KOMENTAR

GUINNES Book Of Record menobatkannya sebagai dokter spesialis termuda di dunia. Di usia 20 tahun ia sudah meraih gelar dokter spesialis dengan kejeniusan yang layak diperhitungkan di dunia.

Iqbal Asad terlahir di tanah konflik Palestina. Asad kecil diboyong kedua orangtuanya ke Lembah Bekka, Lebannon, demi mencari kehidupan yang lebih baik. Namun, meski telah hidup damai di Lembah Bekka, jiwanya tak pernah bisa melupakan tanah kelahirannya. Hati dan pemikirannya tak lepas dari penderitaan teman-teman dan saudaranya di Palestina. Tergerak hal inilah Asad berkomitmen mengabdikan jiwanya untuk tanah Palestina.

Asad terlihat cerdas sejak usia 2 tahun. Ia sudah pandai mengurutkan angka. Ibunya memang rajin melatihnya berhitung dan membaca. “Aku lulus Sekolah Dasar di usia 7 tahun. Menurut orang itu luar biasa, tapi bagiku biasa aja,” katanya seiring tawa. “Ibu mengajakku menghitung domba, buah-buahan, dan mengaji. Dialah kepandaian yang sesungguhnya,” ungkapnya akan kekaguman sang ibu.

Di usia 4 tahun, Asad sudah masuk sekolah karena ia sudah mampu berhitung dan membaca. Di usia 7 tahun ia sudah menamatkan Sekolah Dasar, dan lulus SMP di usia 9 tahun. Kepandaiannya membuat Assad tumbuh lebih matang dan berpikir lebih dewasa dari teman-temannya. Di usia 12 tahun Assad menamatkan SMA-nya. Atas kepandaiannya itu Assad dianugerahi gelar siswa termuda yang pernah menyelesaikan SMA.

Sejak ia kecil ayah ibunya memang tidak mengajarkannya untuk melupakan tanah kelahirannya, Palestina. Hari demi hari ia menuliskan keinginannya menjadi seorang dokter melalui buku diary. Puncaknya saat bertemu dengan Menteri Pendidikan Khaled Abany di acara kelulusannya di SMA. “Saat itu saya mengatakan kepada dia mengenai mimpi saya menjadi dokter. Dia kemudian berjanji untuk mencarikan beasiswa untuk saya,” kata Assad dengan mata berbinar.

Satu hari setelah hari kelulusannya, Sheikha Mozah, Ketua Yayasan Qatar untuk Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Pembangunan Masyarakat menghubungi Assad melalui telepon milik tetangganya. Asad memperoleh kabar bahwa dia diterima di Weill Cornell Medical College (WCMC-Q).

“Aku terenyuh melihat penderitaan warga Palestina yang hidup di kamp-kamp Lebanon,” katanya ketika ditanya mengapa ia memilih menjadi dokter di usia sedini itu.

Menjejakkan kaki kali pertama di Qatar tepat di usianya 13 tahun. Assad mengakui banyak tekanan karena tidak ingin mengecewakan pihak yang telah memberinya beasiswa. Meski ia sedih harus berpisah jauh dari orangtua di usia semua itu, nyatanya ia lulus dengan predikat terbaik. Pemerintah Qatar yang membiayai pendidikannya benar-benar dibuat geleng-geleng kepala. Tak disangka, bahwa Assad benar-benar mampu menunjukan kemahsyurannya.

Lulus dari WCMC-Q,  Assad melanjutkan pendidikan sebagai dokter anak di RS Anak, Clevald, Ohio. Ketika semua telah ia lewati, Asad kembali pada cita-citanya semula, memperjuangkan nasib anak-anak Palestina. Di usia 20 ia pun kembali ke kampung halamannya itu.

 

Melansir surat kabar al-Arab, Assad dinobatkan sebagai 100 wanita paling berpengaruh di Jazirah Arab tahun 2014. Asad pun mengabdi untuk negaranya. Ia terjun ke lokasi-lokasi pengungsian di mana begitu banyak anak-anak yang menderita akibat luka serangan mortar atau senjata.




Yousra, Aktris Sekaligus Aktivis kemanusiaan Peraih Penghargaan Golden Tanit di Beirut International Women Film Festival 2024

Sebelumnya

Sekilas tentang Muslim Women Australia: Merajut Asa, Merangkul Keberagaman

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Women