Fenomena Rashdul kiblat terjadi dua kali dalam setahun/Net
Fenomena Rashdul kiblat terjadi dua kali dalam setahun/Net
KOMENTAR

ADA peristiwa Islam yang terjadi dua kali dalam setahun, yang dinamakan Istiwa a’zam atau Rashdul kiblat. Peristiwa itu merupakan fenomena alam yang terjadi ketika matahari tepat berada di atas Ka’bah. Dan di tahun ini, peristiwa itu terjadi pada 27-28 Mei dan 15-16 Juli.

Secara astronomis, Rashdul Kiblat terjadi akibat pergerakan semu matahari kea rah utara bumi. Perjalanan semu matahari dari khatulistiwa ke arah utara sampai kembali lagi ke khatulistiwa berlangsung sejak 21 Maret sampai 23 September setiap tahun.

Dalam perjalanan menuju utara, matahari melintasi Ka’bah pada 27-28 Mei, kemudian terus bergeser ke arah utara. Sesampai di Garis Balik Utara (GBU) sekitar 21 Juni, matahari akan kembali bergerak menuju khatulistiwa. Pergerakan ini akan kembali memosisikan matahari tepat di atas Ka’bah pada 15-16 Juli.

Fenomena Rashdul kiblat sering dimanfaatkan untuk menyesuaikan arah kiblat. Hal tersebut karena saat peristiwa itu terjadi arah kiblat akan searah dengan matahari. Bayang-bayang benda saat peristiwa itu terjadi adalah bayang-bayang kiblat.

Mengutip tulisan Kepala Observatorium Ilmu Falak (OIF) Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara Arwin Juli Rakhmadi Butar Butar, peristiwa ini tercatat dalam literatur-literatur klasik yang ditulis ulama dan ilmuwan muslim, salah satunya Sayyid Usman.

Sayying menampilkan ilustrasi dan visualisasi Rashdul kiblat di Jawa-Melayu (Nusantara). Dijelaskan tata cara menentukan arah kiblat saat fenomena Rashdul kiblat, yaitu dengan menghadapkan wajah ke matahari.

“Saat Rashdul kiblat, siapa saja yang menghadap ke matahari atau menghadap melalui bayang-bayang suatu benda tegak lurus, maka sesungguhnya ia telah menghadap ke bangunan Ka’bah secara hakiki,” tulis Sayyid Usman.

Ada juga Nashiruddin al-Thusi. Ia menguraikan secara singkat fenomena Rashdul kiblat dalam karyanya berjudul at-Tazkirah fi ‘Ilm al-Hai’ah. Menurutnya, cara menentukan arah kiblat cukup banyak, di antaranya dengan memanfaatkan momen tatkala matahari melintasi Makkah.

Di sini Arwin menjelaskan, baik Sayyid mau[un Nashiruddin tidak memperkenalkan terminologi Rashdul kiblat. Istilah ini tampaknya muncul belakangan dan hanya populer di Indonesia.




RAN P3AKS KemenPPPA: Lindungi Perempuan dan Anak di Situasi Konflik

Sebelumnya

Kencangkan Dukungan ke Palestina, Universitas Siber Muhammadiyah Gelar Aksi Hybrid dan Penggalangan Dana

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel News