KOMENTAR

VONIS hukuman mati yang dijatuhkan hakim terhadap seorang mantan petinggi kepolisian negeri ini tengah menjadi pembicaraan hangat di masyarakat.

Terlepas dari kontroversi seputar hukuman mati yang telah dihapuskan di banyak negara, salah satu yang kerap terabaikan adalah tentang anak-anak dari para pelaku.

Sebuah pertanyaan menyeruak, apakah para pelaku kejahatan yang berstatus orang tua tidak memikirkan masa depan anak-anaknya saat mereka melakukan tindakan keji?

“Masyarakat bebas untuk mengatakan apa pun, itu tidak bisa kita atur. Yang pasti, setiap orang memang bertanggung jawab dengan apa yang sudah dia lakukan. Demikian pula bagi pelaku tindak kejahatan. Perlu diingat, what goes around comes around, pasti ada konsekuensi dari setiap tindakan yang diperbuat. Dan itu berlaku untuk siapa saja,” ujar Dian Inayatullah Yafie, Amd. OT. M.Psi., Psikolog kepada Farah.id.

Tidak hanya terbatas pada kasus yang sedang hangat saat ini, Psikolog Nayu menjelaskan bahwa anak-anak dari pelaku kriminal bagaimanapun juga tetaplah anak-anak. Karena itulah mereka harus mendapat perlindungan dari orang-orang terdekat.

“Mereka memerlukan pendampingan, perlu diberi kasih sayang, dan perlu dirangkul untuk memberikan rasa aman dan nyaman. Mereka juga perlu diberi pencerahan bahwa apa yang terjadi bukanlah kesalahan mereka dan bukan tanggung jawab mereka untuk memikul kesalahan orang tua,” tegasnya.

Pendampingan tersebut, menurut Psikolog Sekolah Islam Terpadu Auliya dan Diaz Centre ini, utamanya harus diberikan oleh keluarga. Terutama, orang yang dipercaya oleh anak dan orang yang memang dapat dipercaya.

Apakah anak-anak tersebut memerlukan pendampingan profesional dari psikolog atau psikiater?

“Pendampingan profesional sangat tergantung pada kondisi si anak. Namun memang ada baiknya pendamping anak tersebut adalah orang dewasa yang mempunyai bekal pengetahuan tentang kesehatan mental. Dengan demikian, pendamping itu bisa memahami kapan harus membawa anak untuk bertemu profesional. Profesional bisa psikolog, psikiater, atau keduanya,” kata alumnus Universitas Indonesia ini.

Jika anak tersebut sudah berusia di atas 17 tahun, maka keputusan ada di tangannya. Apakah dia mau datang ke profesional atau tidak. Namun tetap, diperlukan support system yang bisa diandalkan untuk mendampingi dan memantau kondisinya.

Lantas, perlukah anak tersebut pergi jauh dari daerah tempat tinggalnya, bahkan—jika memungkinkan, pergi ke luar negeri?

Kita tahu bahwa hukuman sosial yang berlaku di tengah masyarakat terbilang kejam, dan bukan tak mungkin bakal menimbulkan trauma baru yang tak kalah menakutkan bagi anak pelaku kejahatan.

“Melarikan diri ke luar negeri sekali pun, itu bukan solusi. Di mana pun dia berada, rasanya akan tetap sama. Namun memang, menjauh dari TKP tentu dapat memutus rantai vibrasi dari masyarakat sekitar yang kelewat reaktif dan terlalu menghakimi,” pungkas Psikolog Nayu.

 




Ingin Jadi Individu Sukses, Ini Alasan Mengapa Kita Butuh Dukungan Orang Lain

Sebelumnya

Gen Z dan Upaya Mengatasi Tantangan Sandwich Generation

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Family