Greta Thunberg dan 11 relawan lain dihentikan Israel di Laut Tengah. (X/Israel Foreign Ministry)
Greta Thunberg dan 11 relawan lain dihentikan Israel di Laut Tengah. (X/Israel Foreign Ministry)
KOMENTAR

AKTIVIS lingkungan asal Swedia, Greta Thunberg, telah dideportasi dari Israel setelah kapal bantuan yang ditumpanginya menuju Gaza dicegat oleh militer Israel di Laut Tengah. Thunberg bersama 11 relawan lainnya berada di atas kapal The Madleen, yang berlayar membawa bantuan simbolis berupa susu bayi dan obat-obatan, sebagai bentuk penolakan terhadap blokade laut Israel atas Gaza.

Menurut Kementerian Luar Negeri Israel, Thunberg meninggalkan Tel Aviv pada Selasa pagi (10/6) waktu setempat dengan pesawat menuju Prancis, setelah menyetujui keputusan deportasi. Sementara itu, lima dari enam warga negara Prancis yang turut ditahan menolak menandatangani dokumen deportasi dan akan menjalani proses hukum di Israel. Salah satu dari mereka adalah anggota Parlemen Eropa, Rima Hassan, serta dua jurnalis dari Al Jazeera dan media daring Blast.

Seperti dilaporkan BBC, Koalisi Freedom Flotilla (FFC), penyelenggara misi tersebut, menuntut pembebasan segera semua relawan yang ditahan dan pengembalian bantuan yang disita. Mereka menyatakan bahwa penahanan ini ilegal dan melanggar hukum internasional.

FFC juga melaporkan bahwa kapal mereka dicegat di perairan internasional sekitar 185 km dari Gaza. Penumpang sempat disemprot zat iritan dan kehilangan akses komunikasi saat kapal dikepung oleh drone militer.

Israel membantah tudingan tersebut, menyebut misi itu sebagai "gimmick" dan menyatakan bahwa blokade Gaza sah menurut hukum internasional. Mereka menyatakan bantuan akan disalurkan melalui saluran resmi. Pemerintah Israel juga menegaskan bahwa blokade laut bertujuan mencegah penyelundupan senjata ke Hamas.

Sejak konflik terbaru meletus pada 7 Oktober 2023, lebih dari 54.000 warga Gaza dilaporkan tewas. Blokade ketat yang diberlakukan Israel menyebabkan krisis kemanusiaan parah, dengan PBB memperingatkan terjadinya kelaparan massal.

Meskipun Israel telah membuka jalur bantuan melalui Lembaga Kemanusiaan Gaza yang didukung AS, banyak organisasi kemanusiaan internasional menolak sistem ini karena dinilai tidak netral dan melanggar prinsip-prinsip kemanusiaan. 




Indonesia dan Uni Eropa Gelar Program Horizon Europe untuk Perkuat Kolaborasi Strategis

Sebelumnya

Apresiasi Praktik Baik SPMB di Daerah, Kemendikdasmen Aktif Terjunkan Tim Pemantau ke Sekolah

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel News