Jaya Suprana/Net
Jaya Suprana/Net
KOMENTAR

KASUS pembatalan gerakan kemanusiaan yang terkisah di dalam naskah “Kaos Oblong Melawan Corona” (7 Mei 2020) merupakan satu di antara sekian banyak bukti bahwa pada hakikatnya memang cukup sulit mewujudkan semangat kemanusiaan menjadi kenyataan.

Di samping harus memenuhi syarat prosedur yang disebut sebagai protokol juga harus siap bukan saja dikritik namun bahkan dihujat.

Hujat

Ketika mulai berupaya peduli derita rakyat tergusur, saya dihujat oleh para pendukung kebijakan menggusur rakyat sebagai tua bangka bau tanah kurang kerjaan cari muka, padahal saya sudah punya muka meski jelek.

Sebagai pembelajar kemanusiaan wajar jika saya dihujat, namun sungguh menyedihkan bahwa ternyata para pejuang kemanusiaan yang sudah sejak lama membela kaum miskin juga dihujat sebagai para pelestari kemiskinan sekaligus para pemberontak yang menghambat pembangunan infra struktur!

Lebih nahas lagi, para rakyat yang sudah digusur masih pula dihujat sebagai sampah masyarakat penyebab banjir dan lain-lain hujatan demi membenarkan kebijakan penggusur menggusur rakyat.

Meski terbukti setelah digusur ternyata di lokasi yang digusur tetap banjir. Mereka yang menolong sesama manusia yang kebetulan tidak disukai penguasa juga harus siap ditangkap lalu dijebloskan ke penjara.

Kendala

Di masa pageblug corona, para dermawan dan pengabdi kemanusiaan juga menghadapi kendala dalam berupaya mengejawantahkan sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab menjadi kenyataan.

Ada yang menuduh bahwa pengabdian kemanusiaan yang tulus dipersembahkan kepada yang membutuhkan bantuan perlengkapan pelindung diri atau sesuap nasi dan seteguk air minum merupakan sekedar pencitraan pribadi, kelompok bahkan SARA.

Ada yang menghujat para pengabdi kemanusiaan sebagai kaum munafik yang mendayagunakan kemanusiaan sebagai deodoran untuk menutupi kebusukan entah apa.

Ada pula yang kreatif tapi kurang inovatif menggunakan teori konspirasi untuk mengecam upaya mewujudkan kemanusiaan sebenarnya sekedar sandiwara pura-pura baik hati padahal ada kepentingan udang di balik batu atau batu di balik udang.

Para jurnalis beberapa media tertentu diberi instruksi khusus untuk tidak memberitakan bakti-kemanusiaan yang dilakukan oleh pihak tertentu yang tidak disukai pemilik media.

Empati

Ada yang menghujat ketika saya memuji warga Belgia dan warga Inggris yang secara sepi ing pamrih rame ing gawe ikut membuat baju hazmat untuk dibagikan secara gratis oleh MURI kepada para petugas kesehatan di gugus terdepan melawan corona sebagai perilaku berlebihan memuja asing.

Sebenarnya saya bukan memuja namun, sekadar memuji para warga asing yang masih memiliki nurani kemanusiaan.

Banyak warga miskin bukan sekedar merasa namun benar-benar tidak memperoleh bantuan berhubung jumlah penduduk dan luas wilayah Indonesia memang luar biasa besar sehingga sangat sulit untuk membagikan bantuan secara adil dan merata sampai di tangan pihak yang benar-benar membutuhkan bantuan.

Sementara seorang Ibu Teresa tidak luput dari beranekaragam hujatan dari berbagai pihak yang tidak suka Ibu Teresa tulus ikhlas menolong kaum miskin, papa dan para penderita penyakit menular yang sedang menghadapi maut.

Empati Sri Paus Fransiskus kepada kaum miskin dan tertindas juga dihujat oleh yang menganggap kaum miskin adalah sampah masyarakat dan kaum tertindas memang wajib ditindas.

Maju Tak Gentar

Memang manusia mustahil sempurna maka serta-merta upaya kemanusiaan yang dilakukan oleh manusia juga mustahil sempurna. Maka jika dicari apalagi dicari-cari pasti terjamin akan berhasil ditemukan ketidak-sempurnaan pada segenap upaya pengabdian kemanusian oleh para pengabdi kemanusiaan.

Maka ketimbang peduli hujat, cemooh dan fitnah, saya memilih untuk dengan penuh kerendahan hati berdoa memohon Yang Maha Kasih berkenan menganugrahkan kekuatan lahir batin kepada para dermawan dan pejuang kemanusiaan dalam menghadapi cemooh, hujatan bahkan fitnah yang ditimpakan kepada mereka, sehingga dengan semangat maju tak gentar membela kemanusiaan tetap tulus mempersembahkan sumbangsih dengan kemampuan masing masing demi ikut membantu mengurangi derita sesama manusia dalam bersama berjuang melawan angkara murka corona. Amin.

Penulis adalah pendiri Sanggar Pembelajaran Kemanusiaan




Viral, Seorang Terapis Diduga Lakukan Kekerasan kepada Anak Penyandang Autisme

Sebelumnya

Menggratiskan Tes PCR Pasti Mampu Jika Mau

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Jaya Suprana