DALAM menghadapi tantangan global seperti perubahan iklim dan gejolak geopolitik, Indonesia terus mengokohkan komitmennya menjaga ketahanan pangan nasional. Arief Prasetyo Adi, Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas), menekankan pentingnya tiga pilar utama dalam strategi ketahanan pangan: ketersediaan, keterjangkauan, dan aksesibilitas.
Ketersediaan (Availability) menjadi fondasi pertama. Pemerintah mendorong peningkatan produksi pangan strategis seperti beras, jagung, dan daging. Data Bapanas menunjukkan, stok pangan nasional mengalami peningkatan signifikan hingga pertengahan 2025.
Stok beras naik dari 8,4 juta ton menjadi 14,8 juta ton, dan diproyeksikan surplus hingga 10 juta ton di akhir tahun. Jagung dan daging pun mencatat tren serupa. Pemerintah juga memperluas lahan tanam 1,6 juta hektare dan menyediakan 9,5 juta ton pupuk bersubsidi untuk memperkuat produktivitas.
Keterjangkauan (Affordability) menjadi perhatian berikutnya. Untuk memastikan petani tetap semangat berproduksi, pemerintah menaikkan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) gabah dari Rp6.000 menjadi Rp6.500 per kilogram, tanpa rafaksi.
Kebijakan ini dinilai membantu menjaga stabilitas harga dan meningkatkan kesejahteraan petani. Di sektor peternakan, tambahan anggaran Rp2,1 triliun diberikan untuk pembibitan, pakan berkualitas, dan vaksinasi hewan ternak.
Aksesibilitas (Accessibility) menjadi pilar ketiga. Pemerintah memastikan distribusi pangan merata hingga pelosok nusantara. Bantuan alat dan mesin pertanian (alsintan) senilai Rp10 triliun diberikan untuk mempercepat tanam dan panen, sekaligus menghadapi cuaca ekstrem.
Ketiga pilar ini dirancang tidak hanya untuk mengejar surplus, tapi membangun sistem pangan tangguh dan berkelanjutan. Bapanas membuktikan bahwa ketahanan pangan bukan sekadar data statistik, tapi hadir nyata untuk memenuhi kebutuhan dasar rakyat Indonesia.
KOMENTAR ANDA