Ilustrasi/Net
Ilustrasi/Net
KOMENTAR

"Pertanyaan 'Adek kamu apakan sih kak?' sebelum kita paham masalah berisiko membuat kakak merasa ditekan dan adik di atas angin. Pertanyaan netral lebih baik, seperti 'Ayah lihat ada yang teriak-teriak, ada apa?' atau, 'Bunda tadi denger Caca nangis, kenapa?'," jelas Lita.

"Jangan tiba-tiba memaksan anak harus berbagi atau memberi giliran. Ingat, buang jauh pikiran solusi instan. Kita bukan wasit yang maha kuasa. Harus ada proses mengajak mereka secara mental untuk terlibat. Memang sedikit makan waktu sih, tapi itu investasi buat perkembangan kepribadian mereka," tuturnya.

Ketika anak-anak sudah kembali akur dan situasi menjadi normal, jangan lupa untuk memberikan apresiasi seperti mengacungkan jempol, memeluk, mencium, usap kepala, tos atau memberikan pujian pada anak. Hal ini penting untuk mengukuhkan perilaku baiknya.

"Jangan menyerah kalau belum berhasil. Anak berproses, kita pun juga. Makin dibiasakan, maka anak pun makin paham. Suatu saat akan datang peristiwa mereka berantem, lalu cukup kita bilang dengan lembut, 'Ayo, selesaikan sendiri'. Dan mereka bisa membereskan konflik dengan cantik," jelasnya.

"Yuk kita beri kepercayaan pada anak untuk belajar mengatasi konflik sembari tetap melanjutkan rasa sayang mereka ke kakak/adik," tutup Lita.




Seringkali Diabaikan dan Tidak Dianggap, Waspadai Dampak Depresi pada Anak Laki-Laki

Sebelumnya

Anak Remaja Mulai Menjauhi Orang Tua, Kenali dan Pahami Dulu Alasannya

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Parenting