Ilustrasi/ Net
Ilustrasi/ Net
KOMENTAR

EKONOMI termasuk sektor yang paling babak-belur dihantam pandemi. Kini mencari uang terasa amat sulit, meski telah bekerja teramat keras. Parahnya lagi, banyak bidang usaha yang tutup atau bangkrut membuat orang harus memutar otak, “Bisnis apa ya yang kira-kira laku di musim pandemi?”

Kemudian ada yang mengusulkan, “Jual obat sakit kepala saja, bakal laris itu!”

Mungkin tujuannya untuk anekdot, tetapi kalau dicermati memang makin banyak orang yang dilanda sakit kepala dan hati yang gundah gulana. Apalagi urusannya kalau sudah dengan masa depan sebidang perut, pusingnya bisa tujuh keliling.

Apakah dengan pil obat sakit kepala itu menyelesaikan masalah?

Belum tentu.

Karena begitu mengonsumsi obat, muncul berbagai keluhan; ada yang mendadak jadi pelupa, ada yang mengaku sakit ginjalnya malah jadi kumat akibat pengaruh kimia obat-obatan, ada yang merasakan tetap saja pusing itu tidak lenyap atau malah tambah parah.

Kita tidak perlu memperlebar perdebatan mengenai efektif tidaknya obat-obatan itu. Inilah enaknya hidup di alam demokrasi, orang bebas berpendapat dan bebas memilih.

Namun, kita pelu menelusuri mutiara yang diberikan oleh agama Islam, khususnya dalam rangka menemukan cara menenangkan pikiran dan menyejukkan hati, di antaranya:

Pertama, zikir, karena bukankah dengan zikir itu hati menjadi tenang?

M. Quraish Shihab pada bukunya Wawasan Al-Quran tentang Dzikir dan Doa menerangkan, belumkah tiba saatnya bagi orang-orang yang beriman (yakni yang mengaku beriman dengan pengakuan yang benar namun belum sempurna) untuk (meningkatkan keimanan mereka sehingga) khusyu' (tunduk dan merasa tenang) hati mereka dengan berzikir (mengingat dan merenungkan kebesaran )Allah serta memerhatikan ayat-ayat-Nya dan (juga) apa yang telah turun (yakni diturunkan kepada mereka) dari kebenaran (yaitu Al-Qur’an)?

Zikir itu bukan hanya amalan lisan melainkan juga menenangkan pikiran dan menyejukkan hati. Keampuhan zikir ini akan mudah dibuktikan bagi siapa saja yang mau mencobanya, meresapinya dan menghayatinya.

Berhentilah sejenak dari kemelut dunia, bebaskanlah diri beberapa saat dari kecamuk urusan atau pekerjaan! Lalu mulailah berzikir dengan penghayatan paripurna, sehingga kita dapat menikmati hati yang bening bak telaga.

Kedua, berbuat kebaikan.

Terdengar agak aneh, dalam keadaan kita yang seberat ini kok harus menolong orang lain pula? Di setiap kebaikan yang kita lakukan, sepintas kita lagi menolong orang lain, tetapi pada hakikatnya kebaikan kita itulah yang menolong diri kita sendiri.

Lagi-lagi dibutuhkan praktik disini! Kita memang butuh bukti, bukan hanya ilusi. Amal kebaikan yang tulus ikhlas akan menyejukkan hati, merasuk hingga ke lubuk sukma. Cobalah!

Al-Qur’an sepenuhnya mengandung ajaran-ajaran kebajikan, yang dalam banyak sekali ayatnya menganjurkan untuk berbuat kebaikan. Di antaranya surat Al-Maidah ayat 2, yang artinya, “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan.”

Kalau kejadiannya kepala tambah pening dan hati kian galau setelah beramal baik, coba cermati lagi! Jangan-jangan ada unsur riya atau sombong yang menodainya. Amal baik ini membutuhkan kebeningan hati agar memberi efek positif bagi kita yang menunaikannya.

Saat pandemi beginilah dibutuhkan banyak orang yang gemar berbuat kebaikan. Tanpa mengibarkan bendera putih pun kita tahu lebih banyak orang yang kelabakan sekadar memenuhi sesuap nasi. Ketika kita berbuat baik kepada meraka yang benar-benar membutuhkan, maka percayalah saat itu kita memberikan ketenangan pada pikiran dan kesejukan bagi hati sendiri.

Ketiga, tafakur, karena ini cara berpikir yang sehat diajarkan agama.

Kepala memang sering pusing, tetapi bukan berarti kita berhenti berpikir. Maka cara berpikir itulah yang perlu diperbaiki, bukan berpikirnya yang dihentikan. Lagi pula ada kok berpikir yang menenangkan dan juga tidak bikin pening.

Dan agama menyebutnya dengan tafakur.

Ibnu Athaillah Assakandari dalam bukunya Al-Hikam menyebutkan, tafakur adalah lentera hati. Jika lenyap, hati pun gelap. Tafakur seumpama lentera atau lampu yang menerangi kegelapan. Dengan cahaya yang terpancar dari lentera itu, hakikat dan kebenaran segala sesuatu akan tampak sehingga yang benar tampak benar dan yang batil tampak batil.

Dengan tafakur, kebesaran dan keagungan Allah akan dikenali dan dilihat. Dengan tafakur juga bencana-bencana dan cacat-cacat jiwa, tipuan musuh dan tipuan dunia dapat diditeksi secara dini. Dengan tafakur pula, cara-cara untuk menghindari semua tipuan itu bisa dipelajari.

Otak adalah superkomputer yang kinerjanya amat dahsyat. Memang tidak ada komputer yang mampu menandingi kecanggihan otak, akan tetapi bukan berarti otak kita bisa dipaksa terus bekerja keras.




Memahami Faedah Bertawakal untuk Membebaskan Diri dari Penderitaan Batin

Sebelumnya

Menjadi Korban Cinta yang Salah

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Tadabbur