"Demi Allah, aku tak pernah ditemani seorang laki-laki Arab pun yang aku pandang lebih mulia darinya. Apabila kami sampai di tempat istirahat, ia menghentikan ontaku. Kemudian ia memperhatikan keadaanku. Sampai-sampai saat aku turun dari onta, dia memperhatikan ontaku itu. Ia pergi dan menginat tungganganku di pohon. Setelah istirahat, ia datang lagi dan berkata, 'Naiklah'. Saat aku telah naik, ia mendekat dan mengarahkan perjalanan kami sampai kami ke peristirahatan berikutnya. Ia melakukan hal itu terus, sampai kami tiba di Madinah".
Saat melihat lampu Bani Amr bin Auf di Quba, ia berkata, "Suamimu berada di kampung ini. masuklah dengan berkah dari Allah."
Kemudian, ia pergi kembali ke Makkah.
"Demi Allah, aku tidak mengetahui ada keluarga dalam Islam yang menderita seperti penderitaan keluarga Abu Salamah. Aku tak melihat orang yang lebih mulia dibanding Utsman bin Thalhah" (Ibnu Hisyam: as-Sirah an-Nabawiyah, 1/468).
Akhirnya, Ummu Salamah berkumpul kembali dengan anak dan suami dengan ke-Islaman dan keimanan mereka.
Abu Salamah Wafat
Pada tahun 2H, Rasulullah mengajak para sahabat untuk mencegat kafilah Abu Sufyan. Tanpa disangka, inilah penyebab Perang Badar.
Abu Salamah ikut dalam rombongan dan tentunya terlibat dalam Perang Badar. Ia terluka, namun sempat sembuh sebelum akhirnya kambuh lagi. Ia pun wafat pada Jumadil Akhir tahun 3H (Ibnu Al-Atsir: Asad al-Ghabah, 3/190)
"Suatu hari, Abu Salamah menemuiku. Ia baru saja menemui Rasulullah. Ia berkata, 'Aku mendengar dari Rasuy sebuah perkataan yang membuatku bahagia. Beliau bersabda,
"Tidaklah seorang muslim ditimpa suatu musiba. Kemudian ia beristirja (mengucapkan innalillahi wa Inna illaihi raji'un) saat musibah itu terjadi. Setelah itu berdoa, 'Ya Allah berilah aku pahala atas musibahku ini. Dan gantikanlah dengan yang lebih baik darinya'. Kecuali Allah akan mengabulkannya".
Kata Ummu Salamah, "Akupun menghafalnya".
Ketika Abu Salamah Wafat, aku beristirja dan berdoa demikian. Setelah itu, aku renungkan ucapanku dan bertanya pada diriku, "Adakah untukku yang lebih baik dari Abu Salamah?"
Rasulullah Meminang Ummu Salamah
Sebuah kisah menceritakan, setelah masa Iddah Ummu Salamah berakhir, Abu Bakar mengirim seseorang untuk meminang dirinya, namun dia tidak berkenan menikah. Kemudian Rasulullah mengirimkan Umar bin Al-Khathab untuk meminangnya agar menikah dengan Rasul.
Namun Ummu bercerita, setelah iddahnya selesai, Rasulullah meminta izin padanya. "Saat itu aku sedang menyamak kulit. Kucuci tanganku dan ku izinkan Beliau masuk. Aku pun membentangkan alas duduk dari kulit yang berisi serat. Beliau pun duduk di atasnya dan meminangku untuk dirinya."
Setelah itu aku berkata, "Wahai Rasulullah, siapa aku ini untuk tidak menerimamu. Tapi aku adalah seorang wanita yang sangat pencemburu. Aku khawatir Anda melihat pada diriku sesuatu yang menyebabkan aku diadzab Allah. Dan aku adalah wanita yang sudah berusia dan memiliki anak-anak."
Beliau menanggapi, "Yang engkaunsebut berupa kecemburuan, Allah akan menghilangkan hal itu darimu. Tentang umurmu, aku pun telah berumur sebagaimana engkau. Dan tentang anak-anak mu, mereka juga anak-anak ku."
Maka, Ummu Salamah menerima lamarannya.
"Sungguh Sah telah menggantikan untuk diriku seseorang yang lebih baik dari Abu Salamah, yakni Rasulullah." (Ibnu Katsir as-Sirah an-Nabawiyah, 3/175).
Rasulullah menikahinUmnu Salamah tepat pada bulan Syawal tahun 4 Hijriyah. Maka Hindun binti Abu Umayyah pun menjadi Ummul Mukminin. Rasulullah memberinya kasur empuk yang terbuat dari serabut, sejumlah uang, mangkuk dan alat penggiling. Rasulullah juga memuliakannya dengan biasa mengunjunginya pertama kali sehabis menunaikan shalat ashar, sebelum istri-istri nya yang lain.
Aisyah sempat sedih ketika Rasulullah menikahi Ummu Salamah lantaran banyak orang yang menyebut kecantikannya. Begitu ia melihatnya sendiri, "Demi Allah (sungguh) dia lebih dari yang diceritakan padaku (kubayangkan) dalam hal kebaikan dan kecantikannya."
Selain cantik, Ummu Salamah adalah wanita yang cerdas dan matang dalam memahami persoalan dan mengambil keputusan. Contohnya saat peristiwa Hudaibiyah, yaitu ketika Rasulullah memerintahkan para sahabatnya menyembelih qurban selepas terjadinya perjanjian dengan pihak Quraisy.
Ketika itu Rasulullah meminta para sahabatnya berqurban, namun tak seorang pun berdiri, padahal Beliau memintanya tiga kali. Para sahabat kecewa dengan hasil perjanjian Hudaibiyah yang dianggap banyak merugikan kaum muslimin.
Rasulullah pun menemui Ummu dan menceritakan keluh kesahnya. Dan Ummi Salamah berkata, "Wahai Rasulullah, apakah Anda menginginkan hal itu? Jika demikian, maka silahkan Anda keluar dan jangan berkata sepatah katapun dengan mereka sehingga Anda menyembelih unta Anda. Kemudian panggillah tukang cukur Anda untuk mencukur rambut Anda (tahallul)".
Rasulullah menerima usulan itu dan mengerjakannya. Manakala para saahabat melihatnya, mereka bangkit dan menyembelih qurban mereka, kemudian sebagian mereka mencukur sebagian yang lain secara bergantian.
KOMENTAR ANDA