Ilustrasi berbuat kebaikan/BSI Maslahat
Ilustrasi berbuat kebaikan/BSI Maslahat
KOMENTAR

ISLAM mengajarkan umatnya untuk selalu berbuat baik dan berprasangka baik kepada siapa saja, meski musuh sekalipun. Namun, ada kalanya kita menemukan situasi di mana banyak orang beranggapan kebaikan itu justru diterima oleh orang yang tidak pantas, bahkan orang yang benar-benar salah.

Sekali lagi, Islam mengajarkan umatnya untuk berbuat baik kepada siapapun. Anggapan salah memberikan kebaikan, hendaknya dijadikan pengalaman berharga. Inilah ajaran tentang keikhlasan, ketabahan, dan pemahaman akan romantika kehidupan.

Sebelumnya, mari kita pahami hakikat nilai-nilai kebaikan yang diajarkan Islam. Sa’id Hawwa dalam buku Mensucikan Jiwa Tazkiyatun Nafs (1998: 337) memaparkan, kebaikan yang berasal dari manusia tidak patut digambarkan kecuali hanyalah sekadar kiasan belaka, karena pada hakikatnya yang berbuat baik adalah Allah.

Jika diandaikan, ada seseorang yang menyerahkan seluruh simpanan dan miliknya kepada Anda, lalu dipersilahkan menggunakannya sesuka hati, tentunya Anda akan mengira orang itu sangat baik.

Padahal, tidak demikian adanya. Kebaikan orang tersebut terjadi semata-mata karena limpahan harta dari-Nya, berkat kekuasaan terhadap harta yang berikan-Nya kepada orang tersebut, dan berkat dorongan-Nya untuk memberikan seluruh hartanya kepada Anda.

Di sinilah perlu disadari, bahwa kebaikan yang kita lakukan tidak lain adalah berkat kebaikan Allah Swt. Sekiranya pernah berbuat baik kepada seseorang, semata-mata adalah perpanjangan dari kemurahan Ilahi. Dengan kesadaran ini, maka hendaknya kita tidak kecewa atau sakit hati jika kemudian kebaikan itu berujung pada orang yang salah.

Inilah takdir Allah.

Terlanjur berbuat baik pada orang yang salah membuka cakrawala tentang esensi kebaikan dan asal-usulnya. Kebaikan sejati adalah kebaikan Allah yang mengalir melalui perantara manusia. Dalam menghadapi kejadian, yang mana kebaikan telah sampai pada orang yang salah, maka kita sedang diajak untuk mengenali bahwa setiap tindakan adalah bagian dari rencana-Nya yang lebih besar.

Salah satu cara menenangkan diri adalah dengan istikamah di jalan kebenaran Allah. Tetapi alangkah baiknya kita tidak membiarkan orang yang salah menyalahgunakan kebaikan.

Mengapa demikian?

Pertama, tentang keikhlasan sebagai kunci kebaikan. Ya, inilah ujian besar terhadap keikhlasan kita. Bukan hanya tentang memberi dengan harapan mendapatkan sesuatu atau balasan senilai, namun tentang keikhlasan yang memberikan ruang bagi pertumbuhan spiritual dan kebahagiaan hati.

Selanjutnya, kita belajar tentang hikmah dan takdir. Di sini, ada rencana yang lebih besar di balik tindakan baik yang kita lakukan. Kita bisa belajar untuk percaya bahwa segala sesuatu terjadi dengan alas an tertentu, meskipun awalnya sulit dipahami. Tetapi, demikianlah takdir bekerja dan begitulah cara agar kita terdorong dari memetiknya hikmah.

Ketiga, tentang kesempatan untuk membimbing dan menginspirasi. Terkadang, seseorang yang melakukan kesalahan membutuhkan dorongan positif dan panduan agar dapat mengubah perilakunya. Dengan kesabaran dan ketulusan, setiap manusia bisa menjadi agen perubahan bagi yang diberikan pertolongan.

Menjaga keseimbangan antara kebaikan dan kebijaksanaan, sehingga tidak ada lagi orang yang memanfaatkan kebaikan seseorang.

Dan, pada akhirnya kita perlu memahami batas-batan yang sehat dalam memberikan dukungan dan petolongan. Buatlah skala prioritas, sehingga kebaikan itu dapat dinikmati olh mereka yang benar-benar membutuhkan.

Itulah, mengapa tidak ada yang salah dalam berbuat kebaikan, meskipun yang menerimanya adalah lawan atau musuh kita sendiri. Jadikan itu sebagai perjalanan spiritual yang memperkaya pengalaman hidup, sehingga tidak hanya memberikan manfaat terhadap orang lain tetapi juga membawa berkah dan pertumbuhan bagi diri sendiri.




Hubbu Syahwat

Sebelumnya

Bukankah Aku Ini Tuhanmu?

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Tadabbur