Jaya Suprana/Net
Jaya Suprana/Net
KOMENTAR

DI tengah suasana cemas pagebluk wabah virus Corona, mantan wakil gubernur Timor Timur merangkap mahaguru berpikir lurus saya Letjen TNI Purn. Johanes Suryo Prabowo berbagi sebuah kisah petugas sekuriti bandara sebagai berikut:

Kisah

Seorang teman anak saya yang kebetulan keturunan China ditolak oleh petugas sekuriti bandara Juanda sehari setelah Presiden Jokowi mengumumkan warga Indonesia pertama yang diduga terpapar virus Corona.

Memang teman anak saya yang bermata sipit itu terlihat agak pucat, karena kelelahan ketika terburu-buru mau masuk bandara. Melihat adegan penolakan itu banyak penumpang lain yang merasa kasihan dan banyak juga yang membela dengan berargumen dengan sekurit bandara itu.

Ada yang membela sang calon penumpang biarpun pucat belum tentu sakit maka seharusnya petugas lebih teliti lagi memeriksa sebelum langsung menolak masuk bandara. Ada yang menuduh sekuriti itu rasis. Ada pula yang beradlih bahwa walaupun sang calon penumpang beretnis China namun belum tentu pernah ke China apalagi ke Wuhan.

Dikeroyok penumpang lain terutama emak-emak, petugas sekuriti bandara terlihat bingung sehingga tidak bisa membantah apa pun.

Untung ada seorang yang terlihat berwibawa ikut menengahi. Dengan tegas dia menyuruh para calon penumpang agar tenang. Kemudian bertanya ke petugas sekuriti bandara kenapa calon penumpang bermata sipit tidak boleh masuk bandara.

Apakah curiga dia sakit atau memang sang petugas rasis? Setelah suasana tegang agak mereda, sang petugas sekuriti bandara terbata-bata memberikan penjelasan, “Saya sama sekali tidak rasis dan tidak curiga dia sakit! Saya melarang dia masuk bandara karena yang dia bawa adalah tiket bus malam Sumber Kencono, bukan tiket pesawat terbang!”

Prasangka

Balada petugas sekuriti bandara diakhiri kata “Maaf” berhias deretan sticker dua belah tangan bersembah. Sebenarnya tidak perlu sebab tidak ada yang perlu dimaafkan pada sebuah kisah yang diduga rasis ternyata tidak rasis.

Sebuah kisah yang berhasil mengecoh logika prasangka para pembacanya termasuk saya yang semula benar-benar baper terperangkap prasangka sehingga belum-belum sudah menyangka kisah petugas sekuriti bandara yang sama sekali tidak rasis itu rasis.

Pada hakikatnya Balada Petugas Sekuriti Bandara menyadarkan saya untuk senantiasa berupaya mengendalikan diri sendiri agar tidak baper berprangsaka buruk sebelum benar-benar mengetahui kebenaran duduk perkara masalah yang sedang saya hadapi. Termasuk ketika menghadapi pagebluk Corona.

Penulis adalah pendiri Pusat Studi Kelirumologi




Viral, Seorang Terapis Diduga Lakukan Kekerasan kepada Anak Penyandang Autisme

Sebelumnya

Menggratiskan Tes PCR Pasti Mampu Jika Mau

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Jaya Suprana