Uji emisi menjadi langkah jangka pendek untuk mengurangi polusi udara di Jakarta/Net
Uji emisi menjadi langkah jangka pendek untuk mengurangi polusi udara di Jakarta/Net
KOMENTAR

POLUSI udara di Jakarta yang tercemar mampu melampaui kota-kota berpolusi berat lainnya seperti Riyadh, Doha, dan Labore. Jakarta secara teratur mencatat tingkat PM2.5 yang tidak sehat, yang dapat menembus saluran udara hingga menyebabkan masalah pernapasan, berkali-kali lipat dari tingkat kualitas udara yang direkomendasikan WHO.

Kondisi ini pula yang membuat warga ibu kota mengeluh. Apalagi, banyak warga jatuh sakit.

Dinas Kesehatan DKI Jakarta sebelumnya memaparkan, sebanyak 100 ribu warga mengalami infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) setiap bulannya karena perubahan cuaca. Dinkes juga menyebut, dampak dari polusi udara bisa menimbulkan penyakit kronis.

“Warga yang terkena batuk, pilek, bahkan pneumonia setiap bulan rata-rata 100 ribu kasus dari 11 juta penduduk,” kata Kasie Surveilans, Epidemiologi, dan Imunisasi Dinas Kesehatan DKI Jakarta dr Ngabila Salama.

Sementara itu, saat media briefing di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Minggu (13/8), Dirjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL) KLHK Sigit Reliantoro mengatakan, ada 8 rekomendasi yang perlu dilakukan untuk mengurangi polusi udara di Jakarta, yaitu:

  1. Pengadaan kendaraan operasional listrik.
  2. Pengetatan standar emisi menjadi Euro 4.
  3. Pengadaan bus listrik TransJakarta.
  4. Uji Emisi.
  5. Peralihan dari angkutan pribadi ke angkutan umum.
  6. Konversi ke kompor listrik.
  7. Pengendalian debu dari konstruksi.
  8. Pembakaran sampah terbuka.

Menurut Sigit, saat ini sektor transportasi merupakan penyumbang polusi terbanyak di Jakarta. Karenanya, ia mendorong penerapan uji emisi berkala sebagai solusi jangka pendek polusi udara di Jakarta.

“Sampai saat ini, kepatuhan uji emisi berkala di wilayah Jakarta masih sangat rencah, yaitu berada di bawah 10 persen. Jadi, potensi untuk mengurangi emisi dari kendaraan yang ada untuk memenuhi baku mutu, sangat besar,” ujar Sigit.

Tidak lagi memakai pertalite

Terkait pembelian bahan bakar yang memenuhi Euro 4, dia menjelaskan, hal itu sama artinya bahwa bahan bakar minyak (BBM) yang selama ini mayoritas digunakan, yaitu pertalite, sudah tidak boleh lagi dipakai di Jakarta. Begitu pula dengan solar, karena sulfurnya yang tinggi, sehingga harus diganti ke Pertadex.

“Ya, jadi jika ingin memenuhi standar Euro 4 tersebut, pertalite dan solar sudah tidak bisa lagi dipakai pada angkutan di Jakarta. Beralih ke pertadex,” ucap Sigit.




Banjir Bandang Lahar Dingin Terjang Sejumlah Wilayah Sekitar Gunung Marapi Sumbar, BNPB: Masyarakat Harus Waspada Bahaya Susulan

Sebelumnya

Jemaah Haji Tak Boleh Melepas Gelang dan Kalung Identitas Selama di Tanah Suci, Ini Alasannya

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel News