Sentuhan anak terhadap orang tua sangat dibutuhkan untuk menyemangati hari tua mereka/Net
Sentuhan anak terhadap orang tua sangat dibutuhkan untuk menyemangati hari tua mereka/Net
KOMENTAR

SETIAP pagi perempuan tua itu tersenyum dan melambaikan tangan ke arah mobil berwarna merah. Di dalam mobil mewah itu ada putri, cucu, beserta dan menantunya. Tidak pernah dipusingkannya ketika lambaiannya tidak dibalas. Dia maklum, anak, menantu, dan cucunya itu memang sangat sibuk.

Kemudian si nenek kembali ke gerobaknya yang masih tegar berdiri di pinggir jalan. Dengan sabar dinantinya pembeli lontong yang kian hari semakin sepi. Namun, senyum optimis masih terbias dari wajah tuanya yang keriput.

Memang, kita tidak bisa menarik suatu kesimpulan hanya dengan melihat satu adegan saja. Tetapi, dari kejadian tersebut bolehlah dikembangkan suatu pembahasan yang insyaallah akan bermanfaat bagi seluruh kaum muslimin.

Yaitu tetang apa hukumnya dalam fikih Islam menafkahi orang tua?

Ketika mereka sudah renta dan kepayahan dalam ekonomi, apakah anak berkewajiban menafkahi?

Bukankah lazimnya orang tua yang wajib menafkahi anak-anaknya?

Sekiranya anak sudah menikah dan punya tanggung jawab nafkah kepada keluarganya, apakah juga harus memberikan nafkah pada orang tuanya?

Terkait pembahasan ini, para ulama berlandaskan kepada Al-Qur’an, khususnya surat al-Isra ayat 23, yang artinya: “Dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak.”

Abu Syuja’ al-Ashfahani pada Kitab Lengkap Fiqh Sunnah Imam Syafi’i (2022: 225) menjelaskan, hukum menafkahi kedua orang tua adalah wajib bagi anak-anaknya dan hukum menafkahi anak keturunan adalah wajib terhadap kedua orang tua.

Rasulullah Saw bersabda:

“Harta yang paling baik yang dimakan oleh seseorang adalah yang berasal dari hasil jerih payahnya, dan (hasil usaha) anaknya adalah hasil jerih payahnya." (HR Abu Dawud dan Tirmidzi).

Di sini, ada kewajiban timbal-balik antara orang tua dan anak dalam urusan menafkahi. Ketika anak-anaknya masih kecil, maka orang tua yang berkewajiban menafkahi mereka. Perjuangan dan pengorbanan orang tua yang membuat anak berkembang menjadi insan yang mandiri.

Semakin renta usianya, giliran orang tua yang tidak lagi berdaya. Keterbatasan fisik membuat mereka tidak mampu lagi berusaha, sehingga tidak berpenghasilan. Inilah kewajiban anak-anak mereka.

Abdullah Laam bin Ibrahim dalam buku Fikih Kekayaan (2015: 362) menjelaskan, anak yang kaya wajib menafkahi kedua orang tuanya. Kewajiban ini berlaku baik sang anak masih kecil atau sudah besar, perempuan atau laki-laki. Seorang anak yang kaya tidak boleh terlalu pelit atau terlalu hemat dalam menafkahi orang tuanya. Dia harus melebihkan pemberian nafkah itu sesuai kadar kekayaannya.

Al-Mawashili mengatakan, “Seorang anak, laki-laki maupun perempuan, wajib menafkahi ibu-bapaknya dan kakek-neneknya bila mereka dalam keadaan fakir-miskin.”

Senada dengan ungkapan ini, Al-Dardir menuturkan, “Seorang anak yang kaya, besar atau kecil, laki-laki atau perempuan, muslim maupun non-muslim, wajib menafkahi orang tuanya yang sedang terhimpit secara ekonomi, walaupun mereka non-muslim.”

Dalam kitab Kifilyah al-Akhydr, Al-Hashani juga menulis, di antara faktor penyebab adanya kewajiban menafkahi orang lain adalah ikatan kekerabatan. Karena itu, anak wajib menafkahi orang tuanya.

Sedangkan dalam kitab al-Mughni, Ibn Qudamah berujar, "Seseorang, laki-laki atau perempuan diharuskan menafkahi orang tuanya dan anaknya ketika mereka dalam keadaan fakir-miskin.”

Sebetulnya tidak perlu menunggu kaya, sebab jika orang tua dalam kondisi miskin, anak hendaknya maju membela nafkah bagi ayah bundanya. Jangan sampai orang tua yang sudah tak berdaya menemui ajal disebabkan kelaparan.

Bagi anak yang kaya raya kewajiban ini sangatlah ditegaskan dalam fikih Islam. Sebab, keterlaluan sekali jika kekayaan sudah dimiliki tapi ayah bundanya hidup dalam kemiskinan. Bagi anak yang tidak kaya bukan beratri dia berdiam diri saja melihat kefakiran orang tua. Dirinya bisa membantu ekonomi orang tua, khususnya pada kebutuhan pokok sesuai dengan kemampuannya.

Abdul Aziz ibn Fauzan ibn Shalih dalam buku Fikih Sosial (2016: 247) mengungkapkan, karena dahulu nafkah seorang anak wajib dan dibebankan kepada orang tuanya. Seorang bapak rela mengorbankan hartanya untuk mendidik dan membesarkannya. Atas dasar itulah, menafkahi orang tua saat ia butuh wajib hukumnya, karena itu termasuk bentuk terima kasih anak atas jasa-jasa orang tuanya.

Agama Islam sangat mengedepankan aspek akhlak, sehingga tatkala fikih menetapkan hukumnya wajib menafkahi orang tua yang membutuhkan bantuan, tidak lupa diingatkan pula sisi moralitas. Anak tidak boleh melupakan jasa-jasa orang tua yang bekerja keras dalam membela mereka semasa kecil sehingga tumbuh dewasa dan mandiri.

Hendaknya aspek moralitas ini semakin mendorong anak berbakti kepada ayah ibunya.




Inilah Puasa yang Pahalanya Setara Berpuasa Setahun

Sebelumnya

Saat Itikaf Dilarang Bercampur Suami Istri, Maksudnya Apa?

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Fikih