Ilustrasi/Hukum Online
Ilustrasi/Hukum Online
KOMENTAR

KEMENTERIAN Agama mewajibkan seluruh produk impor bersertifikasi halal pada Oktober 2024. Kewajiban ini guna memastikan produk yang beredar di masyarakat telah sesuai dengan syariat Islam. Kebijakan ini tertuang dalam Keputusan Menteri Agama Nomor 748 Tahun 2021.

Dari Keputusan Menteri Agama tersebut diketahui hal-hal yang diwajibkan untuk disertifikasi halal, yaitu produk barang dan jasa. Untuk barang, yang diwajibkan adalah produk makanan dan minuman, obat dan kosmetik, produk kimiawi dan biologi serta rekayasa genetik, dan barang gunaan yang dipakai, digunakan, atau dimanfaatkan.

Sedangkan untuk produk jasa meliputi penyembelihan, pengolahan dan penyajian, penyimpanan dan pengemasan, serta pendistribusian dan penjualan. Pemberlakuan sertifikasi halal untuk produk obat dan alat kesehatan dilaksanakan secara bertahap hingga 2034.

Sementara itu, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2021 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), alur sertifikasi halal produk impor adalah diawali perjanjian yang dilakukan antarnegara (G to G) atau bilateral.

Dilanjutkan dengan pendaftaran ke SI HALAL yang dilakukan oleh Lembaga Halal Luar Negeri (LHLN). Kemudian, BPJPH melakukan verifikasi dan penilaian untuk pengakuan sertifikat halal. Dan setelah semua terverifikasi, BPJPH mengeluarkan sertifikat akreditasi antara BPJPH dan LHLN.

“Tujuan sertifikasi halal produk impor tidak hanya menjamin kehalalan produk yang beredar dan menjamin keamanan produk yang dikonsumsi masyarakat, tetapi juga melindungi produk UMKM dalam negeri dari produk impor,” kata Muhammad Aqil Irham, Kepala BPJPH Kemenag.

Sejauh ini, Kemenag sudah melakukan langkah pengenalan seperti menggelar sosialisasi ekspor-impor produk bersama lembaga lain, melakukan/meningkatkan perjanjian perdagangan produk halal di negara tujuan ekspor, dan membuka berbagai peluang kerja sama dengan LHLN.

“Indonesia tidak melarang penjualan produk nonhalal selama ada kepatuhan terhadap peraturan halal, yaitu dengan mencantumkan informasi nonhalal pada kemasan produk dalam bentuk teks tertulis dan gambar,” demikian Aqil Irham.




Lebih dari 200 Rumah Rusak, Pemerintah Kabupaten Garut Tetapkan Status Tanggap Darurat Bencana Gempa Bumi Selama 14 Hari

Sebelumnya

Miliki Lebih dari 68 Dapur Umum, World Central Kitchen Kembali Beroperasi di Gaza PascaSerangan Israel yang Membunuh 7 Pekerja

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel News