KOMENTAR

PUASAMU merupakan kunci dari segala keutamaan.Yang membekalimu dengan takwa dan menghiasimu dengan kesucian. Maka katakan secara tulus: aku beriman kepada Allah, lalu konsistenlah.Dan perbaikilah amal, baik secara sembunyi maupun nyata. (Syaikh Muhammad Abdul Athi Buhairi, pada buku Tafsir Ayat-Ayat Ya Ayyuhal-Ladzina Amanu)

Kemeriahan menyambut datangnya Ramadan telah bergema jauh-jauh hari, malah dari berbulan-bulan sebelumnya. Ini pertanda baik, di mana kesadaran dan ketaatan itu telah menjiwa hingga ke lubuk sanubari kaum muslimin.

Bahkan, berbagai tradisi menarik juga bermunculan menjelang datangnya bulan suci. Masyarakat suku Minangkabau (di Sumatera Barat) mengenal tradisi balimau  yang telah berlangsung sejak leluhur mereka.

Balimau merupakan tradisi yang sudah dilakukan turun-temurun oleh masyarakat Minangkabau. Proses penyucian ini berupa mandi dengan limau (jeruk nipis) dan bunga-bungaan (kasai) sebelum memasuki Ramadan.

Selain membersihkan tubuh, balimau ditujukan untuk membersihkan hati agar mendapat ampunan Allah, sehingga ketika memasuki Ramadan, jiwa benar-benar bersih. Perlengkapan mandi dan kasai (perlengkapan bunga-bunga; irisan halus daun pandan, kuntum bunga kenanga, bunga mawar, bunga tanjung, segenggam bunga melati, dan jeruk kesturi) ini merupakan syarat wajib sebelum melakukan balimau. (Dianing, dkk. dalam buku Tradisi Ramadan di Nusantara)

Balimau  makin seru karena masyarakat beramai-ramai melakukannya di sungai, danau, telaga hingga tempat-tempat wisata. Bagi yang tak sempat bepergian, mereka pun balimau  di rumah masing-masing. Kesucian diri dipersiapkan lahir dan batin demi menyambut bulan nan suci.

Bukan hanya di Indonesia yang penduduknya mayoritas muslim, kesyahduan menyambut Ramadan juga bergema di Eropa, di negeri yang mana muslim adalah minoritas.

Untuk menyambut datangnya Ramadan, muslim Georgia di bagian timur menyelenggarakan tradisi Nisfu Sya’ban, kegiatan doa bersama, menjelang lima belas hari datangnya Ramadan. Terlebih dahulu mereka melaksanakan salat sunah dua rakaat, setelah Magrib. (Nurul Asmayani, dkk, dalam buku Jejak Ramadhan di Berbagai Negara)

Begitu semaraknya sambutan kemeriahan menjelang Ramadan, dan ketaatan dalam berpuasa, masih pentingkah bagi umat Islam mengetahui alasan di balik kewajiban berpuasa?

Dan keindahan Islam itu terus memancar di sepanjang zaman, di antaranya agama mulia ini selaras dengan nalar kemanusiaan. Islam tidak mengajarkan taklid (fanatisme) buta, melainkan menggairahkan akal budi manusia hingga naik ke derajat yang tinggi.

Termasuk dalam perintah berpuasa pun, nalar sehat akan dapat menangkap sinyal-sinyal yang bagus dalam olah logika. Sebagaimana tercantum dalam surat Al-Baqarah ayat 183, yang artinya, “Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.”

Jelas sekali goal  dari berpuasa itu adalah takwa. Puasa tidak berhenti sebagai ketaatan belaka, tetapi memiliki alasan terindah yang hendak dituju, yakni takwa.

Syaikh Muhammad Abdul Athi Buhairi pada buku Tafsir Ayat-Ayat Ya Ayyuhal-Ladzina Amanu menerangkan, dalam seruan ini, Allah memberitahukan bahwasanya Dia mewajibkan hamba-hamba-Nya yang beriman untuk berpuasa, sebagaimana Dia telah mewajibkannya atas umat-umat agama sebelumnya.

Alasan kewajiban puasa ini dilandasi oleh manfaatnya yang agung dan hikmahnya yang tinggi, yaitu supaya orang yang berpuasa dapat mempersiapkan dirinya menjadi takwa kepada Allah dengan meninggalkan hawa nafsu dalam rangka menunaikan perintah Allah dan memperoleh pahala dari sisi-Nya.
 
Sayyid Quthb mengatakan puasa adalah kewajiban yang lama sekali yang telah berlaku atas orang-orang beriman di semua agama. Adapun tujuan puasa yang utama adalah, mempersiapkan hati manusia agar bertakwa, penuh perasaan dan takut kepada Allah.

Mengapa? karena ketakwaan yang berperan menjaga hati manusia dari perbuatan maksiat dengan puasa. Takwa adalah tujuan yang ingin dicapai oleh setiap jiwa yang beriman, dan puasa ini merupakan salah satu sarana dan cara untuk menggapai ketakwaan tersebut.

Selain menuntaskan goal  puasa adalah takwa, ada lagi nih yang menarik, di mana secara terbuka dinyatakan Alquran bahwa puasa itu telah diwajibkan juga kepada umat-umat terdahulu. Jadi, dengan terang-terangan Islam mengakui puasa juga bagian dari kewajiban umat terdahulu.

Thariq Muhammad Suwaidan pada buku Rahasia Puasa Menurut 4 Mazhab mengungkapkan, jadi, kewajiban berpuasa bagi umat Muhammad Saw. bukanlah yang pertama kali atau belum pernah terjadi. Karena puasa juga telah diwajibkan kepada bangsa-bangsa terdahulu. Sebagaimana (seperti) diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian, maksudnya adalah Ahli Kitab (Yahudi dan Nasrani) dan pengikut agama-agama terdahulu.

Penyamaan puasa bagi umat Nabi Muhammad dengan umat yang lain, hanya dalam awal kewajiban. Adapun tata caranya berbeda. Jadi maksud penyamaan tersebut, bukanlah secara total.

Di sini tergambar kejujuran Islam dengan fakta sejarah, bahwa apa yang positif di masa lalu dapat dilanjutkan, tentunya dengan perbaikan agar lebih paripurna. Islam tidak mengingkari nilai-nilai baik masa lalu, karena sejarah adalah pelajaran berharga bagi kebaikan masa sekarang dan masa depan.

Kendati puasa itu telah dilakukan berbagai agama dan peradaban terdahulu, Islam menghadirkan puasa sebagai ibadah yang lebih sempurna tata caranya, lebih manusiawi pelaksanaannya, dan lebih istimewa goalnya, yaitu takwa.

Mengapa bagian ini juga penting dibahas? Karena, umat terdahulu ada yang berpuasa karena takut dengan petaka, sedangkan Islam menghadirkan puasa sebagai cinta yang ujungnya takwa.

Tanpa meraih kualitas goal  ini, maka puasa kaum muslimin tidak akan paripurna. Nah, ketika alasan ini tidak pahami dan tidak dicapai, akan dikhawatirkan puasa kita hanyalah haus dan lapar belaka.

 




Ana Khairun Minhu

Sebelumnya

Hubbu Syahwat

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Tadabbur