: Indonesia Harus Bisa Manfaatkan Bonus Demografi

Sebelumnya

Tak Lagi Berstatus Ibu Kota, Jakarta Siap Melesat Jadi Pusat Perdagangan Dunia

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel News