Ilustrasi/ Net
Ilustrasi/ Net
KOMENTAR

LAYAKNYA helikopter yang selalu terbang, helicopter parent alias orangtua helikopter adalah orangtua yang terlalu fokus untuk terbang mengitari kehidupan anaknya.

Dilansir Parents, istilah helicopter parent pertama kali digunakan dalam buku Dr. Haim Ginott berjudul Parents & Teenagers tahun 1969. Para remaja menyebut orangtua mereka melayang di atas mereka bak helikopter.

Carolyn Daitch, Ph.D, Direktur Center for The Treatment of Anxiety Disorders, Detroit, sekaligus penulis buku Anxiety Disorders: The Go-To Guide mengatakan bahwa orangtua tipe helikopter mengambil terlalu banyak tanggung jawab atas pengalaman anaknya, terutama yang berkaitan dengan keberhasilan atau kegagalan.

Orangtua helikopter pada dasarnya menerapkan “over-parenting” yang terlibat terlalu dalam di kehidupan anak. Ayah dan ibu terlalu mengontrol, terlalu melindungi, dan terlalu menuntut kesempurnaan dalam cara yang melebihi pengasuhan proporsional dan bertanggung jawab.

Pengasuhan gaya helikopter adalah satu tanda bahwa ayah dan ibu adalah toxic parents. Tanpa disadari, orangtua tidak membiarkan anaknya memahami dan mempelajari kehidupan, bertanggung jawab, dan mengelola emosi.

Contoh sederhana, orangtua mengerjakan tugas sekolah/ tugas kuliah anak (bukan sekadar membantu atau mencontohkan), mengontak guru/ dosen saat anak mendapat nilai kurang baik, mengatur jadwal harian anak dengan super padat, hingga memilihkan dan membayangi pertemanan anak.

Jika orangtua menjadi helikopter sejak anak usia balita hingga anak meremaja, anak tidak akan punya kemampuan untuk mengelola hidupnya sendiri. Dan bukan tak mungkin anak tidak memiliki keterampilan yang umumnya dikuasai anak-anak seusianya.

Alasan Di Balik Helikopter Yang Melayang

Ada beberapa alasan mengapa orangtua menjadi helikopter bagi anaknya.

#1 Takut akan konsekuensi yang mengerikan. Entah itu takut anak mendapat nilai rendah, takut anak mendapat penolakan dari lingkungan, atau takut anak gagal dalam menjalani sebuah proses.
 
Orangtua mencoba mencegah anak merasakan ketidakbahagiaan, kegagalan, dan lelahnya berjuang. Padahal kerja keras dan perjuangan adalah bagian dari hikmah kehidupan yang mesti dikuasai anak untuk bisa bahagia dan bertahan dalam hidup.

#2 Kecemasan yang berlebihan. Banyak orangtua sangat mengkhawatirkan masa depan anak mereka. Mulai dari iklim yang kian kacau, munculnya banyak penyakit, tindak kriminal yang makin merajalela, juga ketidakstabilan ekonomi.

Kekhawatiran tersebut mendorong orangtua untuk mengambil kendali atas hidup anak, mengaturnya sedemikian rupa, dan melindungi anak sebisa mungkin saat orangtua bekerja keras mengatasi masalah anak.

#3 Kompensasi atas masa lalu. Orangtua yang di saat masa kecilnya diabaikan dan tidak mendapat perhatian sangat berpotensi menjadi helikopter. Ayah bunda memberi perhatian berlebihan kepada anak, bahkan cenderung mengatur hidup anak, sebagai kompensasi dan perbaikan atas masa lalunya yang minim perhatian.

#4 Tekanan dari orangtua lain. Ketika ayah bunda melihat orangtua lain begitu terlibat dalam kehidupan si anak, ayah bunda merasa tertekan ketika tidak mengikuti jejak mereka. Seakan-akan, ayah bunda adalah orangtua tidak bertanggung jawab karena tidak membantu anak sekuat tenaga. Akibatnya, timbul rasa bersalah yang akhirnya menyebabkan ayah bunda memilih ikut-ikutan menjadi helikopter.

Bahaya Helicopter Parent Bagi Anak

Sebagai salah satu tanda toxic parent, jelaslah bahwa helicopter parent berbahaya bagi perkembangan mental si buah hati. Sudah pasti, anak akan berpikir bahwa orangtua tidak percaya bahwa anak bisa berkembang dan melakukan banyak hal.

Apa saja pengaruh pengasuhan helikopter yang dijalankan orangtua bagi anak?

#1 Berkurangnya kepercayaan diri dan keyakinan diri anak.
#2 Anak tidak punya kemampuan untuk beradaptasi dan menghadapi masalah karena orangtua selalu membersihkan kekacauan yang dibuat anak.
#3 Meningkatkan kecemasan pada anak karena selalu dibayang-bayangi orangtua.
#4 Anak selalu merasa berhak merasakan hal-hal terbaik karena selama ini mengikuti apa yang diberikan orangtua untuknya.
#4 Anak tidak memiliki keterampilan mendasar untuk menjalankan kehidupan sehari-hari karena selalu dibantu.

Agar Tidak Menjadi Helikopter

Bagaimana caranya bertanggung jawab sebagai orangtua tanpa harus menghambat kemampuan anak untuk berkembang?

Orangtua harus bisa meyakinkan diri bahwa ‘mundur satu langkah’ untuk membiarkan anak mencari sendiri jalan keluar demi memecahkan masalahnya adalah demi kebaikan anak. Dengan begitulah kita membangun pribadi anak yang tangguh, percaya diri, serta kreatif untuk menemukan solusi yang baik, benar, dan tepat baginya.

Kita bertanggung jawab untuk memberi perhatian dan mengawasi keseharian anak, terutama dalam hal yang berkaitan dengan perubahan emosi dan kondisi mental. Namun, kita harus membiarkan anak merasakan suka duka kehidupan agar ia belajar untuk menghadapi dan mengelola emosi dengan bijak.

Lalu apa yang harus dilakukan orangtua? Kita hanya perlu hadir utuh di samping anak dan menjadi contoh teladan bagi anak. Ketika anak terjatuh dan sedih, cukuplah kita menjadi motivator terbesarnya.

 




Anak Remaja Mulai Menjauhi Orang Tua, Kenali dan Pahami Dulu Alasannya

Sebelumnya

Pemalu atau Social Anxiety? Yuk Kenali Tanda-Tandanya, Bunda!

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Parenting