Ilustrasi/Net
Ilustrasi/Net
KOMENTAR

SETIAP kali mendengar nama Frankenstein langsung terbayang di kalbu saya sesosok monster ukuran raksasa dengan bentuk kepala besar dan kotak serta ada gabus-gabus menancap di pelipis kepala. Pendek kata menyeramkan!

Sebenarnya bayangan tersebut keliru sebab novelis Inggris pelopor genre kisah gotik, Mary Shelley berkisah tentang monster di dalam buku mashurnya Frankenstein tentang sesosok monster yang diciptakan oleh alkimiawan bernama Victor Frankenstein, sementara sang monster tidak bernama. Namun oleh para pembaca novel Maria Shelley -termasuk saya- terlanjur terkaprah keliru menyebut sang monster sebagai Frankenstein.

The Spark Of Life

Secara saintifik, novel Frankenstein menarik perhatian saya karena dikisahkan Mary Shellay bahwa Victor Frankenstein “menghidupkan” sang monster dengan seperangkat peralatan yang menghasilkan sengatan aliran listrik yang kemudian disebut sebagai “The Spark of Life” seperti yang dilukiskan oleh Michelangelo pada adegan Tuhan menciptakan Adam.

Tak jelas apakah Mary Shelley pada saat menulis novel Frankenstein pada awal abad XIX sudah sadar bahwa pada kenyataan memang listrik merupakan energi yang berperan penting bagi kehidupan manusia. Bahwa tubuh kita mengandung aliran listrik terbukti kerap kali kita merasakan kejutan listrik statis ketika kita memegang benda tertentu bahkan juga ketika kita berjabatan tangan dengan sesama manusia.

Energi

Tanpa listrik manusia tidak mampu menggerakkan segenap organ tubuhnya yang semua dikendalikan oleh otak. Berarti tanpa listrik otak tidak bisa berfungsi, maka juga berarti tanpa listrik manusia tidak bisa berpikir. Tanpa energi berasal dari aliran listrik mustahil saya mampu menulis naskah ini.

Jangankan mampu, sementara mau pun saya tidak akan menulis naskah ini sebab kemauan saya sepenuhnya tergantung pada ada-tidaknya energi listrik menggerakkan daya pikir otak saya untuk “mau” melakukan sesuatu termasuk menulis. Bahkan andaikata saya mau dan mampu menulis naskah yang sedang anda baca ini andaikata tidak ada aliran listrik pada diri anda, maka mustahil anda mau dan mampu membaca naskah ini.

Berarti tanpa aliran listrik pada otak manusia mustahil manusia berkomunikasi dengan sesama manusia. Ironis bahwa kursi listrik justru merupakan alat untuk menghukum mati manusia.

Atom

Apa pun yang saya lakukan pasti dikendalikan dan dimungkinkan oleh sinyal-sinyal elektrikal di dalam tubuh saya. Di dalam ilmu fisika diajarkan bahwa segala benda terdiri dari atom dan setiap atom terdiri dari proton yang bersifat positif, neutron yang bersifat netral dan elektron yang bersifat negatif. Konon (akibat bukan saya yang mampu membuktikan kebenarannya) keseimbangan antara ketiga unsur itu terganggu, maka sifat sang atom cenderung gelisah.

Ketika gangguan sifat itu terjadi, maka sang elektron berusaha mencari sumber aliran listrik dari atom lain-lainnya. Arus aliran eletrikal itu menimbulkan energi listrik. Akibat tubuh kita terdiri dari sangat banyak atom, maka tubuh kita menghadirkan aliran listrik yang menjadi energi penggerak segenap organ tubuh kita terutama otak sebagai organ pengendali dan penggerak mekanisme kehidupan mahluk hidup termasuk anda dan saya.

Vital

Maka dengan sendirinya energi listrik merupakan energi vital bagi mahluk hidup untuk bertahan hidup seperti misalnya ketika mendadak saya berhadapan dengan seekor harimau langsung otak kita mengirimkan sinyal elektrikal ke organ tubuh pemompa adrenalin agar kita menjadi lebih siap-siaga sambil memperhitungkan apakah lebih baik saya melawan sang harimau atau lebih bijak tunggang-langgang sipat-kuping melarikan diri.

Ketika sedang menulis naskah ini, energi listrik menggerakkan otak saya untuk berpikir secara eling lan waspada demi berhati-hati, jangan sampai konyol menulis ihwal yang bisa membahayakan diri saya di tengah suasana gemar lapor ke polisi baik dengan maupun tanpa alasan yang jelas.

Berarti peran listrik di dalam tubuh kita memang penting bahkan vital.

Penulis adalah pembelajar fenomena kehidupan




Viral, Seorang Terapis Diduga Lakukan Kekerasan kepada Anak Penyandang Autisme

Sebelumnya

Menggratiskan Tes PCR Pasti Mampu Jika Mau

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Jaya Suprana