Ilustrasi perempuan memegang pil/Freepik
Ilustrasi perempuan memegang pil/Freepik
KOMENTAR

KELOMPOK ibu-ibu itu sedang berdebat seru dengan mengangkat tema Ramadan. Sebab musabab perdebatan, karena di antara mereka ingin menjalankan puasa Ramadan secara penuh, tidak lagi bolong-bolong disebabkan masa haid. Usia mereka memang tidak lagi belia, tetapi proses menstruasi masih lancar.

Cara yang hendak dipilih adalah dengan mengonsumsi pil anti-haid. Ini diharapkan dapat menunda haid sehingga tidak mengganggu ibadah Ramadan. Maklum saja, bulan suci hanya sekali setahun, sayang sekali bila tidak dijalani secara penuh.

Tidak setiap ibu-ibu di kelompok itu yang setuju, pihak yang menolak berpendapat haid adalah siklus alami. Buat apa menunda sesuatu yang merupakan kodrat dari Ilahi, lagi pula toh puasa Ramadan bisa diqadha pada hari-hari yang lain.

Sebetulnya, pil anti-haid ini cukup populer bagi jemaah haji, sedangkan untuk berpuasa tampaknya belum begitu heboh terdengar. Sebetulnya pula tema pil penunda haid untuk berpuasa sudah dibahas jauh-jauh hari oleh para ulama.

 H. M. Anshary dalam buku Fiqih Kontroversi Jilid 2 (2013: 161) menjelaskan:

Tidak ada riwayat yang diterima dari Rasulullah saw. tentang masalah ini, oleh sebab itu, meski pun masalah ini menyangkut ibadah mahdhah, tetapi ia tergolong kepada lapangan ijtihad.

Sidang Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia Tanggal 12 Januari 1979 telah mengambil keputusan:

1. Penggunaan pil anti-haid untuk kesempatan ibadah haji hukumnya mubah.

2. Penggunaan pil anti-haid dengan maksud agar dapat mencukupi puasa Ramadan sebulan penuh, hukumnya makruh. Akan tetapi, bagi wanita yang sukar mengqadha puasanya pada hari lain, hukumnya mubah.

3. Penggunaan pil anti-haid selain dari dua hal tersebut di atas, hukumnya tergantung pada niatnya. Bila untuk perbuatan yang menjurus kepada pelanggaran hukum agama, hukumnya haram.

Ibadah puasa Ramadhan sangat dinantikan karena berlimpah pahala. Namun, sebagian muslimah mengeluh karena seringkali merasa terganggu ketika haid datang, yang mengakibatkan puasanya tidak penuh sebulan. Dalam konteks ini, muncul pilihan untuk memanfaatkan pil penunda haid.

Dan, dari fatwa Majelis Ulama Indonesia dapat dipahami, bahwa:

Pertama, penggunaan pil anti-haid untuk kesempatan ibadah haji hukumnya mubah. Ini berarti bahwa penggunaan pil penunda haid untuk memungkinkan seorang wanita menjalankan ibadah haji, yang memiliki waktu terbatas dan penting bagi kelancaran ibadahnya.

Kedua, penggunaan pil anti-haid untuk mencukupi puasa Ramadhn hukumnya makruh: Meskipun hukumnya makruh (dianjurkan untuk dihindari), namun bagi wanita yang sulit mengqadha puasanya pada hari lain, penggunaan pil penunda haid menjadi mubah (boleh dilakukan). Ini menunjukkan bahwa keputusan harus dipertimbangkan berdasarkan kondisi pribadi setiap muslimah.

Ketiga, penggunaan pil anti haid untuk tujuan selain dari dua hal di atas tergantung pada niatnya. Jika penggunaan pil penunda haid bertujuan untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan hukum agama, maka hukumnya haram (dilarang). Hal ini menegaskan pentingnya niat dalam melakukan segala tindakan, termasuk dalam konteks penggunaan pil penunda haid.

Ahmad Sarwat pada Ensiklopedia Fikih Indonesia: Haji & Umrah (2019: 355-356) mengungkapkan:

Saat ini, penggunaan pil penunda haid Iebih disarankan oleh para dokter, karena cenderung tidak menyebabkan dampak keseimbangan hormonal setelah dihentikan penggunaanya.

Sekalipun demikian secara umum para ahli kesehatan reproduksi mengingatkan bahwa haid adalah siklus alamiah, yang sebaiknya tidak terlalu sering dihambat. Penundaan yang dilakukan berulang dalam waktu relatif singkat, pada dasarnya tetap memengaruhi kesehatan reproduksi.

Keputusan menggunakan pil anti-haid demi ibadah Ramadhan hendaknya melalui pertimbangan sangat matang. Muslimah yang berhadapan dengan masalah ini disarankan untuk berkonsultasi dengan ulama yang dapat memberikan nasihat yang sesuai dengan situasi mereka, serta mempertimbangkan nilai-nilai agama dan kesehatan secara seimbang.

Begitu pun, apabila muslimah memilih untuk menghargai siklus menstruasi dan mengganti puasa ke waktu lain, maka pilihan ini juga harus dihormati.




Inilah Puasa yang Pahalanya Setara Berpuasa Setahun

Sebelumnya

Saat Itikaf Dilarang Bercampur Suami Istri, Maksudnya Apa?

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Fikih