Ilustrasi/ Net
Ilustrasi/ Net
KOMENTAR

BERBEDA pendapat dengan orang lain sekali pun itu adalah pasangan atau sahabat adalah hak kita. Jangan sampai kita memilih berkata setuju agar tidak mengecewakan orang lain padahal hati kecil kita mengatakan "tidak". Kita harus berhenti menjadi people pleaser.

Setiap kita adalah berharga dan setiap kepala punya pemikirannya sendiri. Karena itulah, kita harus membiasakan diri untuk percaya diri dalam mengeluarkan pendapat.

Kita tidak boleh takut untuk memberikan perspektif berbeda dari suatu topik. Bisa jadi, pendapat kita menjadi satu insight yang mengarah pada solusi sekaligus memperluas sudut pandang.

Apa alasan sebenarnya yang menyebabkan seseorang menjadi people pleaser? Dikutip dari Lifehack, seseorang yang selalu berusaha menyenangkan orang lain atau takut mengecewakan orang lain pada hakikatnya bermasalah dengan kepercayaan dirinya.

Ketika kita mengatakan "ya" untuk semua yang dikatakan atau dimaui orang lain, itu berarti kita berusaha untuk diterima juga disukai. Terlebih lagi jika orang tersebut adalah orang yang dominan dalam pergaulan atau memiliki posisi lebih tinggi dari kita. Dan perempuan amat rentan menjadi people pleaser.

Jika kita kerap melakukannya, kita harus berhati-hati karena kebiasaan tersebut berbahaya secara psikologis. Perlahan tapi pasti, kepercayaan diri dapat tergerus bahkan kita bisa kehilangan kendali akan keinginan diri kita sendiri.

Apakah kita bisa bahagia dengan mengikuti keinginan orang lain di sepanjang hidup kita? Jawabannya pasti tidak bisa.

Yang akan terjadi adalah kita menjadi depresi karena tidak mampu mengutarakan isi kepala kita, tidak bisa menyuarakan isi hati kita, dan tidak bisa menunjukkan hal-hal terbaik dari diri kita. Akibatnya, kita merasakan hidup menjadi hampa karena kita tidak mampu tampil sebagai diri sendiri.

Ada manipulator, ada people pleaser. Yang pertama bersikap sok berkuasa atas segala sesuatu dan menuntut semua orang melakukan persis seperti yang dia perintahkan. Sementara yang kedua memilih melakukan apa pun demi menyenangkan hati tipe orang pertama tadi.

Bagaimana agar kita dapat berhenti menjadi people pleaser?

Hal pertama yang harus kita lakukan adalah meyakini bahwa setiap manusia diciptakan Allah dengan akal budi yang luhur dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Dan setiap manusia mempunyai hak yang sama untuk mengeluarkan pendapat.

Dengan menyadari hal itu, kita insya Allah dapat berdiri dengan kepala tegak dan percaya diri untuk menjadi pribadi bermanfaat di tengah masyarakat. Kita tidak malu juga tidak ragu mengangkat tangan untuk mengungkapkan opini dan gagasan yang kita punya. Dengan demikian, kita akan mampu memberikan yang terbaik bagi orang-orang di sekitar kita.

Hal kedua yang harus kita lakukan adalah memilah pergaulan kita dengan lebih seksama. Mari menemukan sahabat sejati dan rekan kerja yang mampu berkompetisi secara sehat. Sahabat sejati yang membiarkan kita tumbuh dan berkembang menjadi manusia utuh dengan memberi kesempatan kita untuk mengutarakan apa yang kita pikirkan. Rekan kerja yang bekerja keras hingga membuat kita bekerja lebih keras, berpikir lebih cerdas, dan berkontribusi dengan segenap kemampuan.

Hal terakhir yang bisa kita lakukan untuk mencegah diri kita hanya hidup untuk menyenangkan orang lain adalah dengan berpikir kritis. Jika kita mampu melihat hidup ini dalam sudut pandang berbeda, maka kita akan merasa sangat bahagia saat kita mampu mengatakan "tidak" pada orang yang ingin kita berdiri di belakangnya.

Menjadi people pleaser memang cara 'aman' yang membuat kita memiliki teman atau pasangan. Tapi yakinlah, semakin lama kita berhubungan dengan mereka berarti semakin lama kita mengenakan topeng. Akibatnya tidak hanya kita akan kehilangan diri kita sendiri, kita pun akan semakin sulit untuk mengenali, memihak, serta membela kebenaran. Hingga akhirnya kehilangan hidup kita.

 

 

 

 

 

 




Indonesia Siapkan Gender Budget sebagai Tindak Lanjut Agenda CSW-68 New York tentang Pemberdayaan Perempuan & Pengentasan Kemiskinan

Sebelumnya

Nuzul Quran Masjid Al Hidayah: Quran dan Ibu sebagai Petunjuk Awal dan Madrasah Pertama Anak

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Women